Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Toko Cabang di Hexagonia
Setelah keluar dari Asosiasi Petualang, kantong emas tersebut Zetsuya masukkan ke dalam skill Inventory miliknya, kemudian Reina mengajaknya untuk jalan ke Distrik Barat. Suasana distrik itu lebih tenang dibanding pusat kota; bangunannya berjajar rapih tapi kebanyakan sudah tua, beberapa terlihat kosong dan tidak ada aktivitas.
“Bangunan tokonya besar kok. Ayahku bilang itu salah satu properti lama keluarga Hexagonia,” kata Reina, nada suaranya penuh percaya diri.
Zetsuya mengangguk. “Semoga nggak kayak rumah hantu aja.”
“Heh, kalau pun kayak rumah hantu, aku yang bakar hantunya.”
Reina berkedip santai, membuat Zetsuya cuma bisa tertawa kecil.
Mereka berhenti di depan sebuah bangunan dua lantai yang cukup besar. Desainnya seperti perpaduan toko kuno dan gudang luas:
Dinding luar terbuat dari batu abu-abu, masih kokoh tapi warnanya pudar.
Pintu utama dari kayu ek tua: tebal, berat, dan penuh goresan akibat usia.
Jendela-jendela besar yang dulunya mungkin terlihat elegan, sekarang berdebu dan buram.
Atap genteng merah tampak masih utuh, hanya beberapa lumut yang tumbuh di ujung-ujungnya.
Ada papan signage tua di atas pintu, tulisannya sudah pudar sampai hampir tidak terbaca.
Bangunan ini bukan rusak, tapi jelas lama tidak disentuh orang.
Reina mengetuk pintu kayu itu beberapa kali.
Tok tok tok.
Tidak ada suara dari dalam.
Dia menatap Zetsuya, lalu mendorong pintu itu dengan tenaga ringan.
KREEEEKK…
Suara deritannya bikin bulu kuduk merinding sedikit.
“Oke, suaranya aja sudah minta direnovasi.”
Zetsuya masuk duluan.
Begitu masuk, debu langsung menyambut mereka.
Ruangan utama benar-benar luas:
Lantai kayu yang dulunya berkilau sekarang kusam, dipenuhi debu dan jejak waktu. Beberapa papan lantai agak longgar dan mengeluarkan bunyi krek kalau diinjak.
Rak-rak kayu tua berjejer di tembok, sebagian miring, sebagian rapuh. Ada yang masih kuat tapi sangat butuh amplas + cat baru.
Lampu gantung kuno menggantung di tengah langit-langit. Bentuknya elegan tapi penuh sarang laba-laba.
Di sudut ruangan ada meja kasir tua yang tampaknya dulunya digunakan pedagang herbal.
Reina menyapu debu dari rak dengan tangannya, membuat gumpalan debu beterbangan.
“Ya ampun… ini sudah lima tahun tidak ada yang pakai.”
“Pantesan baunya kayak lemari nenek-nenek.”
Zetsuya mengibaskan tangan menyingkirkan debu.
Mereka masuk ke bagian belakang.
Ruang penyimpanan, lumayan luas, temboknya dari batu yang kuat. Ada rak besi berdebu dan beberapa peti tua. Lantainya dingin dan butuh dipel berkali-kali.
Dapur kecil, Kompor batu sudah tidak layak pakai. Wastafel besi tua dengan pipa karatan. Ruangan ini butuh renovasi total.
Ruang istirahat, Ada sofa tua yang begitu dilihat saja sudah bikin gatal. Jendela kecil dengan tirai lusuh. Lantai disini paling bersih dibanding ruang lain, tapi tetap butuh pembenahan.
Reina menepuk dindingnya kuat-kuat.
“Strukturnya masih kokoh. Yang jelek cuma kondisi luarnya aja.”
Zetsuya mengangguk sambil memandang sekeliling lagi.
“Oke. Kita butuh: perbaikan lantai, cat baru, rak baru, lampu baru, furnitur baru, pembersihan total, dan para pekerja.”
Reina tersenyum bangga.
“Sebenernya kamu cukup jenius soal logistik.”
“Bisnis perlu perencanaan yang rapi, Tuan Putri.”
