Rudi seorang anak muda berumur 23 tahun, dari kota Medan.
Berbekal ijazah Diploma bertitel Ahli Madya, Dia berhasrat menantang kerasnya kota Batam.
Di kota ini, akankah dia menggapai cita, cinta dan masa depannya?
Karya ini terinspirasi dari kisah nyata seorang teman. Ditambah bumbu-bumbu imajinasi penulis.
Cerita tanpa basa-basi dan tanpa ditutup-tutupi. Hitam putihnya kehidupan anak manusia menjadi Abu-abu.
Ini bukan kisah seorang pahlawan tanpa cela dan juga bukan sholeh tanpa dosa.
Inilah realita kesalahan manusia yang diiringi sedikit kebaikan.
Selamat Membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Manik Hasnan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.15 Hasil Keringat Perdana
Pagi buta Rudi telah bangun dari mimpi malamnya. Jam menunjukkan pukul lima kurang lima belas menit. Dia lalu bersegera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sehabis membersihkan diri dan mengambil wudhu' Rudi lalu mendirikan sholat shubuh.
Selesai sholat shubuh sebaris do'a dipanjatkan. Satu harapan, "Ya Allah, aku tak meminta kaya. Aku hanya ingin bertahan hidup" mohonnya.
Kemudian dia bergegas ke dapur untuk membuat secangkir kopi.
Dia lalu membawa kopi menuju belakang rumah, duduk memandang sekeliling yang masih temaram.
"Aku bersyukur atas jiwaku yang tak tertaklukkan." gumamnya. Sambil menghisap harapan dan meneguk kedamaian yang terasa pahit.
Tiba-tiba lamunannya buyar mendengar suara bising dari arah parit.
"Eh.. itu seperti suara ruak-ruak." fikir nya.
"Sepertinya jiwa berburu ku meronta. Tunggu saja sebentar lagi kalian akan masuk dalam kandang." dengan senyum jahat.
Kemudian Rudi segera mempersiapkan peralatan jerat. Untuk menangkap kawanan burung khas rawa tersebut.
Rudi lalu menyiapkan tali pancing yang kebetulan ada di dapur, mungkin Sardi suka mancing pas waktu senggangnya.
Setelah benang pancing siap, lalu Rudi berjalan menuju seberang parit dan mulai menebang pohon kecil seukuran jempol tangan untuk nantinya digunakan sebagai joran jeratnya.
Lima pohon telah dibersihkan dari rantingnya. Kemudian Rudi mulai merakit jeratnya di belakang rumah.
Setelah lima jerat selesai dirakit, Rudi kemudian berjalan menuju pinggiran parit yang di seberang. Kemudian membersihkan area lokasi tersebut menyerupai jalan setapak. Setelahnya menambah lumpur di sepanjang jalan. Kemudian mengolah lumpur tersebut sedemikian rupa menyerupai jalan yang disemen. Sehingga kelihatan bersih dan enak dipandang.
Perlu diketahui burung ruak-ruak adalah binatang yang suka tempat bersih. Dengan melihat jalanan layaknya semen maka pasti nantinya akan memilih jalan tersebut untuk dilaluinya.
Setelah jalan setapak terbentuk sekitar 10 meter. Rudi kemudian mulai memasang jebakan atau jerat yang telah dirakit. Setiap dua meter satu jerat dipasang. Hingga selesai jerat yang kelima.
Rudi lalu meninggalkan lokasi jerat tersebut dan melanjutkan lamunannya.
Selang waktu lima belas menit, terjadi kehebohan di lokasi jerat Rudi. Ada suara seperti sayap yang mengepak.
"Waw.. pasti sudah kena." ucap Rudi sambil berlari menuju pinggiran parit.
Dan ternyata yang difikirkan terjadi. Seekor burung ruak-ruak telah menggantung di jerat. Rudi kemudian mendekati jerat tersebut dan menarik benang jerat mendekat. Secara langsung burungnya juga mendekat tak berdaya. Dengan satu gerakan Rudi menangkap burung tersebut. Kemudian melepas benang jerat dari kaki burung. Setelah itu memasang jerat kembali.
