NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Ternodai

Cahaya Yang Ternodai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / One Night Stand / Romansa / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:484
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Hujan deras malam itu mengguyur perkampungan kecil di pinggiran kota. Lampu jalan yang redup hanya mampu menerangi genangan air di jalanan becek, sementara suara kendaraan yang melintas sesekali memecah sunyi. Di balik dinding rumah sederhana beratap seng berkarat, seorang gadis remaja duduk memeluk lututnya.

Alendra Safira Adelia.
Murid kebanggaan sekolahnya, panutan bagi teman-temannya, gadis berprestasi yang selalu dielu-elukan guru. Semua orang mengenalnya sebagai bintang yang bersinar terang di tengah gelap. Tapi hanya dia yang tahu, bintang itu kini nyaris padam.

Tangannya gemetar menggenggam secarik kertas—hasil tes yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tulisan kecil itu menghantam seluruh dunia yang telah ia bangun: positif.

Air mata jatuh membasahi pipinya. Piala-piala yang tersusun rapi di rak kamar seakan menatapnya sinis, menertawakan bagaimana semua prestasi yang ia perjuangkan kini terasa tak berarti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Tragedi Lapangan Basket

Alendra sampai di halaman sekolah dengan langkah pelan. Rambutnya tergerai, wajahnya dipaksa tersenyum, meski hatinya masih penuh beban. Begitu memasuki koridor, tiga sahabatnya langsung menghampiri.

“Lo kemana aja kemarin?” seru Selena, langsung meraih lengan Alendra.

“Lo nggak tau, kan? Ravenclaw gilaaaak banget pas nerima piala! Semua orang teriak-teriak, apalagi si Julian tuh—sok ganteng banget!” Selena berceloteh tanpa jeda, tangannya bergerak ke sana kemari seolah sedang menggambarkan adegan besar.

“Udah deh, Len pasti males dengerin lo ngoceh Ravenclaw mulu,” potong Nayla sambil melipat tangan di dada. Tatapannya lalu jatuh ke wajah Alendra. “Tapi serius, lo kemarin kenapa?”

Alendra menunduk sejenak, lalu memaksa senyum. “Ahh… gue sakit. Lupa kasih kabar.” Suaranya bergetar tipis, seakan ada sesuatu yang ia sembunyikan.

“Ohhh, pantesan.” Nayla mengangguk pelan, masih memperhatikan sorot mata sahabatnya yang berbeda dari biasanya.

“Yaelah, sakit doang. Yang penting sekarang lo udah mendingan kan?” sambung Nayla lagi.

Alendra cepat-cepat mengangguk. “Iya, udah mendingan kok.” Ia lalu menoleh ke arah lapangan yang sudah mulai ramai dengan murid-murid lain. “Nanti olahraga kan? Gue hampir lupa.”

Selena menepuk jidatnya. “Iya, olahraga. Jangan bilang lo lupa bawa baju olahraga, Len!”

Dari samping, Elvira yang sejak tadi hanya memperhatikan akhirnya angkat bicara. Suaranya datar tapi menohok. “Kalau lupa lagi, kebangetan sih. Masa pinter akademis doang, tapi nggak bisa nyiapin hal kecil.”

Alendra menggeleng cepat, senyumnya kaku. “Nggak, aman kok. Semua barang gue udah di loker.”

Tapi dalam hati, ia bisa merasakan keringat dingin mulai muncul di pelipis. Bukan karena takut lupa bawa baju olahraga, tapi karena pikiran yang menekan terus—bagaimana kalau saat olahraga nanti tubuhnya lemah? Bagaimana kalau rasa mual itu kambuh di depan teman-temannya? Bagaimana kalau… rahasianya terbongkar?

Ia menggenggam erat tali tasnya, mencoba menenangkan diri. Namun, bayangan tentang kertas hasil dokter yang masih tersimpan di dalam tas sekolahnya membuat jantungnya berdetak semakin cepat.

Bel tanda masuk berbunyi nyaring, memaksa murid-murid bergerak menuju ruang ganti. Di ruang itu, deretan loker berdiri rapi, bau parfum bercampur keringat tipis memenuhi udara. Suasana ramai, suara cewek-cewek bercanda dan tertawa mengisi ruangan.

