NovelToon NovelToon
Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:475
Nilai: 5
Nama Author: blue_era

Di Surabaya, berdiri Sebuah pesantren megah pesantren Al - Ikhlas, sebuah lembaga pendidikan Islam yg dikenal dgn tradisi kuat dan menghasilkan santri" yg berprestasi. cerita ini mengikuti perjalanan 5.285 santriwan dan santriwati pesantren Al - ikhlas. ada banyak santri yg berjuang meraih keinginan orang tua dan menggapai mimpi mimpinya. namun terkadang menimbulkan pro dan kontra akibat persaingan di balik semua perjuangan para santri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue_era, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Bentakan yang Melukai Hati, Aksi Protes dan Pilihan yang Berbahaya

Ketegangan memuncak ketika Ning Azzahra tetap bersikeras untuk ikut memeriksa kamar pengurus keamanan yang terpencil. Usulan menggunakan tali untuk memanjat pagar pun tak sepenuhnya meyakinkan Gus Salman, salah satu kakaknya yang dikenal paling protektif. Kekhawatiran akan keselamatan Ning Azzahra yang sedang hamil membuatnya kehilangan kesabaran.

"Ning, sudah cukup!" bentak Gus Salman dengan nada suara yang meninggi. "Kamu tidak mengerti apa-apa! Ini terlalu berbahaya untukmu! Kamu harus memikirkan kandunganmu!"

Bentakan itu mengejutkan semua orang. Gus Salman yang biasanya lembut dan penyayang, tak terkendali membentak adiknya sendiri. Ning Azzahra terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia merasa sakit hati dan kecewa dengan perlakuan Gus Salman. Air mata mulai mengalir di pipinya.

Tanpa berkata apa-apa, Ning Azzahra berbalik dan berjalan pergi. Ia meninggalkan Gus Arga dan kakak-kakaknya yang lain tanpa sepatah kata pun. Ia merasa tidak dihargai dan tidak dipercaya. Ia merasa semua orang meremehkannya karena ia seorang perempuan dan sedang hamil.

Dengan langkah gontai, Ning Azzahra berjalan menuju asrama putri. Ia ingin mencari Umi, ibunya, dan mencurahkan isi hatinya. Ia juga ingin meminjam ponsel Gus Arga, suaminya. Lampu senter yang ada di ponselnya tidak terlalu terang untuk digunakan di lantai atas asrama putra. Ia berpikir untuk menggunakan senter dari ponsel Gus Arga yang lebih canggih.

Namun, Ning Azzahra tidak mengatakan alasan sebenarnya mengapa ia ingin meminjam ponsel Gus Arga. Ia masih marah dan kecewa dengan Gus Salman dan kakak-kakaknya yang lain. Ia bahkan juga merasa kesal dengan Gus Arga yang tidak membelanya saat Gus Salman membentaknya.

Ketika Gus Arga bertanya mengapa ia ingin meminjam ponselnya, Ning Azzahra hanya menjawab dengan singkat, "Tidak apa-apa. Hanya ingin meminjam saja." Kemudian, ia langsung pergi tanpa menunggu jawaban Gus Arga.

Gus Arga merasa bingung dan khawatir dengan sikap Ning Azzahra. Ia tahu bahwa istrinya sedang marah dan kecewa. Ia juga tahu bahwa Ning Azzahra memiliki rencana sendiri yang tidak ia bagikan kepada siapapun.

Sementara itu, Ning Azzahra telah tiba di asrama putri. Ia menemui Umi dan mencurahkan segala kesedihan dan kekecewaannya. Umi mendengarkan dengan sabar dan memberikan pelukan hangat kepada Ning Azzahra.

"Sudah, Sayang," kata Umi dengan lembut. "Jangan terlalu dipikirkan. Kakakmu hanya khawatir dengan keselamatanmu."

Setelah merasa sedikit tenang, Ning Azzahra memohon kepada Umi untuk diizinkan ikut merazia kamar santri putri. Ia beralasan ingin membantu Umi dan mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang ia hadapi.

Umi awalnya ragu-ragu. Ia khawatir dengan kondisi Ning Azzahra yang sedang hamil dan masih terlihat sangat terpukul. Namun, melihat tekad dan semangat Ning Azzahra, Umi akhirnya mengizinkan.

"Baiklah, Sayang," kata Umi. "Tapi kamu harus janji, kamu tidak boleh memaksakan diri. Kalau kamu merasa lelah, kamu harus langsung istirahat."

Ning Azzahra mengangguk setuju. Ia merasa senang karena Umi mengizinkannya untuk ikut merazia kamar santri putri. Ia merasa bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat dan melupakan masalah yang sedang ia hadapi.

Tanpa sepengetahuan Gus Arga dan kakak-kakaknya yang lain, Ning Azzahra kini bergabung dengan Umi untuk merazia kamar santri putri. Ia membawa ponsel Gus Arga yang ia pinjam tanpa izin. Ia bertekad untuk membuktikan bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang berguna, meskipun ia seorang perempuan dan sedang hamil.

