NovelToon NovelToon
Pangeran Bodoh Dan Putri Barbar

Pangeran Bodoh Dan Putri Barbar

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:12.5k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Di Kekaisaran Siu, Pangeran Siu Wang Ji berpura-pura bodoh demi membongkar kejahatan selir ayahnya.
Di Kekaisaran Bai, Putri Bai Xue Yi yang lemah berubah jadi sosok barbar setelah arwah agen modern masuk ke tubuhnya.
Takdir mempertemukan keduanya—pangeran licik yang pura-pura polos dan putri “baru” yang cerdas serta berani.
Dari pertemuan kocak lahirlah persahabatan, cinta, dan keberanian untuk melawan intrik istana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Malam turun perlahan di atas istana. Langit seperti kain hitam beludru yang ditaburi bintang perak. Di taman selatan, paviliun lotus berdiri tenang di tengah kolam, diterangi lentera yang menggantung di tiap sudut. Cahaya kuning lembut memantul di permukaan air, membuat bunga-bunga lotus yang baru mekar tampak berpendar.

Bai Xue Yi sudah duduk di dalam, mengenakan jubah tipis berwarna putih gading, rambutnya digelung sederhana, hanya disematkan tusuk rambut giok. Di depannya terletak meja rendah, di atasnya ia menata beberapa kotak kecil berisi ramuan, jarum perak, dan segel bambu. Tangannya bergerak tenang, tapi dalam hatinya ada ketegangan.

Lan Er berdiri di samping, memandang tuannya dengan cemas. “Putri… apa Pangeran benar-benar akan datang? Bagaimana jika ia menganggap ini hanya gurauan?”

Xue Yi mengangkat matanya, menatap lentera yang bergoyang ditiup angin. “Dia akan datang. Wang Ji mungkin suka bersembunyi di balik kepura-puraan, tapi aku tahu… dia bukan orang yang bisa mengabaikan ucapan seorang wanita dengan mudah.”

Lan Er menahan tawa kecil. “Putri tampaknya percaya sekali pada Pangeran Siu.”

Xue Yi tidak menjawab. Bibirnya hanya melengkung samar.

Di sisi lain, Wang Ji baru saja keluar dari kediaman tamu. Ia berjalan gelisah di lorong batu yang sepi, ditemani Luo dan Jian.

“Tuanku, apakah Anda benar-benar akan menemui Putri Bai malam-malam begini?” tanya Jian ragu. “Bukankah ini berbahaya? Kalau ada yang tahu—”

“Apa yang berbahaya? Dia hanya putri lemah lembut. Paling-paling dia akan menusukku dengan jarum kecil,” jawab Wang Ji cepat, namun suaranya terdengar gemetar.

Luo menahan senyum. “Bukankah itu justru yang membuat Tuan begitu gugup? Jarum.”

“A-aku tidak takut jarum!” sergah Wang Ji buru-buru. “Aku hanya… hanya takut… hmmm… takut lotus! Ya, lotus. Bunganya terlalu… licin.”

Kedua pengawal itu hampir meledak tertawa, tapi mereka menundukkan kepala agar wajah mereka tak terlihat.

Wang Ji mendengus, lalu berhenti di jembatan kecil menuju paviliun. Dari kejauhan ia bisa melihat sosok Xue Yi duduk anggun di bawah cahaya lentera. Pemandangan itu membuat jantungnya berdetak aneh, seperti ada palu kecil yang memukul cepat.

“Kenapa dia begitu… bersinar?” gumamnya pelan.

“Tuanku, silakan,” kata Jian sambil menunduk.

Wang Ji mengangguk, lalu menarik napas panjang. Ia berusaha memasang kembali wajah bodoh yang biasa: mata melebar, senyum konyol, langkah kikuk. Tapi setiap kali ia membayangkan menatap mata Xue Yi, semua topeng itu seperti rapuh.

---

“Pu-putri Bai…” suara Wang Ji terdengar dari pintu paviliun.