Dengan perasaan senang Rudi berjalan menuju rumah dan memasukkan burung ruak-ruak ke kandang di samping rumah.
Hari mulai pagi, Rudi lalu bergegas untuk mulai bekerja. Sore kemarin Rudi telah mengumpulkan 60 angkong atau gerobak pasir. Untuk mencapai satu lori, dibutuhkan 30 gerobak pasir lagi.
Sampai di parit Rudi mulai menggenggam gagang sekopnya.
"Bismillah" dengan pelan.
Dengan semangat juang 80-an Rudi mulai mengeruk pasir dan mengumpulkannya.
Sekitar matahari sepenggalahan naik, perut Rudi mulai keroncongan. Dari pagi perutnya baru diisi kopi.
"Saatnya masak." gumamnya.
Kemudian dia segera menghentikan kegiatannya. Dia lalu melangkah menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Kemudian menuju dapur untuk mulai memasak. Sekitar satu jam, masakan telah siap disantap. Kebetulan Sardi baru pulang kerja.
"Wah.. ada burung tiga ekor . Dari mana Rud?" sambil mengamati kandang di sebelah rumah.
"Tadi aku jerat, bang." jawab Rudi.
"Yuk makan bareng bang, kebetulan masih hangat ni." ajak Rudi.
"Kebetulan benar aku juga belum sarapan. Kuylah." jawab Sardi dengan semangat.
Mereka pun menikmati santap pagi hari itu dengan lahapnya. Walau hanya dengan lauk seadanya mi instan dicampur kangkung liar. Tapi terasa seperti nikmat makan capcay.
Entahlah.
"Rud, kamu tidak berniat menjual burung-burung itu?" tanya Sardi sambil menyodorkan sisa makanannya ke dalam kandang.
"Memangnya ada yang mau beli, bang?" tanya Rudi berharap.
"Di depan ruli kita ini kan ada perumahan Kodim xxx, biasanya anak-anak dari Kodim tersebut suka pelihara burung. Nanti kalau mereka jalan kemari, tawari saja." ucap Sardi.
"Hmm.. Ternyata ada juga pasarnya. Semakin menarik saja." gumam Rudi sambil tersenyum.
"Aku mau lanjut kerja bang." ucap Rudi.
"Baiklah, lanjut saja Rud. Aku juga mau rehat." balas Sardi.
Waktu berjalan dengan cepat, pasir terkumpul sudah mencapai seratus gerobak. Tumpukan nya kelihatan seperti bukit mungil. Waktu sekitar pukul 15 sore. Menurut info dari bang Sagala biasanya lori datang pada saat ini. Dan benar saja, raungan mesin terdengar disertai suara klakson pertanda akan memuat pasir. Dengan cepat Rudi bergerak menemui supir lori tersebut dan memberitahukan kalau pasir siap untuk dimuat.
Lori segera diarahkan menuju tumpukan pasir. Dibantu kernet lori, Rudi bekerja dengan semangat memuat pasir. Sekitar dua puluh menit lori pun penuh dan tumpukan pasir Rudi juga ludes.
Dengan wajah bingung. "Kata bang Sagala satu lori 90 gerobak, ini kenapa 100 gerobak?" tanya dalam hati.
Tapi kebingungan tersebut tiba-tiba musnah, saat supir tersebut menyerahkan uang hasil penjualan pasir. Rudi menerima uang satu lembar lima puluh ribu rupiah.
Setelah menyerahkan uang penjualan pasir, lori pun berlalu.
"Alhamdulillah.. Hasil keringat pertamaku." gumam Rudi dengan hati terenyuh.
Kebetulan waktu tepat datangnya sholat ashar. Dengan segera Rudi berjalan menuju kamar mandi berniat bersuci. Kemudian dia menegakkan 4 rakaat sholat ashar.
Waktu berputar matahari menuju peraduan. Bulan pun menunjukkan wajahnya yang malu-malu karena awan yang menghitam.
Di atas tempat duduk, di bawah pohon nangka. Pria itu sedang menikmati segelas kehangatan. Dan sebatang kerinduan, kerinduan kepada seseorang.
Akankah dia masih menungguku?
Bersambung...
###
Malam terakhir Tarawih
Ramadhan 1442H
###