Alistair, seorang pemuda desa yang sederhana, mendapati dirinya dihantui oleh mimpi-mimpi aneh tentang pertempuran dan pengkhianatan. Tanpa disadarinya, ia adalah reinkarnasi dari seorang ksatria terhebat yang pernah ada, namun dikutuk karena dosa-dosa masa lalunya. Ketika kekuatan jahat bangkit kembali, Alistair harus menerima takdirnya dan menghadapi masa lalunya yang kelam. Dengan pedang di tangan dan jiwa yang terkoyak, ia akan berjuang untuk menebus dosa-dosa masa lalu dan menyelamatkan dunia dari kegelapan abadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhimas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Gerbang Menuju Kegelapan Abadi
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk memulai perjalanan mereka menuju Hutan Terlarang dengan hati yang berat namun penuh tekad. Udara di sekitar mereka terasa dingin dan lembap, seolah-olah alam itu sendiri menolak kehadiran mereka. Pepohonan menjulang tinggi, menghalangi sinar matahari dan menciptakan bayangan yang menari-nari di tanah.
"Hutan ini terasa aneh," kata Lyra, matanya yang tajam mengamati sekeliling. "Gue nggak suka tempat ini."
"Hutan Terlarang memang dikenal karena aura kegelapannya," timpal Merlin, tongkatnya bersinar redup. "Makhluk-makhluk yang tinggal di sini telah dirusak oleh sihir jahat Mordath."
"Kita harus tetap waspada," pesan Alistair, tangannya menggenggam erat Lightbringer. "Kita tidak tahu apa yang menanti kita di dalam sana."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka, langkah kaki mereka menapaki tanah yang basah dan berlumpur. Semakin dalam mereka memasuki hutan, semakin gelap dan menakutkan tempat itu. Suara-suara aneh bergema di antara pepohonan, membuat bulu kuduk merinding.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara gemerisik di semak-semak di dekat mereka. Alistair mengangkat Lightbringer, bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan muncul.
Seekor makhluk mengerikan keluar dari semak-semak. Makhluk itu adalah serigala raksasa dengan mata merah menyala dan gigi-gigi tajam yang menganga. Tubuhnya dipenuhi dengan luka dan borok, dan dari mulutnya keluar cairan hitam yang menjijikkan.
"Makhluk terkutuk," desis Merlin. "Ini adalah penjaga Hutan Terlarang."
Serigala itu meraung dan menyerang mereka. Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk bersiap untuk bertempur.
Alistair maju ke depan, Lightbringer bersinar terang di tangannya. Ia menebas serigala itu dengan pedangnya, tetapi serigala itu berhasil menghindar.
Lyra menembakkan anak panah ke arah serigala itu, tetapi anak panah itu hanya mengenai bulunya yang tebal. Serigala itu meraung marah dan mencoba untuk menyerang Lyra.
Merlin menggunakan sihirnya untuk melindungi Lyra. Ia menciptakan perisai energi di sekelilingnya, melindungi Lyra dari serangan serigala itu.
Baruk menyerang serigala itu dengan pedangnya, tetapi serigala itu terlalu kuat. Serigala itu mendorong Baruk ke tanah dan mencoba untuk menggigitnya.
Alistair melihat Baruk dalam bahaya dan bergegas membantunya. Ia menebas serigala itu dengan Lightbringer, mengenai tubuhnya.
Serigala itu menjerit kesakitan dan mundur. Lightbringer telah melukai serigala itu dengan parah.
Serigala itu meraung marah dan menyerang Alistair dengan sekuat tenaga. Alistair berhasil menangkis serangan serigala itu, tetapi ia terdorong mundur.
Serigala itu terus menyerang Alistair, tidak memberinya kesempatan untuk bernapas. Alistair mulai kelelahan.
Tiba-tiba, Lyra menembakkan anak panah ke arah mata serigala itu. Anak panah itu mengenai mata serigala itu, membuatnya menjerit kesakitan.
Serigala itu terhuyung mundur, memegangi matanya. Alistair mengambil kesempatan itu dan menebas serigala itu dengan Lightbringer, memenggal kepalanya.
Serigala itu jatuh ke tanah, mati.
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk menghela napas lega. Mereka telah berhasil mengalahkan salah satu penjaga Hutan Terlarang.
"Kita harus terus maju," kata Alistair. "Kita masih jauh dari kuil kuno."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka, berhati-hati untuk menghindari makhluk-makhluk lain yang mungkin bersembunyi di hutan.
Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah sungai yang lebar dan deras. Sungai itu tampak berbahaya dan sulit untuk diseberangi.
"Bagaimana kita akan menyeberangi sungai ini?" tanya Lyra, merasa khawatir.
