NovelToon NovelToon
BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:762
Nilai: 5
Nama Author: Lina Hwang

Xandrian Elvaro, pria berusia 30 tahun, dikenal sebagai pewaris dingin dan kejam dari keluarga Elvaro Group. Sepeninggal ayahnya, ia dihadapkan pada permintaan terakhir yang mengejutkan: menikahi adik tirinya sendiri, Nadiara Elvano, demi menyelamatkan reputasi keluarga dari skandal berdarah.

Nadiara, 20 tahun, gadis rapuh yang terpaksa kembali dari London karena surat wasiat itu. Ia menyimpan luka masa lalu bukan hanya karena ditinggal ibunya, tetapi karena Xandrian sendiri pernah menolaknya mentah-mentah saat ia masih remaja.

Pernikahan mereka dingin, dipenuhi benteng emosi yang rapuh. Tapi kebersamaan memaksa mereka membuka luka demi luka, hingga ketertarikan tak terbendung meledak dalam hubungan yang salah namun mengikat. Ketika cinta mulai tumbuh dari keterpaksaan, rahasia kelam masa lalu mulai terkuak termasuk kenyataan bahwa Nadiara bukan hanya adik tiri biasa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Hwang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cinta atau Sekedar Nafsu

Malam kembali turun dengan pelan. Di kamar mereka, suasana lebih tenang dari sebelumnya, tapi tidak sepenuhnya damai. Setelah semua pelukan dan pengakuan, ada satu pertanyaan yang terus berputar di kepala Nadiara apakah ini cinta atau hanya pelarian?

Ia duduk di pinggir ranjang, membelakangi Xandrian yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kamu terlihat seperti orang yang sedang berpikir terlalu dalam," gumam Xandrian sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Nadiara tidak langsung menjawab. Pandangannya menerawang ke dinding kosong di hadapannya, seolah berharap ada jawaban yang bisa tertulis di sana.

"Kamu pernah mencintai sebelumnya?" tanyanya akhirnya, pelan namun tajam.

Xandrian berhenti. Gerakan tangannya terhenti di tengah jalan. "Kenapa kamu tanya begitu?"

"Aku butuh tahu " jawabnya tanpa menoleh. "Apakah yang kamu rasakan padaku… berbeda? Atau hanya karena kita terjebak dalam situasi ini, dan tubuh kita saling menyatu lebih dulu sebelum hati?"

Suasana kamar seketika menjadi berat. Sunyi. Seperti udara di antara mereka dipenuhi ribuan pertanyaan yang tidak terucap.

Xandrian mendekat, duduk di sebelahnya. Ia meletakkan handuk ke samping dan memandangi wajah Nadiara dari sisi.

"Kamu pikir aku hanya menginginkanmu karena nafsu?" suaranya datar, tapi matanya menyiratkan luka yang dalam.

"Aku tidak tahu. Tapi aku takut," bisik Nadiara. "Takut bahwa semua ini hanya sesaat. Bahwa setelah ini… kau akan pergi. Dan aku akan kembali merasa kosong."

Xandrian menggenggam tangannya. Hangat, kuat, tapi tak memaksa. “Aku pernah tidur dengan wanita lain” katanya tanpa ragu. “Banyak, bahkan. Tapi tidak pernah satu pun yang membuatku ingin pulang lebih cepat. Tidak pernah ada yang membuatku ingin belajar memaafkan diriku sendiri.”

Nadiara menoleh perlahan. “Dan aku?”

"Kamu… membuatku ingin berhenti menjadi Xandrian yang lama."

Jantung Nadiara berdebar, tapi ia menahan diri. Ia menatap mata pria itu dengan sorot penuh penantian.

"Kalau begitu, buktikan," katanya lirih. "Jangan sentuh aku malam ini. Jangan cium aku. Jangan peluk aku. Cukup temani aku bicara. Kalau kamu bisa melakukan itu, maka aku akan percaya bahwa ini cinta."

Xandrian mengangkat alis, lalu tersenyum kecil. "Permintaan yang berat. Tapi baiklah."

