NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Bab 16

Langit subuh masih kelabu ketika Yasmin terbangun dengan mata sembab. Semalam ia menangis sampai tubuhnya gemetar, hingga akhirnya tertidur di pangkuan Nek Wan. Kini, bangun dengan cahaya redup masuk dari celah jendela, hatinya terasa kosong, seperti ada bagian yang hilang.

Ia duduk lama di tepi ranjang, memandangi lantai kayu yang dingin. Suara ayam jantan dari kejauhan tak mampu mengalihkan pikirannya. Yang terbayang hanya wajah ayahnya, senyum yang dulu selalu menenangkannya, dan pengakuan Ziyad yang terus terngiang.

“Jadi benar, Ayah… lelaki yang kupilih ini, lelaki yang kusebut rumah… ternyata bagian dari malam yang merenggutmu,” ucap Yasmin lirih dengan nada getir.

Air matanya kembali jatuh. Ia menutup wajahnya dengan tangan, lalu berbisik dalam doa. “Ya Allah… bagaimana aku bisa mencintai lelaki yang terkait dengan luka keluargaku sendiri? Bagaimana aku bisa setia pada janji ibu Ziyad, sementara darahku sendiri menjerit?” ucapnya parau dengan suara pecah.

Nek Wan masuk perlahan, membawa secangkir teh hangat. Ia menatap cucunya dengan sorot mata yang penuh lelah. “Min, kau belum makan sejak kemarin. Jangan siksa dirimu,” ucapnya lirih dengan nada cemas.

Yasmin menerima teh itu dengan tangan gemetar, namun hanya menatap cairan bening yang mengepulkan asap tipis. “Aku tak lapar, Nek,” ucapnya lirih dengan nada murung.

Nek Wan duduk di sampingnya, mengelus pundaknya. “Kau gadis kuat, Min. Tapi jangan keras kepala. Ingat, ayahmu meninggalkanmu saat kau masih kecil. Sejak itu, aku yang menjaga. Aku tak mau kehilanganmu juga,” ucapnya lirih dengan nada penuh kasih.

Yasmin menunduk, tangisnya pecah. “Aku bingung, Nek. Aku mencintainya… tapi luka ini juga nyata. Apa cinta harus sesakit ini?” ucapnya putus asa dengan suara pecah.

Nek Wan menarik napas berat, lalu menatap jauh. “Cinta itu indah kalau dibangun di atas restu dan doa. Tapi cinta juga bisa jadi racun kalau berdiri di atas luka,” ucapnya lirih dengan nada getir.

***

Di sisi lain, Ziyad duduk di serambi rumahnya, tatapannya kosong. Sejak semalam, ia tidak tidur. Bayangan malam kecelakaan itu datang berulang-ulang. Ia melihat wajah tunangannya, Aulia, menjerit sebelum terlempar. Ia melihat ayah Yasmin berlari, mencoba menolong, lalu jatuh tak bergerak. Dan kini, wajah Yasmin bercampur di antara mereka, menangis, menatapnya penuh luka.

Tangannya bergetar, ia menutup wajahnya. “Ya Allah, sampai kapan aku harus hidup dengan dosa ini? Sampai kapan aku harus melihat mata Yasmin basah karena aku?” ucapnya lirih dengan nada penuh sesal.

Ia memukul dadanya sendiri, seolah ingin mengeluarkan rasa sakit itu. “Aulia… maafkan aku. Pak Rahman… maafkan aku. Dan Yasmin… aku tak tahu harus bagaimana lagi,” ucapnya lirih dengan suara pecah.

***

Hari-hari berikutnya menjadi siksaan. Yasmin jarang keluar rumah. Kalau pun ia pergi, hanya sebentar, lalu cepat kembali. Warga desa mulai berbisik lagi.

“Pantas saja cinta mereka dilarang. Dulu ayahnya mati karena tragedi itu, sekarang cucunya malah dekat dengan penyebabnya,” ucap seorang ibu dengan nada mencibir.

“Kasihan Nek Wan. Sudah tua, masih harus menjaga cucu yang keras kepala,” sahut yang lain dengan nada prihatin.

Bisik-bisik itu sampai ke telinga Yasmin, membuat hatinya makin runtuh. Ia merasa semua mata menuduh, semua mulut menuding.

Ridho beberapa kali datang membawa makanan, berusaha menghiburnya. “Min, kau tak harus begini. Aku ada untukmu. Kau tahu, sejak dulu aku selalu menjaga jarak tapi diam-diam menaruh hati. Biarkan aku yang melindungimu dari semua gosip ini,” ucapnya tulus dengan nada lembut.

Yasmin menatapnya dengan mata merah. Ia tahu Ridho baik, ia tahu kehadirannya bisa menjadi jalan keluar. Tapi hatinya tetap terikat pada Ziyad. “Ridho… aku berterima kasih. Tapi hatiku bukan untukmu,” ucapnya lirih dengan nada tegas.

Ridho menunduk, senyumnya pahit. “Aku tahu. Tapi aku tidak akan berhenti melindungimu, walaupun kau tidak pernah melihatku lebih dari sekadar sahabat,” ucapnya lirih dengan nada getir.

