Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.
Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.
Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.
Yuk, simak kisahnya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Dilema
Hari-hari berlalu, kehamilan Hana memasuki bulan ketiga. Perutnya memang belum terlalu terlihat, namun rasa mual di pagi hari, tubuh yang mudah lelah, hingga perubahan suasana hati mulai sering ia alami. Jamilah selalu setia mendampinginya, memastikan Hana tidak melakukan pekerjaan berat.
Laudya juga sesekali menunjukkan perhatian. Pulang dari kantor, ia membawakan susu khusus ibu hamil, buah segar, dan bahkan vitamin tambahan.
“Aku tahu rasanya sulit, Hana,” ucap Laudya sambil tersenyum tipis, meletakkan kantong belanjaan di meja makan. “Minum ini teratur, dokter bilang bagus untuk janin.”
Hana mengangguk sopan. “Terima kasih, Nyonya,” jawabnya pelan, meski di hatinya masih ada jarak.
Sementara itu, Hansel memiliki caranya sendiri. Pria itu diam-diam menyiapkan hal-hal kecil untuk Hana, pakaian muslimah longgar agar ia nyaman, selimut lembut supaya tidurnya hangat, bahkan lilin aroma terapi khusus ibu hamil untuk menenangkan pikirannya.
Suatu sore, ketika Hansel menyerahkan bingkisan berisi gamis sederhana warna pastel kepada Hana, Laudya baru saja turun dari tangga dan melihatnya.
“Hansel…” suara Laudya terdengar dingin.
Hansel menoleh, sedikit terkejut. “Ya?”
Tatapan Laudya jatuh pada kantong belanja di tangan suaminya. Bibirnya mengerucut. “Kamu tidak perlu membelikan pakaian untuk wanita lain. Kalau Hana butuh, kita bisa memberinya uang. Dia bisa membeli sendiri. Tidak perlu … sampai sejauh itu.”
Hana sontak menunduk, jantungnya berdegup kencang. Ia merasa bersalah, meski dirinya tak pernah meminta apapun. Hansel terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. Matanya menatap istrinya dengan tenang, tapi di dalam dadanya ada rasa berat. Dan tanpa sadar, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.
“Laudya … ini bukan sekadar barang. Aku hanya ingin memberi hadiah untuk ibu dari calon bayi kita.”
Kata “ibu calon bayi kita” meluncur begitu ringan, tapi justru menohok dada Laudya. Laudya terdiam, senyumnya lenyap, digantikan tatapan nanar yang berusaha ia sembunyikan. Ia menelan ludah, lalu berbalik, menyamarkan getaran suaranya.
“Baiklah, Mas. Kalau itu yang kamu mau…” ucapnya lirih, lalu berlalu meninggalkan mereka. Hana yang sejak tadi berdiri kikuk, semakin merasa terhimpit. Tangannya menggenggam ujung gamis yang baru saja ia terima.
'Kenapa aku merasa jadi penyebab jarak di antara mereka?'
Namun, ketika matanya bertemu dengan Hansel, pria itu hanya menatapnya singkat lalu berucap pelan, “Pakai saja. Aku ingin kamu nyaman.”
Dan untuk kesekian kalinya, Hana merasa ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan itu. Bukan sekadar kewajiban, bukan sekadar tuntutan. Ada perhatian dan itu membuat hatinya bergetar, meski ia tahu itu salah.
Malam itu rumah terasa begitu sunyi. Hana sudah kembali ke kamarnya setelah makan malam, Jamilah pun telah tertidur. Hanya terdengar suara angin dari sela jendela yang berderak pelan.
Di kamar utama, Laudya duduk termenung di tepi ranjang. Gamis longgar berwarna pastel yang tadi diberikan Hansel masih membayang di kepalanya. Bukan soal pakaian itu tetapi cara Hansel menyebut Hana sebagai “ibu dari calon bayi kita.”
Laudya menggenggam erat seprai, lalu tanpa sadar bulir air mata jatuh di pipinya.
“Aku yang istrinya … aku yang seharusnya mengandung … tapi kenapa aku merasa seperti orang ketiga di rumahku sendiri?” gumamnya lirih.
Dia menutup mulutnya, menahan isak agar tak terdengar Hansel yang masih berada di ruang kerja. Namun, luka itu nyata. Laudya sendiri yang merelakan Hana menikah siri dengan suaminya demi seorang anak, tapi ternyata hati seorang wanita tak bisa selamanya kuat. Sementara itu, di kamar sederhana di lantai bawah, Hana duduk bersandar di ranjang. Tangannya mengusap perut yang belum terlalu terlihat, tatapannya kosong.