Dan begitulah, malam itu bukan malam penuh desah dan nafas memburu seperti biasanya. Malam itu diisi dengan keheningan yang perlahan mencair oleh percakapan. Mereka duduk bersandar di kepala ranjang, masing-masing dengan bantal di pangkuan.

"Kenapa kamu selalu terlihat seperti seseorang yang membawa beban dunia di bahunya?" tanya Nadiara, memulai.

Xandrian menghela napas. "Karena mungkin aku memang melakukannya. Sejak kecil, aku diajarkan untuk menjadi tangguh. Emosiku bukan sesuatu yang penting. Yang penting adalah hasil. Prestasi. Kekuasaan."

Nadiara mendengarkan dengan seksama. Ia belum pernah mendengar Xandrian bicara tentang dirinya sedalam ini.

"Ayahku seorang yang keras. Kalau aku menangis, dia anggap aku lemah. Jadi aku belajar menahan air mata. Kalau aku marah, dia suruh aku menghilang. Jadi aku belajar diam. Tapi semua itu… membuatku jadi orang yang tidak tahu bagaimana caranya merasa."

Ia melirik Nadiara, sejenak. "Sampai aku bertemu kamu."

Hati Nadiara mencelus. Ia ingin memeluknya saat itu juga. Tapi ia ingat permintaannya sendiri.

Giliran Nadiara yang bicara. Ia menceritakan kenangan masa kecilnya di London. Tentang taman bunga di belakang rumah bibinya. Tentang salju pertama yang ia lihat sambil mengenakan jaket tiga lapis. Tentang ibunya yang selalu mencium dahinya setiap malam sebelum tidur kebiasaan yang hilang sejak sang ibu meninggal.

"Aku takut mencintai karena aku takut kehilangan," akunya. "Setiap orang yang aku cintai… pergi. Entah karena kematian, jarak, atau waktu. Aku lelah merasa sendiri."

Xandrian menatapnya dalam-dalam. Wajahnya tanpa topeng. Tidak ada sinis, tidak ada amarah. Hanya mata seorang pria yang mendengarkan dengan tulus.

"Kamu tidak sendiri sekarang," katanya pelan.

"Aku ingin percaya itu. Tapi aku juga tahu, cinta tidak hanya tentang kata-kata."

"Aku akan buat kamu percaya. Tapi bukan malam ini. Bukan dengan sentuhan. Tapi dengan waktu."

Setelah itu, mereka bicara tentang hal-hal kecil. Lagu favorit yang ternyata sama: "Fix You" dari Coldplay. Mimpi Xandrian untuk suatu hari menyetir mobil keliling Eropa. Ketakutan Nadiara terhadap gelap, sejak kecil, dan cara ia selalu menyalakan musik saat tidur agar tidak merasa sendiri.

Waktu berjalan pelan, tapi mereka tidak merasa bosan. Bahkan saat hening kembali turun, itu bukanlah hening yang canggung. Melainkan hening yang nyaman seperti dua jiwa yang saling tahu, bahwa mereka kini tengah mencoba saling membuka diri.

Saat jam menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh, mata Nadiara mulai terasa berat. Ia menggeliat kecil, lalu menyandarkan kepalanya ke bantal.

"Aku ngantuk" gumamnya.

Xandrian ikut berbaring, tapi menjaga jarak. Ia menarik selimut hingga menutupi dada mereka.

"Selamat malam, Nadiara," bisiknya dan mengecup kening Nadiara.

Nadiara menggenggam tangannya di atas selimut. Erat, seolah tak ingin melepaskan.

"Terima kasih… karena tidak menyentuhku malam ini."

"Aku menyentuh hatimu, itu lebih penting."

Dan malam itu mereka tertidur, tidak ada pelukan, tidak ada ciuman. Hanya dua tangan yang saling menggenggam erat di atas selimut. Dalam diam, mereka mulai memahami satu hal penting bahwa cinta sejati bukan hanya tentang hasrat, tapi juga tentang mendengarkan, memahami, dan bertahan meski tanpa kata, tanpa sentuhan.

Dan untuk pertama kalinya Nadiara tidur tanpa rasa takut. Karena untuk pertama kalinya pula, ia percaya, bahwa Xandrian bisa menjadi rumah yang tak pernah ia miliki.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!