***

Suatu sore, Ziyad memberanikan diri datang ke rumah Nek Wan. Pagi itu ia berwudhu berkali-kali, berdoa, lalu berjalan dengan langkah berat menuju rumah kayu itu.

Ketukan pintunya disambut wajah Nek Wan yang muram. “Kau masih berani datang, Ziyad?” ucapnya dingin dengan nada sinis.

Ziyad menunduk hormat. “Nek Wan, izinkan aku bicara. Hanya sebentar. Aku ingin menjelaskan lagi pada Yasmin,” ucapnya lirih dengan nada memohon.

Nek Wan menatapnya tajam. “Kau sudah jelaskan semalam. Dan itu cukup untuk membuat cucuku menangis semalaman. Apa kau ingin menambah luka lagi?” ucapnya keras dengan nada marah.

“Tidak, Nek. Aku ingin menenangkan hatinya. Aku ingin dia tahu bahwa aku akan menanggung semua, bukan dia,” ucap Ziyad lirih dengan nada tegas.

Yasmin yang mendengar suara mereka dari dalam kamar segera keluar. Wajahnya pucat, matanya bengkak. “Ziyad… jangan datang lagi. Aku tidak kuat,” ucapnya lirih dengan nada parau.

Ziyad menatapnya, air matanya jatuh. “Min… aku mencintaimu. Aku tahu aku bagian dari malam itu, tapi cintaku padamu tulus. Jangan hukum aku dengan menjauh. Biarkan aku menebus dengan kebersamaan kita,” ucapnya getir dengan nada memohon.

Yasmin menggeleng cepat, tangisnya pecah. “Aku ingin… tapi bayangan Ayah selalu muncul saat aku melihatmu. Aku takut, Ziyad. Aku takut cinta kita hanya akan melahirkan luka baru,” ucapnya lirih dengan suara pecah.

Ziyad terdiam, dadanya sesak. “Kalau begitu… hukum aku dengan kebencianmu. Asal jangan kau hilang dari hidupku,” ucapnya lirih dengan nada putus asa.

Ridho yang kebetulan lewat melihat adegan itu. Ia segera mendekat, wajahnya penuh amarah. “Sudah cukup, Ziyad! Kau sudah membuat Yasmin menangis lagi. Pergi dari sini sebelum aku yang mengusirmu!” ucapnya lantang dengan nada marah.

Ziyad menoleh, rahangnya menegang. “Ini antara aku dan Yasmin, Ridho. Jangan ikut campur,” ucapnya tajam dengan nada dingin.

Ridho maju, menatapnya dari dekat. “Aku ikut campur karena aku tak tahan melihatnya hancur. Kau sudah cukup menghancurkan satu keluarga. Jangan tambah lagi dengan merenggut Yasmin,” ucapnya keras dengan nada tegas.

Yasmin berteriak, air matanya mengalir. “Berhenti! Aku sudah tidak sanggup melihat kalian bertengkar. Aku sudah cukup tersiksa!” ucapnya lirih dengan suara pecah.

Suasana membeku. Ziyad menunduk, air matanya jatuh lagi. Ia berbalik perlahan, melangkah pergi dengan langkah berat.

***

Malam itu, Yasmin duduk di kamar. Lampu minyak menyala redup. Ia memeluk mushaf Al-Qur’an peninggalan ayahnya. Air matanya membasahi halaman-halaman yang dulu sering mereka baca bersama.

“Ya Allah… aku mencintainya. Tapi aku juga mencintai Ayahku. Apa aku harus memilih antara keduanya? Aku tidak sanggup…” ucapnya lirih dengan suara pecah.

Ia terisak, memejamkan mata. Dalam diam, ia seakan mendengar suara ayahnya dulu. “Jaga dirimu baik-baik, Min. Jangan biarkan hatimu terluka.”

Yasmin memegang dadanya erat. “Ayah… kalau kau masih hidup, apa kau akan merestui aku dengan dia? Atau kau akan melarangku? Aku butuh jawabanmu…” ucapnya lirih dengan nada getir.

Tangisnya tak berhenti sepanjang malam. Ia berdoa, memohon petunjuk, berharap sebuah cahaya datang di tengah gelapnya luka yang membekam.

***

Sementara itu, Ziyad duduk sendirian di serambi rumahnya. Hujan kembali turun, membasahi tanah, seperti mengulang malam tragedi. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, tubuhnya bergetar.

“Ya Allah… aku mencintainya. Tapi aku juga tak bisa melawan takdir. Jika cintaku hanya membuatnya terluka, ambil saja nyawaku. Asal jangan ambil Yasmin dari hatiku,” ucapnya lirih dengan suara pecah.

Di dua tempat berbeda, dua hati berdoa dengan luka yang sama. Tapi doa itu terbelah: satu memohon kekuatan untuk melepaskan, satu memohon kesempatan untuk bertahan.

Cinta mereka kini benar-benar berada di persimpangan jalan yang kelam.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!