Saquel dari Novel "Janda untuk om Duda"
Semenjak mamanya menikah dengan tuan muda Danendra, perlahan kehidupan Bella mulai berubah. Dari Bella yang tidak memiliki ayah, dia menemukan Alvaro, sosok ayah sambungnya yang menyayangi dirinya selayaknya anak kandungnya sendiri.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, sebuah insiden membuat semua berbalik membencinya. Bahkan mama kandungnya ikut mengabaikan dan mengucilkan Bella, seolah keberadaannya tidak pernah berarti.
Di tengah rasa sepi yang mendalam takdir mempertemukan kembali dengan Rifky Prasetya , dokter muda sekaligus teman masa kecil Bella yang diam-diam masih menyimpan rasa sayang untuknya. Bersama Rifky, Bella merasakan arti dicintai dan di lindungi.
Namun, apakah cinta masa lalu mampu menyembuhkan luka keluarga yang begitu dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Di dalam mobil yang melaju pelan di bawah lampu jalan yang mulai temaram, suasana awalnya terasa canggung. Bella sesekali melirik ke arah Rifky yang fokus mengemudikan mobil, sementara Adel di kursi belakang tampak diam, menatap ke luar jendela. Suara mesin mobil dan musik pelan dari radio menjadi satu-satunya teman di perjalanan
“Kita mau kemana?” tanya Rifky dengan suara santai, matanya tetap menatap jalan namun bibirnya sedikit tersenyum.
“Kita ke pasar malam lagi aja, dulu kamu selalu memberitahuku dan Naka tentang jajanan baru yang enak,” jawabnya dengan senyum kecut mengingat kedekatan mereka bertiga saat kecil dulu.
Rifky yang mendengar itu tertawa, suaranya ringan dan hangat, “Iya, aku juga penasaran, apa makanan di sana masih seenak dulu?”
Percakapan mereka mulai mengalir lancar. Rifky menceritakan pengalaman lucu saat dia makan makanan ekstrim di pasar malam bersama keluarganya, sementara Bella dan Adel saling bertukar cerita tentang masa kecil mereka. Tawa kecil dan candaan ringan mengisi ruang sempit di dalam mobil, menggantikan rasa canggung yang sempat ada.
Mobil pun perlahan berbelok, berhenti di parkiran pasal malam.
Mata mereka bertiga saling bertukar pandang dengan senyum yang semakin lebar, seakan malam itu menjadi momen sederhana namun berharga yang mengikat mereka lebih dekat.
Adel mengerutkan bibirnya sambil menatap keramaian pasar malam yang penuh lampu warna-warni dan suara riuh pedagang. "Kamu tidak bosan ke pasar malam, Bel? Aku sih sudah bosan. Dari kecil hingga sebesar ini mainanku cuma di pasar malam," keluhnya dengan nada setengah mengeluh, setengah bercanda. Matanya berkeliling, menilai setiap sudut yang terasa begitu familiar namun kini kehilangan pesonanya.
"Aku tidak pernah bosan, soalnya hanya di tempat ini aku bisa mengenang kebersamaan ku dengan keluargaku dulu" ucap Bella dengan senyum yang di paksakan.
"Kita cari jagung bakar aja, sepertinya seru nongkrong sambil makan jagung bakar," seru Adel mencoba mengalihkan kesedihan Bella.
Rifky mengangguk setuju, dia tidak ingin Bella sedih mengingat keluarganya."Aku setuju, tak apalah sesekali makan jagung bakar."
Ketiganya pun berjalan bersama, langkah mereka beriringan menyusuri lorong pasar malam yang penuh warna, sementara bau harum jagung bakar mulai memenuhi udara, mengundang mereka bertiga untuk mendekat.
Adel menatap Rifky dengan penuh selidik, matanya berbinar ingin tahu. "Kamu sudah punya kekasih belum, Ky?" tanyanya dengan nada santai namun mengusik.
Bella mendelik, lalu tanpa sadar menyenggol lengan Adel pelan. Namun, Adel cuma tersenyum lebar, seolah sengaja ingin menggodanya lebih jauh.
Rifky ikut tersenyum tipis, lalu menjawab, "Belum, tapi aku sudah menyukai seseorang," ujarnya sambil mencuri pandang ke arah Bella yang tiba-tiba jadi merah padam.
Adel segera menimpali, "Siapa tuh? Teman masa kecilmu atau teman kuliahmu sekarang?" Ia mencondongkan badan, menunggu jawaban dengan penuh antusias.
Rifky menarik napas sejenak, "Teman masa kecilku. Dulu kami sempat berpacaran... tapi cuma beberapa jam saja. Setelah itu, dia memutuskan ku." jawab Rifky menceritakan kenangan masa kecilnya dulu.
