Delavar sudah lama memendam rasa pada seorang wanita bernama Amartha. Tapi, Amartha selalu menolaknya karena alasan dia sudah hamil tanpa tahu siapa ayah bayi yang sedang dikandung.
Delavar yang mengetahui hal tersebut pun meminta Amartha untuk bercinta dengannya. Sebagai imbalan, Delavar akan mengakui bayi dalam kandungan Amartha sebagai anaknya.
Apakah Amartha bersedia menerima tawaran tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14
Delavar membawa Amartha ke kamarnya. Membiarkan tubuh yang tak sadarkan diri itu terlelap di atas tempat tidur empuk miliknya. Dia menelan saliva saat tak sengaja kemeja bagian atas wanitanya terbuka hingga membuat sedikit belahan terlihat.
Rasanya Delavar ingin membuka semua kain yang menutupi tubuh Amartha yang begitu seksi. Tapi tangannya langsung menampar pipi agar pikiran picik itu menghilang.
“Kau pikirkan bagaimana perasaan Amartha, bodoh! Dia akan membencimu jika tahu kau memanfaatkan kesempatan saat dia tak berdaya seperti ini!” Delavar memperingatkan diri sendiri agar tak berbuat di luar batas kewajaran.
Anak ketiga di keluarga Dominique itu memilih untuk mengayunkan kakinya menuju walk in closet, mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Dia segera melucuti kain yang menutupi area pinggul ke bawah hingga kini sudah polos.
Delavar menarik napasnya dalam-dalam saat melihat sesuatu yang tegak namun bukan keadilan sedang meminta untuk dijinakkan. Helaan napas kasar dan decakan frustasi keluar dari bibirnya yang manis. “Ini belum jadwalku membuang calon anak-anakku, tapi harus ku buang lagi bibit premiumku ini,” keluhnya.
Baru tadi pagi Delavar membuang jutaan calon penerusnya. Dan malam ini dia harus melakukan lagi karena terpaksa. “Apa boleh buat, aku sudah terbiasa bermain sendiri.”
Lagi-lagi tangan Delavar membuat guncangan pada bagian tubuhnya yang bisa mengkerut dan membesar tergantung kondisi yang dihadapi. Dia mengulangi kegiatannya yang dilakukan tadi pagi.
“Sialan! Tanganku lelah, lama sekali keluarnya!” Delavar mengumpati senjata miliknya yang tak kunjung menyemburkan cairan. Sudah empat puluh lima menit dia berada di dalam kamar mandi. Dari tadinya berdiri sampai berlutut karena lelah pun dia lakukan. Tapi sekarang benar-benar tak kuat lagi.
Tangan Delavar rasanya lemas dan kakinya berasa kesemutan. “Argh ...,” raungnya semakin mempercepat tangan. Biasanya jika ritme semakin naik, maka lebih cepat mencapai puncak. Tapi nyatanya, tetap tidak. “Pak tua sialan! Obat perangsang atau obat kuat yang kau campur ke makanan Amartha?!”
Delavar benar-benar sudah frustasi. Satu jam. Bayangkan selama itu dia bermain solo sampai rasanya sudah tak bisa terdefinisikan lagi. Bukan kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya, namun siksaan secara perlahan.
Delavar menyambar handuk kimono untuk menutupi tubuh atletisnya. Dia berjalan keluar kamar mandi, saat melihat tubuh Amartha yang memperlihatkan paha mulus, benar-benar imannya sedang diuji. “Orangnya ada di depan mata, tapi kenapa aku tak tega untuk menjamahnya.”
Walaupun saat ini dia sedang tersiksa dengan hasrat yang sedari tadi belum padam, tapi Delavar memilih untuk menyelimuti wanitanya. Dia hanya berani meninggalkan sebuah kecupan di kening Amartha. “Andai kau milikku, pasti saat ini kita sudah bergelut di atas ranjang,” gumamnya.
Delavar mengayunkan kaki meninggalkan kamarnya. Dia turun ke bawah untuk menelepon dokter keluarga. Sofa di ruangan yang biasa digunakan utuk berkumpul bersama saudara-saudaranya itu kini dikuasai olehnya. Segera mengambil telepon nirkabel dan memencet nomor Mr. Brave.
“Mr. Brave, tolong segera ke mansion keluargaku!” titah Delavar tak sabaran.
“Apakah ada yang sakit, Tuan?” tanya Mr. Brave.
“Ya, pabrik pembuatan bibit premium calon anakku tak mau tidur,” ungkap Delavar tanpa malu. “Kau bawa obat atau apalah sebagai penawar. Aku tak sengaja mengkonsumsi obat perangsang atau entahlah, bisa jadi obat kuat juga,” imbuhnya menjelaskan agar dokter keluarganya dapat berpikir mencari jalan keluar masalahnya.