Nayanika memang tidak pandai mencari kekasih, tapi bukan berarti dia ingin dijodohkan.
Sialnya, kedua orangtuanya sudah merancang perjodohan untuk dirinya. Terpaksa Naya menikah dengan teman masa kecilnya itu, teman yang paling dia benci.
Setiap hari, ada saja perdebatan diantara mereka. Naya si pencari masalah dan Sagara si yang paling sabar.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Hari-hari Naya lalui bersama Sagara. Perdebatan yang biasanya menemani hari-hari mereka pun semakin berkurang.
Sehabis pulang kerja atau hari libur, Naya selalu menghabiskan waktu untuk memasak bersama Arunika untuk mengasah kemampuan nya. Awalnya Sagara melarang karena itu bisa membuat Naya kelelahan, tapi Naya yang memang dasarnya keras kepala membuat Sagara memilih mengalah.
Hari ini pelanggan cafe cukup banyak, untungnya bagian kasir ada dua orang, jadi Naya tidak terlalu kewalahan.
"Naya?"
Naya mendongak menatap seorang pria yang memanggilnya.
"Karel?" Naya tersenyum. Sudah lama mereka tidak bertemu. Karel juga sudah jarang menghubunginya, mungkin pria itu juga sama sibuknya.
"Aku baru tau kamu kerja di sini," ujar Karel.
Naya hanya tersenyum. "Mau pesan apa?"
"Es americano sama, umm ... makanan nya terserah kamu aja. Rekomendasi dari kamu," ujar Karel.
Naya mengangguk. "Ditunggu ya, gak lama kok," ujarnya seraya tersenyum.
Karel mengangguk, lalu segera menuju meja yang tak jauh dari area kasir. Sesekali dia melirik Naya yang fokus melayani pelanggan.
Tatapan matanya tidak bisa berbohong jika dirinya memiliki perasaan lebih pada gadis manis itu.
Tunggu aku memantaskan diri buat kamu, Nay. Batinnya.
****
Sagara menghela nafas kasar. Dia memandangi sebuah foto yang dikirimkan oleh bodyguard yang mengikuti Naya. Ya, dia tau kalau Karel mengunjungi cafe tempat Naya bekerja. Inilah yang membuat Sagara enggan melepaskan Naya ke dunia luar, pasti ada saja yang akan mendekati istrinya itu.
"Kopinya, Pak." Nabila datang membawa kopi yang Sagara minta. Perempuan itu meletakkannya ke atas meja bosnya.
Melihat Sagara yang terlihat pusing, Nabila pun kembali bersuara. "Bapak baik-baik aja? Atau butuh sesuatu?" tanyanya hati-hati.
"Hm. Keluar," ujar Sagara tanpa menatap Nabila.
Nabila mengangguk kaku, dia pun keluar dari sana setelah membungkuk.
Sagara menghela nafas kasar, ia berusaha memendam emosinya yang memuncak. Gadis itu benar-benar membuat dirinya tidak fokus.
"Alzio!"
Alzio yang ruangannya di samping ruangan Sagara pun segera keluar dan menemui bosnya.
"Iya, Pak?"
"Kamu bisa selidiki seseorang?" tanya Sagara.
Melihat tatapan Sagara yang tajam membuat Alzio meneguk ludahnya.
"I-iya, saya bisa." Alzio mengangguk cepat untuk meyakinkan Sagara.
"Cari tau asal usul pria ini." Sagara menunjukkan foto Karel yang sedang duduk di cafe.
Alzio menatap Sagara. "Namanya siapa? Saya hanya butuh namanya."
"Karel."
****
Tak Naya sangka kalau Karel kembali datang ke cafe saat dirinya hendak pulang. Pria itu tersenyum ramah dan Naya membalas senyuman itu.
"Mau nongkrong lagi? Di dalam masih ada yang tugas kok, aku mau pulang karena jam shift ku udah habis," jelas Naya.
Karel menggeleng. "Aku mau jemput kamu. Sekalian mau ajak kamu beli bakso juga, mau?"
Mendengar kata bakso, mata Naya langsung berbinar. Tanpa ragu dia mengangguk antusias. "Ma—"
Tin tin!
Ucapan Naya terhenti saat mendengar klakson mobil. Bukan hanya Naya yang menoleh, melainkan Karel juga, dan beberapa orang lainnya.
Tentu saja Naya mengenali mobil itu. Hingga tak lama kemudian, si pemilik mobil keluar dan berjalan menghampiri Naya.
Sore ini Sagara menjemput Naya. Tidak ada jas yang melekat di tubuhnya, hanya kemeja hitam dengan dua kancing teratas dibuka dan juga celana bahan dengan warna senada. Ada yang beda dengan penampilan pria itu, Sagara mengenakan kacamata bening, seperti kacamata baca, tapi bukan kacamata baca. Naya sampai melongo melihatnya. Dia sangat suka kalau Sagara memakai kacamata sejenis itu. Benda tersebut membuat pesona Sagara bertambah berkali-kali lipat.
