"Tolong jangan sentuh saya, Pak." Ucap seorang gadis cantik berkacamata bulat dengan tubuh bergetar hebat. Gadis itu terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen.
Azura Saskirana seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di ruang perpustakaan di malam hari yang sepi ditengah hujan badai. Zura hari itu memang sengaja ingin menyelesaikan skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Disaat bersamaan hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat dia enggan beranjak. Karena tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Garvin Reviano Agler, seorang dosen yang sudah lama menduda dan berhati dingin setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir. Malam itu Garvin dijebak oleh dosen wanita yang terobsesi dengannya dengan minuman yang sudah dicampur obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan Tanpa Persiapan
"Sudah sebesar ini ternyata, kenapa ini keras sekali?" Panik Garvin.
"Karena aku lelah, dan butuh istirahat. Rasa kram yang sudah aku rasakan belakangan ini jika pikiranku sedang setres." Jawab Zura.
"Kalau begitu, cepatlah istirahat. Apa perlu mas gendong ke kamar?"
"Tidak perlu, aku masih bisa jalan sendiri." Ucap dingin Zura.
Meninggalkan Garvin dengan pikiran yang berkecamuk. Zura memasuki kamar lalu menguncinya dari dalam. Badannya yang mudah lelah, menjadi semakin lelah jika hati dan pikiran lelah.
Sementara itu Garvin mencari keberadaan mamanya yang tadi pamit ke luar. Tapi kini terlihat menghilang.
"Ya Alloh mama kenapa di sini?" Ucap Garvin melihat sang mama sedang duduk di batu pinggir sungai tempat Zura mandi.
"Bagaimana, apa kamu sudah berhasil meyakinkan Zura untuk kamu nikahi?"
"Zura mengajukan dua syarat ma."
"Syarat? Apa itu berat bagimu?"
"Zura ingin aku memberikan klarifikasi dan pengumuman di kampus hingga media sosial jika aku adalah kekasihnya yang saling mencintai sejak dulu."
"Syarat yang mudah untukmu bukan?"
"Memang mudah, tapi itu artinya aku harus memberi tahukan pada khalayak umum jika gaya pacaran kita kelewat batas yang menyebabkan Zura hamil sebelum nikah. Apalagi status kami dosen dan mahasiswi. Aku hanya takut, Zura dituding negatif oleh para pembenci karena berhubungan dengan dosennya sendiri."
"Lalu masalahnya dimana Garvin, mama heran dengan kamu. Kenapa hal seperti itu saja dibuat ribet. Kamu tinggal klarifikasi, sejujurnya apa yang memang terjadi. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Dan juga jangan mencari aman sendiri. Satu lagi tidak perlu menanggapi pandangan negatif dari orang yang tidak menyukai kalian. Tidak penting." Tegas mama.
"Lalu syarat yang kedua, Zura tidak mau dibawa kembali ke kota Bandung ma. Zura mau memulai hidup baru di sini."
"Lalu kamu jawab apa?" Tanya mama Kalynda juga ikut resah.
"Aku bingung mama, jika aku ikut Zura di sini bagaimana dengan karir dosenku yang sudah aku bangun selama ini." Jawabnya.
"Dan tidak mungkin aku membiarkan mama hidup seorang diri di rumah peninggalan almarhum papa." Lanjutnya.
"Apakah jika mama ikut tinggal di sini kamu merasa keberatan Garvin?" Mama Kalynda memberikan pertanyaan yang sama sekali tak terduga.
"Maksud mama setuju aku hidup di desa bersama Zura dan mama begitu?" Tanya ulang Garvin.
"Hidup itu perlu pengorbanan Garvin, jika kamu benar-benar mencintai Zura maka kamu tidak keberatan mengorbankan karirmu demi dia. Kalian bisa membuka lembaran baru dimulai dari nol bersama-sama. Rumah di Bandung biarkan saja, kita bayar orang untuk membersihkan berkala. Jadi sewaktu-waktu kita bisa pulang sekedar melepas rindu." Mama Kalynda memberi pendapat.
"Kita tinggal di rumah ini, meskipun kuno tapi kamu lihat rumah ini tidak kalah berkwalitas dari pada rumah di kota. Tinggal kita renovasi sedikit untuk memberikan kesan bersih dan terawat."
"Kamu bisa melamar kerja sebagai guru di sekolahan sekitar sini. Atau kita bangun satu sekolahan baru untuk kamu dan Zura."
