NovelToon NovelToon
TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dhamar Sewu

Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18Surat dari Kegelapan

Angin pagi menerpa lembah sunyi, membawa aroma darah dan abu dari medan pertarungan semalam. Jiang Hao berdiri diam di depan pondok kecil di tepi hutan, tempat ia pernah belajar tersenyum kembali. Tempat di mana suara tawa Ying’er dulu menggema bersama desir bambu.

Namun kini, semuanya senyap.

Pintu pondok terbuka setengah, berderit ketika Jiang Hao mendorongnya perlahan. Dalam ruangan yang remang, hanya ada tikar usang, tungku dingin, dan aroma samar bunga layu.

Ying’er… tidak ada.

Yang tersisa hanyalah sebuah kotak kayu kecil di atas meja bambu. Di atasnya, secarik kertas dengan tulisan tangan halus yang sangat ia kenali:

"Untuk Jiang Hao."

Tangannya bergetar saat membuka kotak itu. Di dalamnya hanya ada dua benda: sebuah gelang anyaman dari benang merah—yang pernah dibuat Ying’er sendiri untuknya—dan sebuah surat.

Ia duduk perlahan, membuka surat itu dengan napas terhenti.

---

Jiang Hao…

Saat kau membaca ini, aku mungkin sudah jauh. Mungkin tak akan kembali. Tapi aku ingin kau tahu bahwa kau pernah menyelamatkan seorang gadis buta dari kegelapan, bahkan ketika kau sendiri sedang terpuruk. Kau menyentuh hidupku dengan tangan yang dunia anggap beracun. Tapi aku tahu… tangan itu lebih hangat dari semua cahaya yang pernah aku rasakan.

Tapi aku tidak bisa tinggal di sampingmu. Karena ada rahasia yang akan menghancurkanmu. Tentang siapa aku sebenarnya. Tentang siapa yang menanam racun di tubuhmu. Tentang kebenaran yang disembunyikan dari kita berdua.

Aku tak ingin menjadi kelemahanmu, Jiang Hao. Kau sudah cukup terluka. Dunia ini tidak adil padamu, dan… aku takut bila kau tahu siapa aku sebenarnya, kau tak akan bisa memaafkan dirimu sendiri.

Pergilah ke Gunung Wugou. Di sanalah semuanya dimulai. Di sanalah kebenaran tentang "Tangan Iblis" itu disembunyikan. Dan di sanalah aku akan menunggumu… bila takdir masih berpihak pada kita.

—Ying’er

---

Jiang Hao memejamkan mata. Surat itu menampar jiwanya lebih keras dari semua luka yang pernah ia terima. Setiap kalimat adalah pisau yang menembus pertahanannya.

"Siapa... kau sebenarnya, Ying’er...?" gumamnya lirih.

Ia menggenggam gelang benang merah itu, membawanya ke dada. Tapi wajahnya tak lagi bimbang.

Ia berdiri. Menatap ke timur, tempat Gunung Wugou menjulang di kejauhan, diselimuti kabut dan rahasia yang selama ini tersembunyi.

"Kalau aku memang harus jadi iblis… maka aku akan jadi iblis yang menghancurkan mereka yang menyakitimu."

Langkahnya meninggalkan pondok. Dunia persilatan belum selesai dengan Jiang Hao.

Dan kini, ia pun belum selesai dengan dunia.

Kabut menggantung tebal di lereng Gunung Wugou, menutupi jalan setapak yang hanya bisa dikenali oleh mereka yang pernah mendengarnya dari cerita lama. Tak ada yang berani menapaki gunung ini lagi. Konon, setelah pembantaian besar oleh Sekte Langit Darah dua puluh tahun lalu, gunung ini menjadi tempat angker yang menelan siapa pun yang mencoba mendaki.

Tapi Jiang Hao bukan orang biasa.

Langkahnya mantap, menapaki tanah basah yang dipenuhi akar tua dan batu-batu lumut. Suara serangga malam bersahutan di antara pepohonan lebat, seakan memperingatkannya akan sesuatu yang tak kasat mata.

Di punggungnya, pedang Yin-Fei terikat rapat. Tangannya yang beracun diselubungi kain hitam tipis, seperti janji bisu bahwa ia hanya akan digunakan untuk membunuh mereka yang pantas mati.

"Ying’er..." bisiknya. Nama itu menjadi nyala kecil yang menuntunnya menembus kabut, menuju puncak yang nyaris terlupakan oleh sejarah.

Setelah setengah hari perjalanan, Jiang Hao tiba di sebuah dataran batu. Di sana, berdiri reruntuhan kuil tua, tak lebih dari puing dan tiang kayu lapuk yang masih berdiri tegak meski dicabik waktu. Tapi satu hal yang membuatnya berhenti: di depan kuil, berdiri seorang pria tua berjubah abu-abu, dengan rambut panjang perak yang terurai, memegang tongkat giok berujung ukiran naga.

Matanya sipit dan tajam, seperti telah menembus ribuan jiwa.

"Jiang Hao," ucap pria itu tanpa bergerak, "akhirnya kau datang. Aku sudah menunggumu sejak kau lahir."

Jiang Hao menyipitkan mata. "Siapa kau?"

Pria itu tersenyum. "Namaku Bao Heng. Penjaga kebenaran. Dan juga saksi dari pengkhianatan yang merenggut segalanya darimu."

Darah Jiang Hao mendidih. "Kau tahu apa yang mereka lakukan padaku?"

