NovelToon NovelToon
Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: Isti arisandi

Kinanti, seorang dokter anak yang cerdas dan lembut, percaya bahwa pernikahannya dengan David, dokter umum yang telah mendampinginya sejak masa koass itu akan berjalan langgeng. Namun, kepercayaan itu hancur perlahan ketika David dikirim ke daerah bencana longsor di kaki Gunung Semeru.

Di sana, David justru menjalin hubungan dengan Naura, adik ipar Kinanti, dokter umum baru yang awalnya hanya mencari bimbingan. Tanpa disadari, hubungan profesional berubah menjadi perselingkuhan yang membara, dan kebohongan mereka terus terjaga hingga Naura dinyatakan hamil.

Namun, Kinanti bukan wanita lemah. Ia akhirnya mencium aroma perselingkuhan itu. Ia menyimpan semua bukti dan luka dalam diam, hingga pada titik ia memilih bangkit, bukan menangis.

Di saat badai melanda rumah tangganya datanglah sosok dr. Rangga Mahardika, pemilik rumah sakit tempat Kinanti bekerja. Pribadi matang dan bijak itu telah lama memperhatikannya. Akankah Kinanti memilih bertahan dari pernikahan atau melepas pernikahan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti arisandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Malam hangat di ruang tamu.

“Mas David, tadi Mbak Kinanti minta dibawakan selimut,” ucap Naura pelan, matanya menatap sekilas ke arah sekeliling seakan memastikan tak ada siapa pun yang mendengar. “Sepertinya Mbak juga butuh termos hangat, Mas David bisa sekalian bawakan. Biar aku ambil.” Suaranya lembut, datar, tapi dengan nada yang menyimpan banyak makna.

David mengangguk ringan. “Oke. Di mana termosnya?”

Naura tak menjawab. Ia berjalan lebih dulu, menyusuri taman dengan langkah anggun. Gaun tipis yang dikenakannya seolah mengikuti setiap lengkungan tubuhnya. Hembusan angin membuat helaian rambut panjangnya menari pelan di udara.

David mengikuti dari belakang, matanya sesekali menunduk, berusaha menahan gelombang perasaan tak nyaman yang tiba-tiba muncul. Naura, adik iparnya sendiri. Cantik, memesona, dan selama ini terlalu sering menatapnya dengan tatapan berbeda.

Begitu mereka sampai di pintu ruang utama Naura segera membukanya dan melangkah masuk. Ia lalu memutar tubuhnya cepat, dan sebelum David sempat mengucap sepatah kata, pintu itu dikunci dari dalam.

Suara klik itu terdengar begitu nyaring di kepala David.

“Naura?” tanyanya perlahan, bingung. “Kamu ngapain? Ini...”

“Ssst...” Naura meletakkan jari telunjuk di bibir, lalu menatapnya dengan sorot mata tajam yang justru membuat dada David bergemuruh tak karuan. “Hanya sebentar saja, Mas. Aku hanya ingin bicara. Dengan tenang. Tanpa ada yang mengganggu.”

David tak membalas. Ia berdiri mematung, menatap sosok di depannya yang kini berjalan pelan ke arahnya. Mata Naura tak lepas dari wajah David, penuh keyakinan. Setiap langkahnya semakin mendekat, hingga jarak mereka hanya tinggal sejengkal.

“Aku tahu Mas David mencintai Mbak Kinanti. Siapa yang tidak tahu hal itu?” bisik Naura, suaranya hampir tak terdengar. “Dia perempuan yang sempurna. Tapi... tidakkah Mas pernah bertanya, kenapa aku selalu menatap Mas seperti ini?”

David menarik napas dalam, tapi sebelum ia sempat bicara, Naura melangkah maju dan menempelkan tubuhnya pada dada David.

Detik itu, dunia terasa hening.

Naura bisa merasakan detak jantung David yang berdebar keras di balik dadanya. Tangannya menyentuh pelan kerah kemeja David, jemarinya menelusuri dengan pelan, seolah membaca isi hatinya lewat kulitnya sendiri.

Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci, dan Naura terus menggigit bibir bawahnya, memberikan sinyal yang begitu jelas akan niatnya.

“Naura... ini nggak benar,” gumam David. Namun suaranya lemah, hampir tak terdengar oleh dirinya sendiri.

Naura tak mundur. Justru ia mendorong tubuh David hingga pria itu menempel pada daun pintu. Tubuhnya menempel rapat, dan tangannya kini menyentuh pipi David dengan lembut.