"Hidup di desa tidak buruk Garvin, asal kamu tahu mama dulu juga berasal dari desa sebelum dinikahi oleh tuan muda."
"Siapa tuan muda?" Tanya Garvin.
"Ya tentu saja papa kamu. Dia adalah tuan muda tapi tersingkirkan oleh saudara tirinya yang serakah dan gila harta." Ucap mama Kalynda membuka masa lalunya.
"Sebenarnya, papa kamu mewarisi perusahaan keluarga. Tapi keserakahan dari saudaranya yang membuat papa memilih mundur. Papa kamu adalah pria yang lembut hatinya, sering mengalah demi menghindari keributan. Makanya hidup kita tidak semewah mereka, dan kamu hanya menjadi seorang dosen padahal seharusnya kamu adalah ahli waris. Kamu adalah CEO yang sah."
"Tapi benar kata papa kamu, hidup sederhana justru membuat kita bahagia. Terbukti kan, tanpa harta yang menjadi rebutan kita justru bisa menjalani hidup dengan damai."
"Mama masih punya tabungan, kita manfaatkan uang itu untuk membangun sekolahan. Kamu dan Zura bisa mengajar di sana. Kalian bahkan bisa bertemu setiap hari tentunya.
"Terima kasih mama, Garvin bersyukur punya orang tua yang sangat bijak seperti mama. Ucap Garvin lalu memeluk erat tubuh mamanya.
"Mama hanya ingin menebus kesalahan mama Garvin." Ucap sendu mama.
"Mama menyesal pernah memaksa kamu menikah dengan Elena. Mama tidak akan memaafkan diri ini jika kamu sampai terjebak waktu itu."
"Sudahlah ma, aku sudah melupakan semua. Sekarang ayo kembali menemui Zura dia pamit tidur tadi katanya perutnya keram." Ucap Garvin.
"Hah, kok kamu tidak bilang dari tadi. Bahaya jika hamil muda sering merasa keram perut."
"Ma, aku ingin menikahi Zura hari ini juga. Tolong bantu persiapkan Zura." Ucap Garvin memohon.
"Kamu ini, menikah kok dadakan. Kayak tahu bulat saja. Memang tidak bisa menunggu beberapa hari?"
"Tidak bisa ma, aku sudah rindu ingin memeluk tubuh Zura."
"Haduh, mama lupa jika kamu adalah duda karatan yang haus belaian. Ya sudah segera cari penghulu dan beberapa saksi dari RT dan tetangga sekitar rumah."
Dengan cekatan, Garvin melangkah ke depan rumah Zura dan bertanya kepada tetangga terdekat di mana rumah pak RT daerah situ.
"Permisi pak, bu, saya Garvin mau bertanya rumah pak RT?"
"Oh rumah pak RT ada di ujung gang yang bercat biru. Memang ini mas Garvin ini siapa ya?" Tanya mereka.
"Saya calon suami Zura, yang tinggal di rumah kuno besar di pinggir sungai itu." Jawabnya.
"Apa dia Zura putri almarhum Karina? Sejak ayahnya menikah lagi, Zura tidak lagi pernah pulang ke sini. Dan sekarang justru langsung akan menikah di rumah peninggalan kakek dan neneknya itu." Ucap heboh wanita bertubuh gempal.
"Anda siapanya Zura?" Tanya Garvin.
"Saya masih saudara jauh dengan ibu kandung Zura. Kakek saya dan kakek Nurlaela itu saudara kandung." Jawabnya tersenyum mengingat kenangan.
"Kalau begitu, tolong bantu mama saya mempersiapkan acara sederhana yang akan kami laksanakan, sore ini di rumah Zura." Pinta Garvin.
"Tentu, saya akan mengajak semuanya."
Begitulah kehidupan di desa, rasa peduli dan saling bantu itu masih sangat kental. Berbeda dengan masyarakat kota yang cenderung individualisme. Mau membantu jika ada bayarannya.
Garvin tersenyum hangat, mungkin keputusannya untuk ikut tinggal di desa bukan hal buruk. Dia akan memiliki pengalaman luar biasa dengan wanita yang sangat dicintainya ini.
Tidak butuh waktu lama, Garvin sudah kembali bersama pak RT dan juga penghulu serta saksi. Garvin tidak ingin menunda lagi, Zura harus segera menjadi istrinya sebelum perutnya semakin bertambah besar.
Sedangkan mama Kalynda juga sudah selesai mendandani Zura dengan make up sederhana. Zura terlihat cantik dan anggun, membuat semua terpana.