Bao Heng mengangguk perlahan. "Lebih dari itu. Aku tahu siapa yang menanam racun di tubuhmu, siapa yang menjebakmu dalam pengkhianatan, dan... siapa gadis buta yang kau cintai sebenarnya."

Jiang Hao melangkah maju dengan aura membunuh menguar. Tapi Bao Heng mengangkat tongkatnya perlahan, dan sebuah suara nyaring menggema dari balik reruntuhan.

"Berhenti!"

Langkah Jiang Hao membeku.

Dari bayang-bayang kuil, muncul sesosok perempuan dengan kerudung kain tipis menutupi wajahnya. Tapi langkah kakinya ringan, seperti tak menyentuh tanah. Suaranya gemetar, namun tetap tenang.

"Jiang Hao… ini aku. Ying’er."

Dunia seolah runtuh di depan mata Jiang Hao.

"Mustahil… kau… bagaimana kau bisa di sini?"

Ying’er membuka kerudungnya perlahan. Matanya tetap kosong, tapi wajahnya dipenuhi luka bekas luka lama, dan sorotnya tak lagi murni seperti dulu.

"Karena aku... adalah putri dari pemimpin Sekte Langit Darah."

Langit di atas Lembah Kaca Berdarah menggulung kelabu, seolah tahu bahwa pengunjung hari itu datang membawa dendam dan nasib dunia persilatan.

Jiang Hao berdiri di tepi tebing curam, menatap ke bawah. Kabut putih mengambang seperti arwah penasaran yang tak pernah menemukan jalan pulang. Di bawah sana, terlihat bayangan reruntuhan paviliun batu dan genangan air merah yang memantulkan sinar redup mentari sore.

"Tempat ini..." gumam Jiang Hao, suaranya nyaris tertelan angin. "Seperti medan perang yang tak pernah selesai."

Bao Heng mengangguk dari belakang. "Karena memang begitu. Di sinilah ribuan pendekar dikubur hidup-hidup dalam pertempuran berdarah seratus tahun lalu. Darah mereka meresap ke tanah. Bahkan rumput pun enggan tumbuh."

Ying’er, berdiri di antara mereka, tampak tenang meski angin menggoyang rambutnya yang panjang. "Orang yang kita cari... ada di dalam sana?"

"Ya," jawab Bao Heng. "Namanya adalah Mu Zhen. Dia adalah penjaga rahasia ilmu Iblis Kuno. Dan juga kakak dari Mu Liang... pendekar yang membantai Sekte Pedang Putih—dan membunuh gurumu, Chen Wu."

Jiang Hao mengepalkan tangan. Nama itu seperti petir yang menyambar kembali dendam yang hampir tertimbun oleh waktu. Namun dia menahan amarahnya.

"Kalau begitu, kita temui dia. Aku ingin tahu mengapa seseorang bisa melahirkan dua anak yang menempuh jalan berbeda: satu pembantai, satu penjaga rahasia."

Mereka melangkah menuruni lembah, menembus kabut yang tebal dan udara yang semakin dingin. Tidak ada burung. Tidak ada suara binatang. Hanya keheningan seperti liang kubur yang belum tertutup tanah.

---

Mereka tiba di depan pintu gerbang batu tua yang dilapisi ukiran tengkorak dan naga berbelit. Gerbang itu terbuka sendiri dengan suara berderak seperti tulang patah.

"Sudah lama... tidak ada tamu," kata suara parau dari dalam.

Dari bayangan, muncul sosok perempuan tua dengan rambut putih yang terurai seperti sarang laba-laba. Matanya menyala merah samar, dan kulitnya dipenuhi retakan seperti batu tua.

"Mu Zhen?" tanya Bao Heng.

"Itu nama yang diberikan dunia. Tapi aku lebih suka disebut sebagai Penjaga Luka," katanya, mendekat sambil menatap Jiang Hao dengan intens. "Dan kau... anak dengan tangan iblis. Aku sudah menunggumu."

Jiang Hao menegakkan tubuhnya. "Ajarkan aku menguasai kekuatan ini. Tidak hanya untuk membunuh, tapi untuk menghancurkan segalanya yang membusuk di dunia persilatan."

to be continued ✍️

1
Daryus Effendi
pegunungan menjulang tinggi dan di tutupi kabut yg tebal
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh
Dhamar Sewu: wkwk, 🙈. Maaf, bos. Untuk tambahan jumlah kata, masukan diterima 😁
total 1 replies
spooky836
sampai bila2 pun penulis dari cerita plagiat ni,tak mampu nak teruskan. cerita ini tamat di sini. kerana mc otak kosong. cerita hasil plagiat. benar2 bodoh dn sampah.
spooky836: baguslah. jangan sampai mampus di bab 26 tu. banyak dh karya lain terbengkalai macam tu je.
Dhamar Sewu: Plagiat di mana, kak? Karya siapa?
Cerita ini masih bersambung 😁oke.
total 2 replies
Abah'e Rama
lanjut 💪💪
Dhamar Sewu: Semoga suka, kak. Siap 💪🔥
total 1 replies
Zainal Tyre
coba simak dulu ya
Dhamar Sewu: Semoga suka, bos!
total 1 replies
Suki
Terinspirasi
Dhamar Sewu: Semangat, Kak 💪 hehe 😊
total 1 replies
PanGod
mantap bang. jangan lupa mampir juga ya bang🙏🏻
Dhamar Sewu: Siap, Kak. Terimakasih sudah berkunjung. Nanti setelah download aplikasinya, masih bingung ini 😁.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!