Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.
Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.
Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.
Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 — Kafetaria
Langkah sepatu kulit Nerios terdengar mantap di sepanjang koridor lantai dasar. Semua karyawan yang berpapasan menundukkan kepala penuh hormat, lalu berbisik lirih setelah pria itu lewat. Camelia berjalan tepat di sampingnya.
Begitu pintu kaca otomatis terbuka, aroma khas kafetaria langsung menyambut—perpaduan kopi segar, roti panggang, dan makanan berat yang menggugah selera. Ruangan itu luas, dengan langit-langit tinggi dan kaca besar yang memperlihatkan taman luar gedung. Deretan meja makan modern terisi karyawan yang tengah makan siang, sebagian besar menoleh begitu melihat CEO mereka masuk.
Camelia merasakan beberapa tatapan terarah padanya. Tidak heran, karena ini pertama kalinya ia terlihat berjalan bersama Nerios di depan banyak karyawan. Jantungnya berdebar, sementara Nerios justru tetap dengan ekspresi datarnya yang khas.
Nerios sedikit menunduk untuk berkata lirih pada Camelia. “Kau terlihat gugup.”
Camelia mendongak, menatap jengkel pria itu, ia balas berbisik namun penuh penekanan. "Bagaimana aku tidak gugup jika semua orang menatap ke arah kita!"
“Biarkan mereka menatap. Mereka harus tahu siapa yang akan selalu ada di sisiku,” balasnya tak acuh sambil kembali menatap depan.
Camelia hanya terdiam, memilih menunduk sedikit. Mereka berhenti di depan konter makanan. Barisan menu digital terpampang, menampilkan pilihan mulai dari pasta, steak, hingga salad segar. Seorang staf segera menghampiri dengan ramah.
“Selamat siang, Tuan Nerios. Nyonya… Apa yang bisa saya pesankan hari ini?” tanya salah satu pramusaji.
Camelia ingin meluruskan, ia tidak suka di panggil Nyonya. “Oh, saya bukan—”
Nerios memotong ucapan Camelia dengan cepat. “Dua porsi steak medium rare. Dan segelas wine merah untukku. Untuknya …” Ia melirik sekilas pada wanitanya. "Jus jeruk.”
Camelia mengerutkan keningnya. “Aku bisa pesan sendiri, Nerios.”
Nerios menunduk sedikit, suaranya rendah. “Aku tidak terbiasa membiarkan wanitaku memilih sendirian.”
Pramusaji mencatat dengan cepat, lalu bergegas menyiapkan pesanan. Nerios menggiring Camelia menuju meja VIP di sudut kafetaria—meja kaca elegan dengan kursi kulit hitam, sedikit terpisah dari keramaian. Dari sana, Camelia bisa melihat beberapa karyawan yang masih melirik ke arah mereka sambil berbisik-bisik.
Camelia berbisik dengan nada jengkel. “Sekarang semua orang akan semakin salah paham.”
Nerios tenang, menatapnya intens. “Mereka tidak salah paham, Camelia. Kau memang milikku, dan aku tidak akan menutupinya.”
Camelia terdiam. Hatinya bergejolak antara marah dan malu. Dirinya tidak suka menjadi pusat perhatian, tetapi Nerios selalu memastikan kehadirannya menjadi sorotan.
"Kau memang s*alan!" maki Camelia sambil meletakan tablet di atas meja.
"I don't f*ck*ng care." Nerios mengendikkan kedua bahunya tak acuh.
Camelia mengendus kesal, ia memilih untuk menatap beberapa laporan yang ada di tablet, sedangkan Nerios memilih untuk bermain ponsel dan sesekali melirik ke arah Camelia.
"Selamat siang Tuan Nerios, apakah saya boleh bergabung bersama?" tanya Sheryl yang tiba-tiba muncul membawa satu nampan di tangannya.
Nerios menoleh ke arah Sheryl dengan tatapan datar. "Kau bukan lagi sekretarisku jika kau lupa!" tegasnya.
"Ah iya ..." Sheryl berpura-pura terkejut seakan dirinya sedang lupa. "Aku lupa jika sekarang posisiku sudah digantikan."
"Loh, Bu Sheryl bukan lagi sekretaris Tuan Nerios?"
"Kau dari mana saja bisa tidak tau info penting itu?"
"Oh astaga! Padahal Bu Sheryl sangat berkompeten, mengapa bisa diganti begitu saja ya?"
"Shh, kalian diam! Tuan Nerios bisa mendengarnya!"
Sheryl tersenyum miring pada Nerios saat mendengar suara karyawan yang duduk tidak jauh. Sedangkan Camelia hanya menunduk sambil terus membaca laporan.
"Maaf ya Camelia. Dulu tempat itu adalah tempatku, aku terbiasa duduk di hadapan Tuan Nerios sambil membahas pekerjaan!" ungkap Sheryl, seakan tidak enak hati.