"Saya punya ide," kata Merlin. "Saya bisa menggunakan sihir saya untuk membuat jembatan sementara."
Merlin mengangkat tongkatnya dan mengucapkan mantra. Sungai itu mulai membeku, membentuk jembatan es yang kokoh.
"Ayo cepat," kata Merlin. "Jembatan ini tidak akan bertahan lama."
Alistair, Lyra, dan Baruk menyeberangi jembatan es itu dengan cepat. Saat mereka tiba di seberang sungai, jembatan es itu mencair dan menghilang.
"Kita berhasil," kata Alistair, menghela napas lega. "Sekarang, kita harus mencari kuil kuno."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka, mengikuti jejak-jejak kuno yang terukir di bebatuan dan pepohonan. Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah lembah yang gelap dan sunyi.
Di tengah lembah, mereka melihat sebuah kuil kuno yang runtuh. Kuil itu tampak angker dan menakutkan. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan lumut dan retakan, dan atapnya telah runtuh sebagian.
"Ini dia," kata Alistair, matanya terpaku pada kuil itu. "Kuil tempat Lightbringer disembunyikan."
Mereka mendekati kuil itu dengan hati-hati. Saat mereka semakin dekat, mereka merasakan aura sihir yang kuat memancar dari kuil itu.
"Kuil ini dijaga oleh sihir yang kuat," kata Merlin. "Kita harus berhati-hati."
Mereka memasuki kuil itu dengan hati-hati. Di dalam kuil, mereka melihat banyak patung-patung kuno yang rusak dan berdebu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan yang menggambarkan adegan-adegan pertempuran dan ritual-ritual kuno.
"Kuil ini terasa seperti tempat yang suci," kata Lyra, mengamati sekeliling. "Tapi, ada sesuatu yang aneh di sini."
"Saya merasakan kehadiran sihir gelap yang kuat," kata Merlin. "Kita harus berhati-hati."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka, menjelajahi setiap sudut dan celah kuil itu. Mereka mencari petunjuk tentang di mana Lightbringer disembunyikan.
Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah ruangan yang besar dan gelap. Di tengah ruangan, mereka melihat sebuah altar batu yang kuno.
Di atas altar, mereka melihat sebuah buku kuno yang terikat dengan rantai besi. Buku itu tampak sangat tua dan rapuh.
"Apa itu?" tanya Alistair, menunjuk ke arah buku itu.
"Saya tidak tahu," jawab Merlin. "Tapi, saya merasakan energi sihir yang kuat memancar dari buku itu."
Alistair mendekati altar itu dan mencoba untuk mengambil buku itu. Tapi, saat ia menyentuh buku itu, ia merasakan sengatan listrik yang kuat.
"Aduh!" seru Alistair, menarik tangannya. "Buku ini dilindungi oleh sihir."
"Saya bisa mencoba untuk menghilangkan sihir itu," kata Merlin.
Merlin mengangkat tongkatnya dan mengucapkan mantra. Ia mencoba untuk menghilangkan sihir yang melindungi buku itu, tetapi ia tidak berhasil.
"Sihir ini terlalu kuat," kata Merlin. "Saya tidak bisa menghilangkannya."
"Kalau begitu, kita harus mencari cara lain untuk mendapatkan buku itu," kata Lyra.
Mereka bertiga berpikir keras, mencoba untuk mencari cara untuk mendapatkan buku itu. Tiba-tiba, Baruk berseru.
"Saya punya ide!" kata Baruk. "Saya pernah mendengar tentang sebuah ramuan yang bisa menghilangkan sihir. Ramuan itu disebut 'Air Mata Dewa'. Jika kita bisa mendapatkan ramuan itu, kita bisa menghilangkan sihir yang melindungi buku itu."
"Di mana kita bisa mendapatkan ramuan itu?" tanya Alistair.
"Ramuan itu hanya bisa ditemukan di puncak Gunung Berapi," jawab Baruk. "Gunung itu dijaga oleh naga api yang ganas."
"Naga api?" tanya Lyra, merasa khawatir. "Itu terlalu berbahaya. Kita tidak mungkin bisa mengalahkan naga api."
"Kita harus mencoba," kata Alistair. "Buku itu mungkin berisi petunjuk tentang di mana Lightbringer disembunyikan. Kita tidak bisa menyerah sekarang."
"Baiklah," kata Lyra. "Kita akan pergi ke Gunung Berapi. Tapi, kita harus berhati-hati. Naga api itu pasti sangat kuat."
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk bersiap untuk perjalanan mereka ke Gunung Berapi. Mereka tahu bahwa perjalanan itu akan sangat berbahaya.