Melihat Naya bereaksi seperti itu, membuat hati Karel tak nyaman.
"Siapa, Nay?" tanya Karel membuat lamunan Naya buyar.
Gadis itu menatap Sagara yang semakin dekat. "O-oh, dia kakak aku."
Tatapan mata Sagara semakin tajam. Dia berdiri di depan mereka. Matanya melirik Karel sebentar, lalu beralih pada Naya.
"Sudah?" tanya Sagara.
Ketika Naya hendak mengangguk, Karel tiba-tiba bersuara.
"Maaf, Kak. Saya izin mau ngajak Naya jalan-jalan sebentar, boleh?"
Sontak saja Sagara menatap Karel dengan datar.
"Apa katamu?"
Suara Sagara yang terdengar pelan namun penuh penekanan membuat Naya ketar-ketir.
"Saga—"
"Saya mau ajak Naya jalan-jalan sebentar," ujar Karel menyela ucapan Naya.
Sagara mendengus. "Kamu tau siapa saya?"
Karel mengangguk. Dia menatap Naya yang terlihat tak nyaman. "Kakaknya Naya kan?"
"Kakak?" Sagara menyeringai, dia menatap Naya yang menunduk meremas jemarinya.
Hingga tiba-tiba Sagara menarik pinggang Naya, dan yang membuat Naya dan Karel makin shock adalah saat Sagara mengecup bibir Naya tanpa ragu.
"Saya suaminya," tekan Sagara setelah berhasil membuat kedua manusia itu terkejut.
"S-suami?"
Harapan Karel runtuh seketika. Andai Sagara tidak mencium bibir Naya, dia tidak akan percaya begitu saja. Tapi, kakak mana yang dengan berani mencium bibir adiknya di depan umum?
Jantung Karel berdetak kencang. Tangannya terkepal erat. Dia terdiam, tidak bisa berkata-kata saking terkejutnya. Naya pun hanya diam seolah membenarkan ucapan Sagara.
Kecewa, marah, sedih, semuanya menjadi satu.
Demi apapun, rasanya Karel ingin menghancurkan bumi detik ini juga. Selama ini penantian nya sia-sia? Dia berubah untuk Naya, dia masih bertahan hingga detik ini juga karena Naya. Dan dengan teganya Naya menghancurkan semua harapannya.
"Kita pulang." Sagara menarik tangan Naya agar ikut dengannya.
Sedangkan Karel hanya diam menatap kepergian mereka.
Naya sendiri bingung melihat reaksi Karel. Tatapan mata pria itu terlihat kecewa.
Karel kenapa? Batinnya bertanya-tanya.
Naya tersentak saat Sagara menutup pintu mobilnya dengan keras. Aura pria itu terlihat semakin seram dari biasanya. Naya merasa terintimidasi sekarang.
"Sagara—"
"Diam."
Naya langsung mengatupkan bibirnya. Dia menunduk memainkan jarinya. Sedangkan Sagara memilih melajukan mobilnya pergi dari sana.
Mana bakso beranak pesanan aku? Kok gak ada, ya? Batin Naya seraya mencari-cari di sekitarnya.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai. Sagara keluar lebih dahulu, diikuti Naya yang masih takut mengganggu Sagara.
"Dia marah?" gumamnya.
Sagara mendudukkan tubuhnya di sofa. Dia menatap tajam Naya yang memandang polos ke arahnya, seolah gadis itu tidak melakukan kesalahan apapun.
"Duduk."
Naya langsung duduk di depan Sagara. Wajah lugunya itu membuat Sagara makin kesal. Tidakkah dia sadar akan kesalahannya?
"Siapa kakak kamu?" tanya Sagara.
"Ferdian," jawab Naya tanpa ragu.
"Lalu kenapa kamu bilang kalau saya kakak kamu, Nayanika?" tanya Sagara penuh penekanan.
Naya menghela nafas berat. Jujur, dia lelah sekali hari ini. Apakah suaminya ini tidak membiarkan dirinya istirahat sebentar dan menikmati bakso beranak?
"Aku capek, nanti—"
"Memangnya cuma kamu aja yang capek?" sinis Sagara.
"Ya udah, kalau kamu capek juga, kita istirahat bareng-bareng!" kesal Naya.
Sagara menunduk memijat pelipisnya, lalu dia kembali menatap Naya. "Mulai besok, kamu gak usah kerja di sana lagi."
"Mana bisa gitu?!" Mata Naya seakan hendak lepas dari tempatnya. "Aku aja belum gajihan! Enak aja kamu bilang kaya gitu."
"Saya gak peduli. Kalau kamu mau uang, saya kasih. Tapi, kamu gak perlu kerja di sana lagi dan tetap di rumah." Sagara menatap datar istrinya.
Naya beranjak dan menatap Sagara dengan marah berapi-api, tangannya menunjuk-nunjuk suaminya dengan berani. "KAMU EGOIS, SAGARA. KAMU EGOIS!"
bersambung...