NovelToon NovelToon
Cintaku Kepentok Bos Dingin

Cintaku Kepentok Bos Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Angst
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Erika Ponpon

Nagendra akankah mencair dan luluh hatinya pada Cathesa? Bagaimana kisah selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erika Ponpon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Siang itu, suasana kantor Alejandro Group agak berbeda. Beberapa staf perempuan mulai berbisik-bisik ketika seorang wanita cantik dengan penampilan elegan memasuki lobi utama. Rambut panjangnya tergerai lembut, senyum manis tak lepas dari bibirnya.

Alesha, wanita dari masa lalu Nagendra, datang lagi—kali ini dengan tangan membawa sebuah kotak bingkisan yang dibungkus rapi.

“Permisi, saya ingin bertemu Pak Nagendra. Saya sudah ada janji tidak resmi.”

Receptionist yang mengenalnya segera mengantar ke lantai atas.

Di ruangan kerja Nagendra, Cathesa sedang sibuk mengetik laporan saat pintu terbuka pelan.

“Hai… lama nggak ketemu, Cathesa.”

Suara Alesha membuat Cathesa menoleh cepat.

Ia berusaha tersenyum sopan meski hatinya seperti ditarik turun.

“Oh, Kak Alesha. Selamat datang kembali.”

Alesha mendekat sambil tersenyum.

“Aku habis dari Eropa. Lihat, aku bawakan oleh-oleh untuk Nagendra.”

Sebelum Cathesa bisa menjawab, Nagendra muncul dari balik ruangannya, melihat ke arah Alesha dengan ekspresi datar.

“Alesha.”

“Nagendra,” jawab Alesha ringan, lalu menyodorkan bingkisan.

“Ini cokelat favoritmu. Masih ingat? Waktu dulu kita…”

“Terima kasih,” potong Nagendra singkat.

Cathesa mencuri pandang. Dia berusaha terlihat fokus pada laptop, tapi telinganya tak bisa menolak menangkap percakapan mereka.

“Kamu sibuk?” tanya Alesha sambil duduk santai.

“Selalu,” jawab Nagendra, lalu melirik Cathesa. “Cathesa, bisa tolong siapkan ruangan meeting kecil untuk lima belas menit ke depan?”

“Baik, Pak,” jawabnya, cepat-cepat berdiri walau hatinya terasa aneh.

Alesha menatap Cathesa pergi, lalu berbalik ke Nagendra.

“Dia cantik. Sekretarismu?”

“Dan sangat kompeten,” jawab Nagendra tanpa ragu.

Alesha tersenyum miring.

“Apa cuma sekretaris?”

“Alesha… jangan mulai,” suara Nagendra rendah tapi tegas.

Sementara itu, Cathesa berdiri di luar ruangan, memegang tablet, mencoba tidak terlalu mendengarkan… padahal hatinya riuh. Ia tahu Alesha bukan wanita biasa. Ia tahu, perasaannya sendiri bukan sekadar kekaguman biasa.

“Kenapa aku harus peduli? Ini bukan urusanku…”

Tapi kalimat itu hanya tinggal di kepala. Di hatinya, jawabannya lain.

Cathesa kembali ke ruang kerja setelah menyiapkan ruangan meeting. Ia melapor dengan nada netral.

“Ruangan sudah siap, Pak.”

“Terima kasih,” jawab Nagendra singkat, namun kali ini ada nada halus dalam suaranya.

Alesha bangkit dari kursi, berjalan mengikuti Nagendra, lalu sebelum keluar ruangan, menoleh ke Cathesa.

“Cathesa, kamu juga ikut, ya. Biar kita bisa ngobrol lebih banyak.”

Nada manisnya terlalu manis, membuat Cathesa langsung paham: ini bukan ajakan biasa.

Di ruang meeting kecil

Alesha dengan santai duduk di samping Nagendra—sedikit terlalu dekat menurut Cathesa yang duduk di seberang meja.

“Aku suka interior kantor barumu, Nagendra. Lebih dewasa, lebih… kamu,” ucap Alesha sambil menyentuh lengan pria itu pelan.

Nagendra menepis sentuhan itu secara halus, lalu menatap ke Cathesa.

“Catat saja poin-poin penting. Kita tidak akan lama.”

Alesha tidak kehabisan akal.

“Cathesa, kamu sudah berapa lama kerja di sini? Sepertinya kamu sangat nyaman dengan posisi sekarang.”

“Sudah hampir dua tahun,” jawab Cathesa, tersenyum sopan.

“Wah, hebat. Dari gaya bicaramu, aku kira kamu lebih cocok jadi… hmm, guru TK mungkin?”

Cathesa hampir tertawa, tapi ia menahan.

“Wah, mungkin karena saya terbiasa menghadapi banyak karakter ya, jadi harus sabar dan tenang.”

Nagendra menahan senyum.

Alesha menyipitkan mata—serangannya tak berhasil.

Setelah meeting selesai, Alesha pamit. Tapi sebelum pergi, ia sempat membisik pada Nagendra,

“Kita belum selesai, Nagendra. Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengambil tempatku.”