Alendra berdiri di depan lokernya, jari-jarinya sedikit gemetar saat memutar kunci. Di sebelahnya, Selena sudah sibuk mengganti kaus sambil masih heboh cerita tentang pertandingan kemarin.

“Lo harus liat, Len! Gue sampe teriak-teriak pas Julian masuk lapangan. Astaga, gantengnya bikin gue lupa napas,” Selena tergelak sendiri, sambil mengibaskan rambutnya.

Nayla menatap Selena malas. “Lo tuh kalau ngomong cowok bisa nonstop ya, bisa kalah radio.”

Elvira, yang sedang melipat seragam sekolahnya dengan rapi, tiba-tiba melirik Alendra. “Len, lo beneran nggak apa-apa? Dari tadi gue liat lo pucet.”

Alendra buru-buru membuka pintu loker, seolah menutupi wajahnya. “Gue cuma kurang tidur kok.” Tangannya cepat-cepat mengambil baju olahraga. Tapi dalam gerakan itu, tanpa sengaja sebuah amplop putih jatuh dari tasnya.

Deg!

Alendra langsung merunduk panik, mengambil amplop itu sebelum sempat dilihat jelas oleh siapa pun. Hatinya seperti mau meloncat keluar. Itu amplop dari klinik—hasil pemeriksaan kemarin.

Selena yang masih setengah sibuk dengan sepatunya mendongak. “Eh itu apa tadi, Len? Kok lo buru-buru banget ngambilnya?”

“Nggak… nggak ada. Cuma kertas tugas.” Alendra memaksa senyum, suaranya tercekat.

Nayla menyipitkan mata, tapi memilih diam. Elvira hanya mengangkat alis tipis, lalu balik melanjutkan kegiatannya.

Dengan tangan gemetar, Alendra akhirnya berhasil mengganti pakaiannya. Namun saat ia menarik napas dalam, rasa mual tiba-tiba menyerang. Perutnya seperti berputar. Ia cepat-cepat menahan meja loker agar tidak jatuh.

“Len?” suara Nayla terdengar, kali ini lebih serius. “Lo beneran nggak apa-apa?”

Alendra memaksa berdiri tegak. “Gue… gue fine kok. Ayok, jangan sampai telat ke lapangan.”

Ia melangkah lebih dulu, mencoba terlihat normal. Tapi di dalam dadanya, rahasia itu terasa makin berat. Ia tahu, cepat atau lambat, teman-temannya pasti akan curiga.

---

Di sisi lain, tepat ketika bel masuk baru saja berhenti bergema, suasana sekolah mendadak ricuh. Gang Ravenclaw muncul dengan penuh percaya diri. Dengan seragam yang sengaja dibiarkan longgar, tas hanya disampirkan asal, dan tawa keras yang menggema, mereka melangkah menuju lapangan basket.

Tanpa basa-basi, bola basket sudah berpindah tangan. Suara dribble dan pantulan sepatu di lantai lapangan terdengar keras, membuat banyak siswa yang lewat berhenti menonton.

Padahal, ini jelas bukan jam olahraga mereka. Tapi siapa yang berani menegur? Guru-guru pun sudah terlalu lelah menasihati. Setiap kali ditegur, Ravenclaw hanya menanggapi dengan senyum sinis, atau malah balik melontarkan komentar yang membuat suasana jadi runyam.

Lagi pula, semua orang tahu—mereka selalu unggul saat ujian. Nilai akademis tak pernah jatuh, bahkan sering kali lebih tinggi daripada murid rajin. Itu sebabnya, banyak guru memilih diam, pura-pura tak melihat.

Sorak-sorai mulai terdengar dari murid-murid yang menonton. “Julian! Shoot dong!”

Dan benar saja. Julian, si kapten tak resmi dari gang itu, melompat ringan, lalu melempar bola dengan gaya santai. Bola meluncur mulus, tepat masuk ke ring. Seluruh kerumunan langsung bersorak.