Bella tiba-tiba menundukkan kepala, wajahnya tertutup oleh rambut yang sedikit berantakan. Matanya enggan bertemu dengan Rifky atau Adel, ada campuran rasa malu yang sulit disembunyikan.
Adel tertawa kecil sambil menatap Rifky dengan mata berbinar penuh kehebohan. “Sepertinya aku pernah dengar cerita ini... Oh ya, apakah perempuan itu Bella? Soalnya dia pernah cerita seperti ini juga, lho!” suaranya naik, seolah menemukan bahan gosip baru yang sangat seru.
Rifky menatap Adel berusaha mencerna ucapan wanita itu,“Bella pernah cerita ini padamu, Del?” tanyanya penasaran, dia tidak menyangka ternyata Bella masih mengingat kenangan masa kecil mereka berdua.
Adel mengangguk cepat, semakin antusias. “Iya, katanya kamu cinta pertama Bella sewaktu kecil,” jawab Adel semakin semangat menggoda Bella.
Mendengar itu, dada Rifky seketika terasa hangat dan jantungnya berdetak lebih kencang. Senyum tipis mengembang di bibirnya, ada semangat baru untuk mendekati mantan kekasih masa kecilnya itu.
Berbeda dengan Bella, ingin sekali dia menceburkan diri ke dasar laut, menenggelamkan semua rasa malunya dan rahasia kecil yang telah di bongkar oleh Adel. Teman yang satu ini memang tidak pernah pandai menyimpan rahasia.
“Diamlah Del, kau membuatku malu. Dulu kita masih kecil, masih belum mengerti apa itu cinta,” ucap Bella sambil menatap jengkel Adel.
"Tapi sekarang kalian sudah besar, sudah tahu apa itu cinta. Bagaimana jika kalian berpacaran lagi?” Usul Adel sambil menaik turunkan alisnya menggoda mereka.
Bella melengoskan wajahnya ke arah lain, “Kau ini percaya diri sekali Del. Bisa jadi cerita yang Rifky maksud itu orang lain, bukan aku. Mana mungkin dia ingat cerita itu" ucap Bella salah tingkah.
“Siapa bilang? Yang aku ceritakan memang kamu kok. Aku masih ingat dulu kamu memutuskan aku karena tidak di restui om Al.” seru Rifky. Dia masih ingat dulu saat hubungan Bella dan ayah sambungnya masih baik, laki-laki itu sangat protektif menjaga Bella.
Suasana menjadi tegang. Adel menggigit bibir bawahnya, menahan tawa melihat wajah memerah Bella.
"Gimana tidak disuruh putus, orang kamunya cuma kasih aku coklat," ucap Bella sambil mengerucutkan bibirnya, matanya menatap Rifky dengan campuran kesal dan geli.
Rifky tertawa pelan mengingat hal itu."Memangnya kalau sekarang aku kasih cincin, mau?" tanya Rifky.
Bella melongo sejenak, kemudian tertawa kecil sambil menganggukkan kepalanya. "Maulah, memangnya siapa yang nolak dikasih cincin? Selagi gratis mah gas aja..." katanya santai, matanya berbinar penuh harap dan sedikit menyembunyikan rasa malu.
Mendengar itu, Adel dan Rifky tertawa, menciptakan tawa riang yang hangat memenuhi area kecil itu. Suasana yang semula sedikit tegang berubah menjadi momen akrab penuh canda tawa, mempererat persahabatan mereka.
Sementara itu dari kejauhan terlihat seseorang sedang memperhatikan mereka, orang itu yang tak lain adalah Alvaro dan Arumi. Arumi mengajak suaminya pergi ke pasar malam, namun siapa sangka mereka malah bertemu dengan Bella yang sedang asik bercengkrama dengan teman-temannya.
"Kamu lihat sendiri kan, dia sangat bahagia tinggal jauh dari kita. Dengan begitu dia bisa bebas, bisa melakukan apapun yang dia mau" ucap Alvaro sambil menatap tajam ke arah putri sambungnya itu.
Arumi terlihat kecewa melihat keadaan putrinya yang tertawa bahagia, dia merasa tidak sebanding dengan perasannya beberapa waktu terakhir ini terus memikirkan putrinya itu.
"Kamu benar mas, dia sepertinya sudah tidak membutuhkan kita" ucap Arumi, mereka tidak sadar jika semua keputusan yang Bella ambil itu karena kebencian yang mereka lakukan.
Awalnya dia menolak ajakan sang istri, dia tahu tujuan sang istri mengajaknya ke pasar malam karena mengingat momen bersama Bella. Dia yang tak tega melihat kesedihan istri tercintanya akhirnya mengiyakan ajakan Arumi.
up lagi thor