Mereka menuju pusat kota, masuk ke Perusahaan Konstruksi Graham, sebuah bangunan batu tebal dengan logo palu dan perisai besar.
Begitu pintu masuk terbuka, aroma kayu segar langsung terasa. Seorang pria berotot dengan janggut rapi duduk di kursi kayu besar, menatap dokumen dengan sangat fokus.
Begitu melihat Reina, dia bangkit sedikit.
“Selamat datang di Graham Construction. Aku Kent Graham.”
Suaranya dalam, berat, penuh percaya diri.
“Ada yang bisa kubantu?”
Reina maju. “Kami butuh renovasi bangunan di Distrik Barat.”
Kent mendongak.
“Distrik Barat? Biasanya bangunannya kuno. Seberapa parah?”
Zetsuya menjawab, “Struktur oke. Tapi debu tebal, lantai rusak, rak lama, cat mengelupas. Perlu perbaikan total.”
Kent menatap Zetsuya dari kepala sampai kaki.
Melihat baju rakyat biasa dan kacamata sederhana, dia otomatis meremehkan.
“Dan kau ini?”
“Zetsuya. Merchant.”
Kent mengangkat alis.
“Merchant? Dengan penampilan begitu? Kau yakin sanggup bayar?”
Reina langsung menyipakkan rambutnya sambil berkata dingin:
“Dia sudah didukung Ayahku dan memegang properti keluarga Hexagonia.”
Seketika, wajah Kent berubah seperti habis kena tampar realitas.
“Oh... kalau begitu, kalian serius.”
Zetsuya menyilangkan tangan.
“Jadi berapa biayanya?”
Kent menggaruk dagunya.
“Untuk pembersihan, pengecatan ulang, perbaikan lantai, rak baru, lampu baru, dan sedikit dekorasi… standar 5 Gold.”
Dia menatap Zetsuya lagi, menilai.
“Kalau mau hasil premium, furnitur baru, finishing halus... 10 Gold.”
“Ambil yang 10.”
Jawaban Zetsuya cepat.
Tanpa keraguan.
Kent terdiam sesaat, lalu tersenyum lebar.
“Baik. Pekerjaan mulai besok pagi.”
Saat mereka hendak pergi, Kent menambahkan:
“Oh, dan kalau kau belum tahu… aku adiknya Jenderal Lisa Graham.”
Zetsuya menatap Reina.
“Siapa Lisa Graham?”
Reina menepuk dahinya.
“Jenderal kerajaan. Sage. Monster perang. Salah satu orang paling kuat di negeri ini.”
“Oke… noted. Kayaknya aku bakal sering ketemu orang-orang OP.”
Kent tertawa puas.
“Kalau bisnis kamu sudah besar nanti, kamu pasti ketemu.”
Reina membawa Zetsuya ke Panti Asuhan Hexagonia. Bangunannya bersih, halaman luas, anak-anak bermain ceria.
“Ayahku mikirin rakyat bukan cuma di rapat,” kata Reina bangga.
“Tempat ini salah satunya.”
Zetsuya terkesan. “Jarang ada bangsawan kayak gitu.”
Mereka masuk dan disambut seorang wanita paruh baya yang hangat.
“Putri Reina. Senang sekali melihat Anda. Dan ini?”
“Zetsuya. Merchant. Dia butuh pegawai untuk toko barunya.”
Wanita itu tersenyum lebih lebar.
“Anak-anak, ayo kemari! Kesempatan pekerjaan!”
Lima remaja mendekat.
Zetsuya menilai mereka satu per satu.
“Aku butuh tiga: yang kuat, yang cekatan, dan yang teliti.”
Tiga anak mengangkat tangan:
Marco – tinggi, kuat, cocok angkut barang.
Elena – ramah, cekatan, cocok jadi kasir atau pelayanan pelanggan.
Leo – berkacamata, wajah serius, cocok menangani stok & inventaris.
Zetsuya tersenyum.
“Kalian mulai dalam seminggu lagi. Tokonya masih direnovasi.”
Reina terlihat sangat puas.
Keluar dari panti, Zetsuya menghela napas pelan.
“Oke. Bangunan, konstruktor, pegawai… tinggal bikin toko meledak laris.”
Reina menyikutnya kecil.
“Kamu pasti bisa. Ini baru awal.”