Nerios menatap wajah Camelia yang sedikit memerah, entah karena marah atau malu. Lalu ia menatap Sheryl dengan tajam. "Jaga batasanmu Sheryl, kedudukan Camelia sekarang lebih tinggi darimu, jadi jaga sikapmu padanya!" tegasnya.
"Sudah aku bilang, aku lupa bahwa dia sud—"
"Pergi!" usir Nerios, ia tidak mau mendengarkan ocehan wanita itu lebih lama.
"Baiklah Tuan Nerios!" Sheryl dengan patuh beranjak dari sana, berjalan menuju meja yang sudah diduduki oleh temannya.
"Mengapa kau tidak pernah membalas ucapan Sheryl? Tidak mungkin kau tidak berani melawannya. Kau saja selalu melawanku!" Nerios tidak suka melihat Camelia yang tidak pernah membalas perbuatan Sheryl, sedangkan padanya selalu saja melawan.
Camelia menatap Nerios dengan datar. "Aku baru bekerja di sini, jadi aku tidak mau karyawan beranggapan buruk padaku. Lagi pula aku mengerti perasaan Sheryl, dia pasti belum menerima karena diturunkan pangkatnya begitu saja."
"Ingat, kedudukanmu sekarang lebih tinggi darinya, jadi jangan mau ditindas olehnya, kau paham?" peringat Nerios dengan tegas.
"Iya aku paham," jawab Camelia dengan cepat.
"Pesanan telah siap!" Pramusaji sudah datang, membawa pesanan Nerios. Dia meletakan satu persatu piring, gelas dan sebotol wine.
"Selamat menikmati!" serunya lalu melangkah pergi.
"Makanlah!" Nerios mendorong piring dan gelas milik Camelia secara perlahan.
Camelia meletakan tablet ke bagian ujung meja, lalu menarik piring dan gelas itu mendekat ke arahnya. Siang-siang begini memang segar jika meminum jus jeruk. Ia menoleh pada minuman milik Nerios, alisnya terangkat satu.
"Memangnya tidak panas meminum wine di siang hari?" batinnya bertanya bingung.
Nerios menyadari tatapan Camelia, ia menyodorkan gelas miliknya yang sudah ia tuangkan wine. "Kau mau mencobanya? Tapi hanya sedikit saja!"
"Tidak." Camelia menggeleng pelan, ia mulai memotong steak miliknya.
"Mengapa kau meliriknya jika kau tidak mau?" tanya Nerios seraya menurunkan tangannya.
Camelia mengunyah dan menelan makanan di dalam mulutnya lebih dulu sebelum membalas, "Aku hanya heran, mengapa kau meminum wine di siang hari padahal cuaca lagi panas."
"Kau mengkhawatirkan aku?" Nerios memotong steak miliknya. "Tenang saja, aku sudah terbiasa minum dikondisi apapun," ungkapnya lalu memasukan potongan steak ke dalam mulutnya.
Camelia menghentikan gerakan mulutnya yang sedang mengunyah, ia menatap heran pria itu. "Siapa yang mengkhawatirkanmu? Aku hanya bertanya saja. Kau terlalu percaya diri!"
Nerios tersenyum kecil, ekspresi dan respon Camelia sangat lucu—menurutnya. "Jika tidak sekarang kau mengkhawatirkan aku, mungkin suatu hari nanti."
"Telan dulu makananmu!" perintah Nerios saat Camelia hendak membalas ucapannya.
"Hari ini kau begitu percaya diri!"
Camelia mencibir setelah ia meminum jus. Ia tidak tau mengapa suasana hati Nerios hari ini cukup baik, pria itu bahkan tidak menggunakan emosi saat menanggapi ocehannya pagi tadi.
"Terserah kau menganggapku apa," balasnya dengan santai.
Setelahnya hening, mereka berdua menikmati makanan milik mereka masing-masing. Nerios terlihat begitu menikmati makan siang bersama Camelia, ia bahkan tidak menyentuh ponselnya sedikit pun, padahal dulu saat bersama Sheryl ia sambil memeriksa pekerjaannya dari ponsel dan pembahasannya dengan Sheryl pun lebih banyak seputar perusahaan.
Nerios pun begitu menikmati minumannya, karena rasa wine merah itu masuk dengan lembut, sedikit hangat di lidah. Ada jejak asam tipis yang segar, bercampur dengan rasa pahit halus seperti cokelat hitam.
Aroma buah beri yang matang terasa kuat, meninggalkan sensasi manis samar yang menempel di langit-langit mulut. Saat melewati tenggorokan, ada kehangatan yang perlahan menjalar, menimbulkan rasa nyaman sekaligus berwibawa—cocok dengan karakter Nerios yang keras namun penuh kendali.
Bahkan Camelia pun tidak munafik jika Nerios memang terlihat penuh wibawa, wajahnya yang tampan dan tegas sangat kontras dengan tubuhnya yang tinggi juga tegap.
Berikan dukungan kalian teman-teman!
Jangan lupa vote dan komen
Salam cinta, biebell