Xue Yi menoleh. Tatapannya lembut namun tegas. “Pangeran, masuklah.”

Ia melangkah pelan, hampir tersandung karpet. Luo dan Jian berhenti di luar, menjaga jarak.

Lan Er membungkuk. “Saya akan menunggu di luar, Putri.”

Xue Yi mengangguk, dan tinggal mereka berdua.

Suasana mendadak hening, hanya suara air kolam beriak.

“Duduklah,” ujar Xue Yi sambil menunjuk bantalan di seberangnya.

Wang Ji duduk canggung, kedua tangannya meremas jubah sendiri. “Aku… aku datang. Seperti yang kau suruh. Jadi… a-apa yang akan kau lakukan padaku? Jangan bilang kau ingin… membelahku jadi dua!”

Xue Yi mendengus kecil. “Aku bukan algojo. Aku ingin mengobatimu.”

“Mengobati? Hahaha…” Wang Ji tertawa kaku. “A-aku ini kuat, tahu. Lihat—” ia menepuk dadanya, tapi karena terlalu keras, ia malah batuk kecil. Wajahnya memerah. “Eh… itu hanya karena tadi aku makan terlalu banyak buah pir dingin. Ya, benar. Bukan racun.”

Xue Yi menatapnya tajam. “Pangeran… aku sudah memeriksa nadimu. Jangan lagi menganggapku mudah dibohongi. Racun dingin itu nyata, dan aku bisa merasakannya.”

Wang Ji menelan ludah. “Kau terlalu serius. Kalau aku… kalau aku benar-benar sakit, mengapa aku bisa berlari, melompat, bahkan memanjat pohon plum kemarin?”

“Karena kau terbiasa menahan sakit. Tapi tubuhmu sudah lama melemah. Kalau tidak diobati, suatu hari kau tidak akan bisa bangun lagi.”

Kata-kata itu menusuk. Wang Ji menunduk, jarinya menggenggam erat lutut. Diam lama, lalu ia berbisik, “Tabib-tabib besar sudah menyerah. Kenapa kau… masih ingin mencoba?”

Xue Yi terdiam sejenak. Matanya melembut. “Karena aku tidak suka melihat seseorang pasrah pada takdir. Jika kau memang harus jatuh, biarlah itu setelah berusaha melawan. Dan aku… ingin menolongmu.”

Hening. Lentera berayun, bayangan keduanya terpantul di air.

Wang Ji merasa dadanya panas, aneh sekali padahal racun dalam tubuhnya selalu membuat dingin. Ia buru-buru menunduk, menyembunyikan wajah memerah. “A-aku… aku takut jarum.”

Xue Yi tersenyum tipis. “Jarumku tidak akan menyakitimu. Kau bisa memegang tanganku jika takut.”

Wang Ji spontan mendongak, wajahnya semakin merah. “M-memegang tanganmu?!” suaranya hampir melengking.

“Kenapa? Takut?” Xue Yi mengangkat alis.

“A-aku bukan takut! Hanya saja… hanya saja… tanganmu terlalu halus, aku khawatir… aku meninggalkan jejak kotor.”

Xue Yi tak tahan menahan tawa kecil. “Pangeran, kau benar-benar…” ia menggeleng, lalu mengambil kotak jarum perak. “Luruskan tanganmu.”

Wang Ji menurut, tapi tubuhnya kaku seperti batang kayu. Ketika Xue Yi menyentuh pergelangannya, ia langsung menahan napas, wajahnya menegang seperti anak kecil hendak dicubit.

Jarum perak menembus titik akupunktur di lengan. Xue Yi bekerja tenang, jarinya cekatan. Sementara itu, Wang Ji berusaha keras tidak berteriak meski sebenarnya tidak sakit sama sekali.

“Sudah selesai,” kata Xue Yi setelah beberapa jarum tertancap.

“M-maksudmu… aku masih hidup?” Wang Ji menatapnya lebar.