Nagendra menatap lurus, ekspresinya dingin seperti biasa. Tapi matanya melirik ke arah Cathesa yang tengah membereskan dokumen. Ada sesuatu yang bergetar dalam dirinya—hal yang tidak pernah ia rasakan dulu, bahkan saat bersama Alesha.

Sementara itu, di pantry, dua rekan kerja Cathesa mulai bergosip.

“Tadi liat nggak? Wanita itu kayak mau makan Cathesa hidup-hidup.”

“Aku dengar dia mantan Pak Nagendra. Waduh… saingannya berat.”

Cathesa masuk, mendengar sepotong kalimat mereka sebelum pura-pura tak tahu. Ia mengisi air minum, senyum kecut tergantung di wajahnya.

“Ini belum apa-apa, Cath… kamu belum boleh goyah.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di sebuah kafe mewah, Adeline duduk sendirian dengan ponsel di tangannya. Ia menyesap latte perlahan sambil menatap layar, membaca pesan masuk dari salah satu staf bagian administrasi di Alejandro Group—mata-matanya.

📩 “Bu, hari ini Alesha datang lagi ke kantor. Dia bawa oleh-oleh untuk Pak Nagendra. Bahkan sempat meeting kecil di ruang rapat.”

Jari Adeline mengetuk meja dengan irama tidak sabar. Matanya menyipit.

“Perempuan satu itu belum kapok rupanya.”

Ia menggulir layar, melihat beberapa foto diam-diam yang dikirim oleh si mata-mata—tampak Alesha berdiri di samping Nagendra, bahkan salah satu saat mereka berjalan keluar ruang rapat bersama Cathesa.

Adeline menggertakkan gigi pelan.

“Bagus, dua-duanya sudah mulai cari masalah.”

Ia menutup ponsel, lalu meraih tas kecilnya. Tatapannya penuh rencana.

“Kalau Cathesa gadis biasa yang ingin naik kelas, Alesha lebih bahaya… dia bisa mengubah jalan permainan. Tapi aku yang pegang papan catur.”

Dia segera menghubungi asistennya pribadi.

“Persiapkan makan malam bersama Nyonya Anneliese besok. Kita perlu bicara soal pengamanan posisi.”

Sementara itu, di kantor…

Cathesa tak tahu bahwa ada mata-mata yang memperhatikannya, mencatat interaksi kecilnya dengan Nagendra. Setiap senyuman, setiap percakapan ringan—semuanya dikemas dan dikirim sebagai bahan bakar kecemburuan dan kekuasaan Adeline.

Di ruangannya sendiri, Nagendra duduk menyendiri, memandangi bingkisan dari Alesha di sudut meja, lalu beralih ke secarik memo tulisan tangan Cathesa:

“Meeting jam 4 sudah saya atur. Tolong jangan lupa makan siang, Pak.”

Ia terdiam, menggenggam memo itu sebentar, lalu menyimpannya ke dalam laci.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Suasana kantor yang mulai tenang setelah kepergian Alesha mendadak berubah begitu seorang pria tinggi dengan setelan semi-formal berwarna biru gelap dan kacamata hitam memasuki lobi.

Ravel, si sahabat flamboyan Nagendra, masuk dengan gaya santai bak selebritas yang sedang mampir dadakan.

“Hey, semua! Ini kantor Alejandro Group atau bandara? Soalnya panas banget suasananya.”

Resepsionis bingung tapi terkekeh.

“Pak Nagendra di lantai atas, Pak Ravel.”

“Perfecto. Gue udah lama nggak lihat wajah ketus sahabatku itu.”

Naik ke atas tanpa banyak basa-basi, Ravel membuka pintu ruang kerja Nagendra tanpa mengetuk.

“Yo, bro! Masih hidup? Atau udah beku sepenuhnya?”

Nagendra mengangkat alis.

“Lo ngapain di sini?”

“Kangen. Dan… penasaran.”

Ravel menoleh ke Cathesa yang sedang mengetik.

“Ah, ini pasti sekretaris legendaris yang katanya bikin Bos Beku bisa meleleh.”

Cathesa hampir tersedak air minum, buru-buru menunduk.

“Selamat siang.”

“Cantik dan sopan. Waduh, hati-hati, Nag—gue bisa naksir juga kalau lo terlalu lambat.”

Nagendra menghela napas berat.

“Ravel, jangan mulai.”

Ravel berjalan ke arah meja Nagendra, melihat bingkisan dari Alesha.

“Oh? Ini dari Alesha ya? Dia belum pindah benua rupanya.”

Nagendra tak menjawab.

Ravel lalu duduk santai, kakinya disilangkan.

“Gue juga dengar dari bocorannya… Adeline makin agresif, ya?”

“Ravel.”

“Oke, oke, gue diem.”

Tapi kemudian ia berbisik pada Nagendra,

“Cuma satu saran, dari seorang playboy profesional: jangan nikahi orang yang bahkan tidak bisa membuat lo tertawa.”

Ia menoleh sebentar ke arah Cathesa.

“Atau membuat lo diam tapi tenang.”

Cathesa berpura-pura tidak dengar, tapi telinganya panas.

1
Rian Moontero
lanjuutt🤩🤸
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!