NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Reno nyaris membuka dokumen itu. Jemarinya sudah menyentuh pinggir map cokelat yang tergeletak di atas meja, namun suara tumit sepatu yang menghentak lantai menghentikannya. Ia buru-buru menarik tangannya dan berdiri tegak ketika sosok Astuti muncul di ambang pintu ruangannya.

"Ibu?" Reno berjalan menghampirinya, heran sekaligus waspada. "Kenapa tiba-tiba ke sini?"

Seperti biasa, Astuti tampil mencolok dengan busana bermotif mencolok, perhiasan emas bergemerincing di leher dan pergelangan tangannya, wangi parfumnya menyengat. Tapi tidak ada yang bisa menutupi kerutan di wajahnya yang mulai mengeras dan tatapan matanya yang penuh siasat.

"Kalau ibu nggak datang, kamu mau terus ngilang di kantor? Gak pulang-pulang?"

"Aku sibuk, Bu. Semua jadi kacau."

Astuti mendengus, menyipitkan mata. "Tapi kan kamu gak sendiri? Malika ada, dia terus bantu kamu, kan?"

"Ibu yang minta dia jadi kepala sekretaris. Tapi Bu semuanya makin berantakan. Tiga hari ini perusahaan rugi miliaran. Aku mohon, sudahi perang dingin ini. Biarkan Shanaya kembali kerja."

Astuti menarik napas panjang lalu menjatuhkan diri ke sofa dengan angkuh, menyilangkan kaki. "Malika itu pembawa keberuntungan, Ren. Ini hanya rugi milyaran saja, kamu jangan berkata seolah akan bangkrut," ucap Astuti mmebuat Reno terdiam, ia langsung mengalihkan pembicaraan. "Tapi... katanya Shanaya pergi, ya?"

Reno menegang. "Ibu tahu dari mana?"

"Malika cerita. Katanya Shanaya kabur. Biarkan saja. Jangan buang waktumu untuk nyari dia lagi."

Reno mengusap wajahnya yang mulai frustrasi. "Bu, ini bukan cuma soal perasaan. Shanaya pegang kendali di beberapa proyek besar. Dua hari dia hilang, kita semua kelabakan. Bahkan anak buahku gak bisa lacak dia. Aku takut terjadi sesuatu."

Astuti menoleh pelan, senyumnya licik, suaranya menurun seperti racun manis yang menetes pelan. "Ren... kamu itu suami. Bukan anak kecil yang terus sembunyi di balik ketiak istri. Kalau dia memang istri yang baik, dia akan di rumah, ngurus kamu. Bukan sibuk jadi pahlawan di kantor. Kamu gak pengen punya keluarga bahagia? Anak?"

Reno terdiam. Pandangannya kosong. Kata-kata ibunya masuk, tapi tak sepenuhnya dia terima.

Astuti menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan angkuh. "Dan ya, setelah ibu pikir-pikir... mungkin Malika bukan pilihan tepat. Tapi kamu harus tahu, Ren. Kebahagiaan kamu itu yang utama."

Ia bangkit perlahan, menepuk pundak Reno sambil tersenyum penuh siasat. "Nanti malam pulang, ya. Ada pesta kecil di rumah. Ibu udah siapkan semuanya. Kamu tinggal datang... dan jangan terlalu fokus pada perusahaan."

"Bu..." Reno tampak ragu, nadanya lemah.

Tapi Astuti langsung memotong, nada suaranya berubah sedikit lebih tegas, halus tapi menekan. “Ren, Ibu gak sering minta kamu pulang kan? Malam ini saja. Anggap aja... buat tenangkan pikiran. Toh kamu juga butuh itu.”

Ia menyipitkan mata, lalu menambahkan dengan nada licik yang dibalut kepura-puraan, “Lagipula... Shanaya itu pasti datang kalau dengar ada acara keluarga. Selama ini dia selalu ingin tampil sebagai 'Nyonya Alhadi' yang sempurna, kan? Nah, ini kesempatan bagus. Kita lihat, seberapa penting sebenarnya dia buat kamu... dan perusahaan.”