“Kenapa nggak benar, Mas?” bisiknya lembut. “Kalau perasaan ini datang dengan sendirinya, kalau hati ini jatuh tanpa bisa ditahan... masih salahkah? Kamu sudah pernah merasakannyakan kan, makam itu 3 kali lho Mas?"

David menggeleng, tapi tubuhnya tetap kaku. Ada badai dalam dadanya, antara akal sehat dan godaan yang terlalu menggoda. Ia tahu ini salah. Ia tahu ini tidak seharusnya. Tapi sentuhan Naura... wajah Naura... sorot mata penuh kerinduan dan harap itu... semuanya membuatnya lemah.

Bibir Naura kini begitu dekat, hanya butuh satu tarikan napas untuk menyentuh. Dan ketika akhirnya ia mendekat, David tidak bergerak. Ia membiarkan bibir itu menyentuh miliknya. Lembut. Lama. Sunyi.

Mereka berpagut mesra, sangat lama. Nafas keduanya saling menyatu, menghangatkan ruang dingin itu menjadi penuh gelora. Bibir mereka terus saling mencari, menari dengan pelan namun dalam. Ada hasrat, ada ketakutan, ada pengkhianatan yang membayangi... tapi juga ada kenikmatan yang sulit untuk ditolak.

Pelan-pelan, David mengangkat tangannya. Ia menyentuh lengan Naura, berusaha mendorong pelan... namun bukan untuk menolak, hanya sekadar memberi jeda. Tapi Naura malah menangkap tangannya, lalu meletakkan tangan David di pinggangnya.

“Mas David..” bisik Naura lirih. “Apa hanya aku yang merasa begini?”

Tubuh mereka kini saling menempel erat, jantung berdetak liar, dan suasana semakin panas meski tak ada satu kata pun yang diucapkan. Naura mengusap leher David dengan bibirnya, mencium pelan, lalu berbisik di telinganya.

“Kalau Mas benar-benar tidak menginginkan ini, Mas bisa pergi sekarang,” katanya dengan suara gemetar, “Aku nggak akan memaksa. Tapi kalau Mas bertahan... biarkan aku mencintai Mas malam ini... hanya malam ini saja...”

Kata-kata itu membuat dada David terasa ditusuk ribuan jarum. Ia ingin bicara, tapi bibirnya terlalu sibuk mencium kembali bibir Naura. Ia ingin mundur, tapi tangannya justru semakin erat memeluk tubuh gadis itu.

David terdiam sejenak, memandangi wajah Naura yang kini begitu dekat. Ada perasaan yang tak terlukiskan, antara ragu, hasrat, dan semacam penyesalan samar yang mencoba berbisik di antara logika dan perasaan.

Namun detik itu, tubuh lebih jujur daripada kata-kata.

Perlahan, tanpa suara, David mengangkat tubuh Naura ke dalam pelukannya. Gadis itu tidak memberontak. Justru wajahnya bersandar lembut di dada David, dan lengannya melingkari leher lelaki itu dengan erat, seakan tak ingin dipisahkan oleh waktu atau jarak.

Langkah David tenang, membawa Naura ke ruang tengah yang remang dan senyap. Sebuah meja panjang yang biasanya dipenuhi buku dan cangkir teh kini kosong, seakan mengerti bahwa malam ini akan menyimpan rahasia yang tak boleh diketahui siapa pun.

Dengan penuh kelembutan, David membaringkan Naura di atas permukaan meja kayu itu. Cahaya lampu gantung jatuh menyinari sebagian wajah Naura yang mulai merona. Tidak ada kata yang keluar, hanya tatapan dalam yang berbicara mewakili rasa yang tak sempat mereka ungkapkan selama ini.

Jari-jari David menyusuri wajah Naura dengan gemetar. Ia menyentuh pipi, mengusap helai rambut, lalu meraih jemari gadis itu dan menggenggamnya erat. Dalam diam mereka menyatu, bukan sekadar dalam tubuh, tapi dalam luka, harapan, dan kesepian yang akhirnya menemukan pelabuhan.

Perlahan-lahan, dua hati itu saling terbuka. Gerak mereka lembut dan penuh penghormatan, seolah tak ingin terburu-buru menghabiskan waktu yang entah kapan akan berakhir. Sentuhan demi sentuhan terjadi dalam keheningan malam, seperti simfoni tak bersuara yang hanya mereka berdua yang dapat mendengarnya.

Naura memejamkan mata, membiarkan dirinya larut dalam pelukan yang selama ini hanya menjadi angan.