“Kenapa aku iri pada Nyonya Laudya? Bukankah ini memang keinginannya, keinginan mereka? Tapi … kenapa aku berharap setiap pelukan itu hanya untukku, perhatian itu untukku? Jangan bodoh, Hana … jangan jatuh cinta, kau hanya pengganti.”
Namun, setiap kali ia mengingat tatapan Hansel yang penuh perhatian, setiap kali mendengar suara lembutnya saat menyuruhnya hati-hati, ada sesuatu yang tumbuh dalam hatinya. Rasa yang seharusnya tidak pernah ada.
Air matanya menetes. “Aku takut … aku benar-benar takut, tapi aku juga tak bisa berhenti merasakannya.”
Di ruang kerja, Hansel menutup laptopnya. Pikirannya kacau, tak bisa fokus pada laporan di hadapannya. Bayangan wajah Hana terlintas jelas di benaknya, tatapan gugupnya, senyum tipisnya, bahkan cara ia menghela napas saat menahan mual. Hansel menatap ke luar jendela, seakan mencari jawaban.
“Kenapa aku berbeda saat bersamanya? Aku seharusnya hanya melihatnya sebagai ibu pengganti … hanya sampai anak itu lahir. Tapi kenapa setiap kali melihatnya, aku merasa damai? Bahkan … jauh lebih damai daripada dengan Laudya.”
Hansel mengacak rambutnya frustasi. “Ini gila … ini salah. Tapi, aku tidak bisa membohongi hatiku.”
Malam itu, untuk pertama kalinya Hansel sadar, Hana bukan lagi sekadar “ibu pengganti.” Ia adalah wanita yang tanpa sengaja menyentuh hatinya dan membuatnya goyah di tengah pernikahan yang seharusnya hanya untuk Laudya. Hansel mulai merasakan bahwa kini dia telah jatuh cinta pada wanita yang mengandung bayinya.
Laudya, terbaring dalam isak tangisnya mengingat semua perlakuan Hansel pada Hana. Sedangkan, Hana terbaring dalam dada yang sesak saat mengingat bagaimana Laudya bahagia atas bayi yang dia kandung, dan terlihat Hansel berdiri di balkon ruang kerjanya sembari menatap langit yang gelap malam itu dua wajah melintasi jalan pikirannya. Satu ibu pengganti, satu lagi istri sah yang tak pernah bisa dia ganti.
[Ma, Hana sudah hamil ... usianya jalan tiga bulan,] Hansel mengetik pesan lalu mengirim pesan itu pada ibunya.
udah lah Ray kalo gua jadi lu gaya bawa minggat ke Cairo tuh si Hana sama bayinya juga, di rawat di rumah sakit sana, kalo udah begini apa Laudya masih egois mau pisahin anak sama ibu nya
Rayyan be like : kalian adalah manusia yg egois, kalian hanya memikirkan untuk mengambil bayi itu tanpa memikirkan apa yg Hana ingin kan, dan anda ibu jamilah di sini siapa yg anak ibu sebenarnya, Hana atau Laudya sampi ibu tega menggadaikan kebahagiaan anak ibu sendiri, jika ibu ingin membalas budi apakah tidak cukup dengan ibu mengabdikan diri di keluarga besar malik, kalian ingin bayi itu kan Hansel Laudya, ambil bayi itu tapi aku pastikan hidup kalian tidak akan di hampiri bahagia, hanya ada penyesalan dan kesedihan dalam hidup kalian berdua, aku pastikan setelah Hana sadar dari koma, aku akan membawa nya pergi dari negara ini, aku akan memberikan dia banyak anak suatu hari nanti
gubrakk Hansel langsung kebakaran jenggot sama kumis 🤣🤣🤣
biar kapok juga Jamilah
Pisahkan Hana dari keluarga Malik..,, biarkan Hana membuka lembaran baru hidup bahagia dan damai Tampa melihat orang" munafik di sekitarnya
Ayo bang Rey bantu Hana bawa Hana pergi yg jauh biar Hansel mikir pakai otaknya yang Segede kacang ijo itu 😩😤😏
Hana buka boneka yang sesuka hati kalian permainkan... laudya disini aku tidak membenarkan kelakuan mu yang katanya sakit keras rahim mu hilang harusnya kamu jujur dan katakan sejujurnya kamu mempermainkan kehidupan Hana laudya... masih banyak cara untuk mendapatkan anak tinggal adopsi anak kan bisa ini malah keperawatan Hana jadi korban 😭 laudya hamil itu tidak gampang penuh pengorbanan dan perasaan dimana hati nurani mu yg sama" wanita dan untuk ibunya Hana anda kejam menjual mada depan anakmu demi balas budi kenapa endak samean aja yg ngandung tu anak Hansel biar puas astaghfirullah ya Allah berikanlah aku kesabaran tiap baca selalu aja bikin emosi 😠👊