Reno terdiam. Kata-kata ibunya menggantung di kepalanya, memancing emosi yang bertabrakan antara kesal, ragu, dan harapan samar.

Akhirnya, tanpa benar-benar yakin, ia mengangguk pelan.

“…Baiklah, Bu.”

Setelah kepergian ibunya, Reno kembali menatap dokumen yang tadi sempat ia letakkan. Ragu-ragu, ia mengambilnya lagi dan membuka lembar demi lembar.

Matanya membelalak, tubuhnya kaku seketika.

"Cerai?"

Tangan Reno bergetar hebat saat membaca baris demi baris surat itu. Napasnya tercekat, jantungnya berdentum keras. Namun yang paling mengejutkannya, yang membuat darahnya seperti berhenti mengalir adalah tanda tangan di pojok bawah halaman.

Tanda tangannya sendiri.

Ia memelototi dokumen itu, seolah berharap tulisan itu akan berubah.

"Sejak kapan aku tanda tangan ini?" gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Pikirannya berputar cepat, mencoba mengingat setiap momen, setiap dokumen yang ia tandatangani.

Dan saat ingatan itu menyeruak, napasnya tercekat.

Terakhir kali Shanaya memintanya menandatangani beberapa dokumen... ia tidak benar-benar membaca semuanya. Ia terlalu terburu-buru. Terlalu percaya.

Reno menggertakkan rahang. Tubuhnya panas oleh amarah yang membuncah.

"Shanaya... brengsek kamu." Suara itu nyaris terdengar seperti geraman. Ia meremas kertas itu, tapi belum melepaskannya.

Matanya kembali menelusuri isi surat gugatan itu. Alasan yang tertulis membuat dadanya makin sesak.

"Perselingkuhan."

Suaranya serak, nyaris pecah. Dadanya bergemuruh oleh amarah. Wajahnya mengeras, matanya nyalang, penuh ketidakpercayaan.

"Jadi... begini caramu pergi dariku?" desis Reno, lirih namun menohok.

Dengan kasar, ia meremas kertas di tangannya hingga membentuk bola kusut, lalu melemparkannya ke tempat sampah.

"Shanaya, aku tidak pernah setuju!" teriaknya, napasnya memburu.

Tanpa pikir panjang, Reno menyambar jas yang tersampir di sandaran kursi. Kali ini, ia sendiri yang akan mencarinya. Ia tahu Shanaya tidak mungkin pergi sendiri. Seseorang pasti membantunya dan hanya satu nama yang langsung terlintas di kepalanya. Wina.

Bodohnya aku... kenapa baru sekarang terpikir soal dia? geramnya dalam hati.

Sesampainya di lingkungan apartemen Wina, matanya langsung menangkap mobil wanita itu melaju keluar dari area parkir. Tak membuang waktu, Reno menginjak pedal gas dan memotong laju mobil Wina, memaksanya berhenti.

Ia keluar dari mobil, menghampiri dengan langkah cepat dan penuh tekanan. Tangannya mengetuk kaca mobil dengan keras.

"Wina! Keluar kamu!" bentaknya.

Wina yang berada di balik kemudi mendengus, matanya melotot kesal. Hampir sajA ia celaka karena aksi nekat Reno. Ia menurunkan kaca mobil perlahan, nada suaranya tajam dan sinis.

"Ada apa? Kangen sama aku?" ejeknya tanpa ampun.

"Jangan bicara yang bikin aku jijik. Sekarang jawab, di mana Shanaya?" Reno menatap tajam, nyaris tak berkedip.

Wina justru tertawa. Gelak tawa yang dingin dan mengejek.