David menunduk, mengecup keningnya, lalu pelan-pelan bibirnya menjelajah ke pipi dan akhirnya bersatu kembali dengan bibir Naura yang lembut dan penuh gairah yang tenang.

Tak ada keributan, tak ada desahan berlebihan. Hanya bisikan napas yang saling beradu, saling mengisi kekosongan yang terlalu lama mereka pendam.

Malam itu menjadi saksi dari penyatuan dua jiwa yang seharusnya tidak bersatu, tapi telah terlalu lama saling terikat oleh rasa yang tak terucap.

Dan ketika semuanya usai, David tetap memeluk Naura dalam diam. Tak ada senyum, tak ada ucapan janji. Hanya diam yang panjang dan tatapan yang penuh kerumitan.

Naura menyandarkan kepalanya di dada David, mendengar detak jantung yang kini tenang. Ia tahu, esok akan ada batas, akan ada luka baru. Tapi malam ini... ia hanya ingin menikmati waktu yang akhirnya berpihak padanya, walau hanya sekejap.

Dalam sekejap, semuanya seperti lepas kendali. Mereka hanyut dalam pelukan, dalam bisikan yang memabukkan.

Tubuh mereka menyatu dalam tarikan hasrat yang terlalu lama terpendam. Setiap ciuman, setiap sentuhan, menjadi semacam pelarian dari kenyataan yang membelenggu.

Naura membelai rambut David perlahan, sesekali menarik wajahnya untuk dicium lagi, dan lagi. Pelukannya erat, seolah tak ingin melepaskan. Ia telah terlalu lama memendam perasaan ini, menyimpannya dalam dada, dalam pandangan, dalam senyuman yang tak pernah dibalas.

Dan malam ini, dia bisa merasakannya. Bahwa David... bahkan jika hanya sesaat... benar-benar membalas perasaannya.

Setelah waktu yang terasa abadi, mereka perlahan saling melepaskan pelukan.

Napas keduanya masih terengah, tubuh berkeringat dan mata berkabut. Naura menunduk pelan, menyembunyikan wajahnya yang merah, mungkin oleh rasa malu, atau oleh rasa bersalah.

David menatap Naura, lama. Ada pertarungan dalam matanya, antara penyesalan dan kepuasan, antara tanggung jawab dan godaan yang baru saja terjadi.

“Naura...” suaranya serak. “Kita... nggak seharusnya begini. Tapi selalu terulang.”

Naura mengangguk pelan. “Aku tahu,” bisiknya. “Tapi aku juga tahu... malam ini akan jadi malam yang selalu aku kenang. Bahkan kalau Mas nggak akan pernah menyentuhku lagi setelah ini.”

Air mata menetes di pipi Naura. Ia mencoba tersenyum, tapi senyum itu pahit. Ia membalikkan badan, membuka pintu dengan pelan, dan membiarkan dinginnya malam menyusup ke dalam ruangan yang masih menyimpan jejak peluh dan hasrat mereka.

David tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya berdiri di sana, menatap punggung Naura yang perlahan menjauh dengan langkah terseok.

Di luar, langit telah gelap sempurna.

Dan di dalam hati mereka, ada sesuatu yang baru saja pecah... dan tak akan pernah bisa kembali utuh.

Kinanti meraih gelas dengan hati-hati, perawat yang melihatnya segera membantu mengambilkan, tapi gelas yang nyaris dalam genggaman justru malah terjatuh ke pantai.

Pyar!!

Jantung Kinanti tiba-tiba berdebar, Kinanti lalu beristighfar.

1
Ma Em
Thor semoga kebohongan Naura dgn David terbongkar sebelum Naura menikah dgn Yusuf , serapih rapihnya nyimpan bangkai baunya akan tercium juga .
Rahmi
Lanjutttt
Rian Moontero
lanjuuuuttt/Determined//Determined/
Yunia Spm
keren
Yunia Spm
definisi ipar adalah maut sebenarnya....
watini
badai besar siap menghancurkan davit naura.karna kebusukan tak kan kekal tersimpan.moga Yusuf ga jadi nikahin Naura,dan mendapatkan jodoh terbaik.
watini
suka cerita yg tokoh utamanya wanita kuat dan tegar.semangat thor,lanjut
Isti Arisandi.: terimakasih komentar pertamanya
total 1 replies
Isti Arisandi.
Selamat membaca, dan jangan lupa beri like, vote, dan hadiah
Isti Arisandi.: jangan lupa tinggalkan komentar dan like tiap babnya ya...😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!