“Gila, keren banget!”

Ravenclaw lain—Reynard dan Aiden—tertawa puas, menepuk punggung Julian. Mereka tahu betul pesona mereka sulit dilawan. Bukan hanya karena tampang, tapi juga karena sikap seenaknya yang entah kenapa justru makin membuat banyak murid kagum.

Beberapa siswi yang baru selesai berganti pakaian berhenti sejenak di pinggir lapangan, terpesona. “Astaga, mereka beneran kayak seleb, ya?” bisik salah satu.

Sementara itu, dari kejauhan, langkah Alendra dan sahabat-sahabatnya mulai memasuki area lapangan untuk bersiap olahraga. Suara gaduh dari Ravenclaw membuat Alendra semakin merasa tercekam. Jantungnya berdetak lebih cepat, bukan hanya karena suara sorak itu, tapi juga karena ia tahu—dalam keadaan tubuhnya yang masih rapuh, menghadapi tatapan banyak orang di lapangan akan jadi mimpi buruk.

Julian sempat melirik sekilas ke arah Alendra, senyum tipis terangkat di bibirnya. Senyum yang entah bermakna ejekan atau sekadar kebiasaan. Namun bagi Alendra, itu cukup membuat kakinya seolah membeku di tempat.

---

Lapangan olahraga dipenuhi suara teriakan dan tawa. Matahari mulai meninggi, membuat panas menyengat kulit para siswa. Guru olahraga, Pak Damar, meniup peluit panjang tanda dimulainya sesi pemanasan.

“Cepet! Baris dua!” teriaknya lantang.

Alendra ikut berbaris bersama teman-temannya. Dari luar, ia tampak biasa saja, ikut menunduk, lompat kecil, dan menggerakkan tangan. Tapi di dalam, tubuhnya terasa jauh lebih berat dari biasanya. Perutnya sesekali terasa kaku, napasnya juga lebih cepat. Ia mencoba menyembunyikan itu, menahan senyum, berusaha terlihat normal.

“Len, lo gapapa?” bisik Nayla yang berdiri di sampingnya.

Alendra hanya mengangguk cepat. “Iya, gue gapapa kok.”

Setelah pemanasan, permainan bola dimulai. Kali ini, basket. Suara riuh langsung pecah begitu gang Ravenclaw juga masuk ke lapangan. Mereka memang bukan bagian dari kelas Alendra, tapi dengan seenaknya ikut campur. Guru pun hanya menggeleng, sudah terlalu sering melihat tingkah mereka.

Rayven, dengan tubuh tinggi tegap dan tatapan tajam, sudah memegang bola. Ia berlari, menggiring, memutar tubuh, lalu melempar keras ke arah rekan satu timnya. Lemparan itu cepat—terlalu cepat.

Bola meleset.

Bukk!!

Suara keras terdengar ketika bola tepat menghantam sisi kepala Alendra. Tubuhnya langsung terhuyung, matanya berkunang-kunang. Semua orang yang berada di dekatnya terdiam sejenak sebelum suara panik pecah.

“ALENDRAAA!” teriak Selena.

Nayla dan Elvira buru-buru menghampiri, tapi Rayven yang paling dulu bergerak. Wajahnya pucat, tangannya refleks meraih bahu Alendra yang hampir jatuh.

“Shit… Len!” suaranya terdengar panik, jauh berbeda dari biasanya yang dingin dan sinis.

Alendra menahan pusing, tangannya memegang perut tanpa sadar. Itu hanya sepersekian detik, tapi cukup membuat Rayven melihatnya. Sesuatu menusuk dalam pikirannya, rasa curiga bercampur takut.

“Lo bisa jalan?” tanya Rayven cepat, nadanya penuh desakan.

Alendra menggeleng, wajahnya pucat pasi.

Tanpa menunggu, Rayven langsung mengangkat tubuh Alendra dengan gaya bridal carry. Semua orang yang melihatnya spontan terdiam, lalu berbisik-bisik.

“Eh, gila… Rayven bawa Alendra?”

“Bukannya dia biasanya cuek banget ya?”

“Ada apa sih sebenernya?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!