"Baru sekarang kamu cari sendiri? Lebih satu kali dua puluh empat jam kamu biarin istrimu hilang tanpa jejak... Otak kamu baru ada sinyal, ya? Notifikasinya baru muncul sekarang?"

Nada sindirannya tajam seperti pisau, menghujam tanpa ampun.

"Wina, aku nggak punya waktu buat main-main sama kamu. Sekarang bilang di mana Shanaya?" suara Reno tegas, nadanya menahan amarah.

Wina terdiam sejenak, menatap Reno seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Tapi kemudian ia hanya mengangkat bahu dan menjawab dingin, "Aku nggak tahu. Dan kalaupun tahu, aku nggak akan kasih tahu kamu. Lebih baik kamu cari pengacara buat urus perceraian kalian."

"Aku nggak akan pernah ceraikan Shanaya! Dengar itu baik-baik!" bentak Reno, matanya memerah, napasnya berat.

Wina menggeleng pelan, nafasnya terdengar gemas.

"Dasar egois! Kamu sadar nggak, Reno, selama ini kamu yang paling banyak nyakitin dia? Terlalu sering! Dan sekarang, saat dia akhirnya berani Pergi, kamu malah panik dan ngaku sayang? Kalau kamu masih punya hati, biarin dia bahagia dengan pilihannya."

Ia menatap Reno tajam, seperti menembus langsung ke dalam hatinya. "Udah, aku capek ngomong sama orang kayak kamu. Kamu nggak pernah bisa nerima nasihat. Nggak pernah mau dengar. Selalu kamu, kamu, kamu. EGOIS!"

Dengan itu, Wina menarik mundur mobilnya dan langsung menancap gas, meninggalkan Reno yang berdiri terpaku tertelan oleh kata-kata yang akhirnya menyadarkannya, tapi mungkin sudah terlambat.

1
css
next 💪💪💪
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
Hayurapuji: biar cepet tamat dan fokus dimari kak hehehhe
total 1 replies
css
next kakak, tak tunggu karyaMu 💪
Hayurapuji: siap kakak terimakasih
total 1 replies
Nunung Nurhayati
bagus aku suka
Hayurapuji: terimakasih kakak, ditunggu ya updatenya
total 1 replies
Nunung Nurhayati
lanjutkan kakak aku suka novel mu
css
next 💪
Miss haluu🌹
Apa jangan-jangan emg si Reno kampret mandul??🤔
Miss haluu🌹
Suruh aja calon mantu barumu itu, Bue😐
Miss haluu🌹
Reno, lu emg anj!!🔪
Hayurapuji: jangan erosi mak
total 1 replies
Miss haluu🌹
Baru nyadar, Shanaya??😏
Miss haluu🌹
Dih, kocak lu, Ren!😌
Hayurapuji
kalau ada yang kesal sama kelakuan reno, autor mau pinjemin sepatu ini buat nimpuk dia 🤣⛸️
Greenindya
ada yg lebih horor dibanding batu nisan ga🤣🤣🤣
Hayurapuji: hahahah ada kak, batu kuburan
total 1 replies
Miss haluu🌹
Shanaya habis ketemu kulkas lalu ketemu kampret😌
Hayurapuji: kyk gak da tenangnya hidup shanaya
total 1 replies
css
vote ku meluncur kak💪
Hayurapuji: terimakasih kakak, udah nyampai sini
total 1 replies
Miss haluu🌹
Ahaiii langsung gercep nih camer😆
itu jodohmu, Shanaya🤭
Miss haluu🌹
Ngasih kesempatan itu mmg ga salah, Shanaya, tapi.. itu harus ke orang yg tepat! Kalo Reno sama sekali bukan orang yg tepat😟
Miss haluu🌹
Kaget kan, lu, Ren? Dasar suami ga egois, ga guna!
Miss haluu🌹
Reno mau lu apa, sih?? Mau Shanaya atau Malika si kedele item😌
Hayurapuji: dirawat dengan sepenuh hati
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!