“Diana … kamu akan diberi hukuman mati karena telah melakukan percobaan pembunuhan.”
Diana yang sudah sangat lemah diikat dan di arak ketengah tempat eksekusi. semua rakyat dan bangsawan melihatnya, mereka melemparnya dengan batu dan mengumpat kepadanya.
Kepala Diana ditaruh di tiang untuk di penggal.
Diana melihat kearah Wanita yang dicintai suaminya dan melihat ayah serta kakaknya yang masih tetap membencinya hingga akhir hayatnya.
“Kenapa kalian sangat membenciku?” gumam Diana.
Jika aku bisa mengulang waktu, maka aku tidak akan lagi mengemis cinta kepada kalian.
KRAK. Suara alat penggal terdengar keras memenggal kepala Diana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Cahaya Merah
Diana berjalan menuju kediaman Eldenhart.
“Setelah sekian lama akhirnya aku kembali ke rumah itu,” gumam Diana.
Diana mengingat apa yang terjadi di masa lalu. Meskipun sudah bertahun-tahun dia hidup di beberapa kehidupan, tetapi sekalipun Diana tidak pernah melupakan kehidupan pertamanya.
Setelah beberapa saat akhirnya Diana tiba di kediaman Eldenhart.
Kepala pelayan menyambut Diana. Dingin seperti biasa.
“Di mana Ayah?” tanya Diana.
“Tuan berada di ruangannya sekarang,” ucap kepala pelayan.
“Baiklah.” Diana berjalan menuju ruangan ayahnya.
Dalam perjalanan, Diana bertemu dengan Dorian.
Diana menatap Dorian. “Saat ini aku tidak bisa berdebat denganmu,” ucap Diana lalu terus berjalan melewati Dorian.
“Kau—” Dorian mengikuti Diana dari belakang.
“Apa kau ingin menemui Ayah?” tanya Dorian.
“Siapa lagi kalau bukan Ayah?” ucap Diana dengan nada datar.
Dorian tidak suka dengan cara bicara Diana. Sepertinya dulu Diana tidak seperti ini!
Mereka berdua tiba di ruangan ayah mereka.
TOK TOK TOK.
“Dengar … Ayah pasti akan mengusirmu,” ucap Dorian.
“Masuklah.”
Diana menatap Dorian. Mengapa aku tidak sadar kalau kakaknya memiliki sifat seperti anak-anak.
“Sepertinya penilaianku salah,” ucap Diana sambil menatap Dorian dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“K-kau … apa yang kau lihat?!!” ucap Dorian lagi.
Diana mengabaikannya dan membuka pintu ruangan Duke.
“Ayah.” Diana memberi salam.
“Duduklah,” ucap Duke.
Duke melihat Dorian yang berada di belakang Diana. “Apa kau ada perlu?” tanya Duke. Dorian sangat jarang menemuinya.
“A-aku hanya ingin melihat,” ucapnya sambil berjalan menuju sofa yang ada di ruangan Duke.
Duke Eldenhart menutup dokumen yang ada di mejanya dan berjalan menuju sofa.
“Ada perlu apa?” tanya Duke.
Hah … tanpa basa-basi? Sangat dingin, pikir Diana.
“Aku hanya ingin meminum teh bersama,” jawab Diana sambil mengeluarkan teh yang dia racik.
“Hanya itu?! Apa kau pikir semua orang menganggur sepertimu?” ucap Dorian.
“Dorian!” panggil Duke.
Dorian segera diam. Ada apa dengan Ayahnya? Bukankah dia tidak menyukai Diana?
Duke segera menyuruh pelayan untuk menyiapkan alat dan air untuk menyeduh teh.
Saat pelayan membawa gelas dan air hangat, Diana segera menyiapkan teh dan menyeduh teh yang dia racik sendiri.
Duke melihat Diana yang membuatkan teh untuknya dan mengingat mimpi yang dia mimpikan semalam. Apa itu semua benar?
Malam itu Duke memimpikan Diana dieksekusi di depan matanya sendiri. Itu merupakan mimpi terburuknya selain meninggalnya istrinya. Bagaimana bisa dia membiarkan anaknya dieksekusi begitu saja?!
“Ayah, minumlah.”
Duke kembali sadar. “Terima kasih.” Duke segera menyesap teh yang diberikan oleh Diana.
Diana melihat ayahnya sedikit linglung. Apa terjadi sesuatu?
“Mana punyaku?” tanya Dorian.
Entah mengapa mendengar suara Dorian membuat Diana sedikit kesal.
Diana segera menyeduhnya dan memberikannya kepada Dorian.
Mereka meminumnya dengan santai. Diana melihat aura hitam yang ada di sekeliling tubuh ayah dan kakaknya, itu menjadi sedikit memudar lagi.
“Aku bertanya-tanya saat awal aku mencoba teh ini, apa kau memasukkan bunga ke dalamnya?” tanya Dorian penasaran. Ia baru pertama kali mencoba teh dengan rasa unik seperti ini. Cukup membuatnya nyaman.
“Hahaha … ternyata kau sadar,” ucap Diana.