Dengan langkah penuh semangat, Ning Azzahra mengikuti Umi dan para Mbak Ndalem dalam razia kamar santri putri. Ia berusaha menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya, menampilkan wajah ceria dan bersemangat. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia masih merasa sakit hati dengan bentakan Gus Salman dan sikap meremehkan dari kakak-kakaknya.

Sambil berjalan, Ning Azzahra menggenggam erat ponsel Gus Arga. Ia merasa bersalah karena meminjamnya tanpa izin, namun ia juga merasa perlu untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan membuktikan bahwa ia bisa diandalkan. Ia berencana menggunakan senter dari ponsel itu jika diperlukan, terutama jika mereka menemukan area yang gelap atau tersembunyi di dalam kamar santri putri.

Razia berjalan dengan lancar. Umi dengan teliti memeriksa setiap sudut kamar, mencari barang-barang yang melanggar aturan pesantren. Para santriwati tampak tegang dan berusaha menyembunyikan barang-barang terlarang mereka. Namun, Umi dengan mudah menemukan beberapa pelanggaran, seperti ponsel, majalah hiburan, dan kosmetik yang berlebihan.

Saat memeriksa salah satu kamar yang berada di lantai bawah pojok ternyata barang barang yg disembunyikan semua santriwati ada semua bahkan ada rokok juga, dan Ning Azzahra pun langsung mempoto dan memidio.

Ning Azzahra tetap melanjutkan razia di asrama putri. Ia kini berada di lantai tiga, ditemani oleh beberapa Mbak Ndalem, sementara Umi dan timnya fokus di lantai dua. Para Mbak Ndalem tak henti-hentinya melirik Ning Azzahra dengan tatapan khawatir, sesekali mengingatkannya untuk beristirahat atau tidak terlalu memaksakan diri. Namun, Ning Azzahra hanya membalasnya dengan senyum tipis, tekadnya untuk menuntaskan tugas ini jauh lebih kuat dari rasa lelahnya.

Begitu memasuki kamar-kamar di lantai tiga, Ning Azzahra kembali terkejut. Pemandangan yang ia dapati tak jauh berbeda dengan asrama putra. Di balik lemari, di bawah kasur, atau bahkan disembunyikan di dalam tumpukan kitab, ditemukan berbagai barang terlarang. Ada ponsel pintar, alat rias berlebihan, novel-novel romantis yang tidak pantas, hingga beberapa bungkus rokok yang disembunyikan dengan rapi. Rasa kecewa kembali menyelimuti hati Ning Azzahra. Ia tak menyangka, masalah moral di kalangan santriwati ternyata juga mengkhawatirkan.

Dengan sigap, Ning Azzahra mengeluarkan ponsel Gus Arga yang ia pinjam, dan mulai memotret setiap barang bukti yang ditemukan. Ia mendokumentasikan semuanya, mulai dari ponsel yang disita, kosmetik, hingga rokok, memastikan tidak ada yang terlewat.

Setelah menyelesaikan razia di lantai tiga, mereka melanjutkan ke lantai-lantai berikutnya. Lantai empat, lima, enam, dan tujuh berjalan relatif aman. Hanya ada beberapa pelanggaran kecil seperti pakaian yang tidak sesuai syariat atau buku bacaan yang kurang bermanfaat, namun tidak ada temuan yang mencolok seperti di lantai-lantai sebelumnya. Ning Azzahra mulai sedikit lega, berharap masalah besar hanya terbatas pada beberapa area saja.

Namun, harapan itu sirna ketika mereka mencapai lantai delapan. Di lantai ini, di beberapa kamar, mereka menemukan koleksi foto-foto Gus Rofiq, seorang pengajar muda yang baru beberapa tahun mengabdi di pesantren. Foto-foto itu ditempel di dinding, diselipkan di dalam buku, bahkan ada yang disimpan rapi di dalam dompet. Beberapa foto terlihat seperti diambil diam-diam, menunjukkan obsesi yang tidak sehat. Ning Azzahra merasa miris melihat betapa mudahnya para santriwati ini tergelincir dalam hal-hal yang melalaikan.

Saat Ning Azzahra sedang memotret koleksi foto-foto Gus Rofiq itu, tiba-tiba ponsel Gus Arga yang dipegangnya bergetar. Sebuah notifikasi WhatsApp muncul di layar. Itu adalah pesan dari grup pondok, yang sepertinya dikirim oleh Abah atau Gus Arga sendiri. Pesan itu berisi pengumuman singkat namun tegas:

"Kepada seluruh santri putra dan putri, besok pagi setelah sholat Subuh, harap berkumpul di aula utama. Akan ada pertemuan penting untuk membahas temuan-temuan razia malam ini dan sanksi yang akan diberikan. Kehadiran wajib bagi seluruh santri."

Membaca pesan itu, Ning Azzahra merasakan campuran antara ketegangan dan harapan. Setidaknya, masalah ini akan segera ditangani secara serius. Ia kembali memfokuskan diri, memastikan semua temuan di lantai delapan, termasuk foto-foto Gus Rofiq, terabadikan dengan jelas di ponsel Gus Arga. Setiap bukti, baik dari asrama putra maupun putri, akan menjadi dasar bagi keputusan yang akan diambil besok. Ia tahu, hari esok akan menjadi hari yang panjang dan penuh konsekuensi bagi pesantren.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!