Xue Yi menahan senyum. “Tentu saja.” Ia menepuk pelan lengan sang pangeran. “Racun dinginmu akan mulai bergerak keluar. Ini baru langkah pertama. Aku akan mengobatimu beberapa kali lagi.”

Wang Ji menunduk, lalu tersenyum samar—senyum yang bukan senyum bodoh, melainkan jujur. Tapi ketika menyadari Xue Yi menatapnya, ia buru-buru merubahnya jadi tawa konyol. “Hehehe… aku merasa seperti balon ditiup. Jangan-jangan sebentar lagi aku terbang!”

Xue Yi menghela napas. “Kau ini benar-benar pandai berpura-pura.”

Kata itu membuat Wang Ji terdiam. Ia menoleh cepat, tatapannya sempat berubah serius, tapi lalu ia tertawa lagi. “Pu-putri Bai bercanda, ya?”

Namun Xue Yi hanya menatapnya dalam, seolah bisa menembus semua lapisan yang ia pasang.

Malam semakin larut. Setelah perawatan, Xue Yi menyeduh teh hangat untuknya.

“Minumlah. Ini akan membantu menghangatkan tubuhmu.”

Wang Ji menerima cangkir, jari mereka bersentuhan sebentar. Ia hampir menjatuhkannya karena gugup. “A-aku… aku tidak biasa minum teh. Aku lebih suka air sumur. Lebih… enak.”

Xue Yi tersenyum. “Tapi kali ini minumlah. Untukku.”

Wang Ji tertegun. Ia menunduk, menyesap perlahan. Hangatnya teh menjalar ke dada, bercampur dengan sesuatu yang lain—rasa yang tak bisa ia jelaskan.

Dalam diam, ia berpikir: Kenapa wanita ini begitu keras kepala? Kenapa aku merasa… ingin terus mendengar suaranya?

Sebelum berpisah, Xue Yi berkata tegas, “Mulai besok, setiap malam kau harus datang kemari. Jangan menghindar lagi.”

Wang Ji menggaruk kepala. “Ba-baiklah… tapi jangan salahkan aku kalau nanti kau bosan melihat wajah bodohku.”

Xue Yi menatapnya, lalu tersenyum tipis. “Entah kenapa… aku tidak pernah bosan.”

Wang Ji membeku, lalu tertawa konyol untuk menutupi wajahnya yang merah padam. “Hehehe… aku memang lucu, kan?”

Namun saat ia berjalan keluar paviliun, Luo dan Jian melihat sesuatu yang jarang terlihat di wajah tuan mereka: senyum tulus, hangat, dan penuh kehidupan.

Malam itu, paviliun lotus menyimpan rahasia baru.

Antara seorang putri yang keras kepala, dan seorang pangeran yang pura-pura bodoh tapi hatinya mulai goyah.

Benih itu semakin dalam, menunggu waktu untuk tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa lagi disembunyikan.

Bersambung…

1
Tiara Bella
wahhh jodohnya Bai Xiang ini mah...
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Ciee pangeran dah ada hilal jodoh nih /Chuckle/
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Oohh lama juga sampe bulanan
davina aston
👍👍👍👍👍👍👍
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Wuaaahh manis naa 😃🫠🤗
Tiara Bella
ceritanya bagus
kaylla salsabella
lanjut Thor
Maria Lina
lgi thor kok 1 kn kurang
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Kirain hukum mati, kalo dibuang doang nanti bikin pasukan baru ga tuh
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Wuaah strategina kereen /Determined//Determined/
kaylla salsabella
lanjut Thor
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Keserakahan mengalahkan segalana 😏 hhmm dasar sipaman ga tau diri
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Jebakan ga sih itu /Speechless/
kaylla salsabella
lanjut Thor
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
😂🤣 Nunggu wangji menyatakan cinta kelamaan ya, jadi nembak duluan
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Siapa lagi tuh yg mau bunuh wang ji 🤔
Hendra Yana
mantap
Tiara Bella
makasih thro upnya banyak.... semangat ya
kaylla salsabella
lanjut Thor
kaylla salsabella
lanjut Thor😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!