“Aku memang memasukkan bunga ke dalamnya,” ucap Diana.
“Sudah kuduga,” ucap Dorian.
Duke melihat gelas yang berisi teh tersebut. Bunga?
Duke jadi mengingat istrinya yang memiliki sihir bunga.
Saat mengingat ini, Duke membelalakkan matanya dan menatap Diana. “Diana, apa kau …?”
Diana tersenyum. “Ya … aku memasukkan kekuatanku ke dalamnya,” ucap Diana.
“Kekuatan?”
“Jangan bilang?!!” Dorian juga terkejut.
SRAAA. Diana mengeluarkan bunga dari tangannya.
“Aku memiliki kekuatan seperti Ibu,” ucap Diana sambil mengeluarkan bunga lagi di setiap sudut ruangan.
Duke dan Dorian melihat sekeliling. Bunga ini tidak salah lagi!
“Kapan kau mempunyai kekuatan ini?” tanya Duke.
“Mengapa kau tidak mengatakannya?” tanya Dorian.
“Itu sekarang tidak penting,” jawab Diana.
“Apa?”
“Karena kalian sudah tahu kekuatanku, maka aku meminta kalian untuk merahasiakannya,” ucap Diana.
“Apa? Mengapa?” tanya Dorian lagi.
“Kami tidak akan memberitahu siapa pun,” ucap Duke.
Diana terkejut dengan respons ayahnya. Apa ini efek dari tehnya?
“Ayah?” Dorian tidak menyangka ayahnya akan mengikuti perkataan Diana.
“Baiklah,” ucap Dorian.
Duke melihat warna bunga yang dikeluarkan Diana. Warna yang gelap? Istrinya pernah mengatakan tentang ini, namun dia lupa.
“Siapa lagi yang mengetahui tentang kekuatan ini?” tanya Duke.
“Hanya Olim,” jawab Diana.
“Baguslah,” ucap Duke. Jika bangsawan lain tahu, itu akan membuat posisi Diana dalam bahaya.
“Tapi aku akan mengungkapkan kekuatanku agar yang lain tahu,” ucap Diana.
“Aku tidak setuju!” ucap Duke.
Diana mengerutkan kening. “Ini bukan urusanmu, Ayah. Aku hanya memberitahu saja, bukan meminta izin,” ucap Diana.
Duke ingin membuka mulutnya namun dia menutupnya kembali. Ini salahnya karena tidak terlalu memperhatikan putrinya sendiri.
“Bagaimana kau memberitahu orang lain?” tanya Dorian.
“Tentu saja dengan cara pergi ke perbatasan,” jawab Diana.
“Apa?!!!” Duke dan Dorian serentak kaget.
Diana berdiri dan merapikan gaunnya. “Urusanku sudah selesai.”
“Aku sudah memberikan racikan teh ke dapur, jadi kalian harus sering meminumnya,” ucap Diana.
“Diana!!” teriak Duke.
Diana terkejut mendengarnya.
“Kau tidak boleh pergi ke perbatasan,” ucap Duke.
“Itu bukan urusan Ayah,” jawab Diana.
“Kau—“
“Aku pergi dulu.” Diana memberi hormat dan pergi meninggalkan ruangan ayahnya.
“Ayah … apa yang harus kita lakukan?” tanya Dorian. Meskipun dia tidak menyukai adiknya, tetapi dia tetap tidak tega membiarkan adiknya pergi ke perbatasan.
Duke mencubit alisnya dan bersandar di sofa. “Hah … Kaedra, apa yang harus aku lakukan,” gumam Duke.
Di luar ruangan, Diana terus berjalan.
“Olim,” panggil Diana.
“Ayo kita pergi sekarang,” ucapnya sambil berjalan. Ia tidak ingin berlama-lama berada di sini.
Olim mengikuti Diana berjalan menuju kereta kuda. Sepertinya suasana hati yang mulia sekarang kurang baik, pikir Olim.
Diana masuk ke dalam kereta dan berjalan menuju istana.
Di perbatasan.
“Yang mulia … aku rasa Putra Mahkota itu pasti berada di dalam hutan dekat sini,” ucap Selena.
“Mengapa kau begitu yakin?” tanya Rowan.
“Karena dia yakin kalau yang mulia tidak akan mencarinya di hutan dekat kamp,” jawab Selena.
Rowan terdiam. Apa yang dikatakan Selena benar juga.
“Baiklah, kita akan melakukan pencarian besok.”
Mendengar ini Selena tersenyum. Bagaimanapun juga dia akan terus membantu pemeran utama pria ini.
Di dalam sebuah goa dekat kamp.
“Ugh … sepertinya mereka menaruh racun di panah mereka.”
“Hah … seperti biasa, orang itu bermain dengan licik.” Pemuda itu mengikat lengannya dengan kuat agar racun tidak menyebar.
Di dalam goa yang gelap, terbaring lemah seorang pemuda. Meskipun gelap, pemuda itu dapat melihat dengan jelas menggunakan matanya. Mata merah yang terlihat meskipun saat gelap, seperti hewan buas yang sedang berburu di malam hari.
jangan lengah jangan lelah
menuju kehancuran