Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Punishment
...****************...
Ketika sampai di pintu belakang mansion, Serein menghentikan langkahnya sejenak. Alisnya mengerut, heran karena tidak melihat satu pun penjaga yang seharusnya berjaga di pintu.
Meski bingung, rasa lega perlahan muncul di dadanya. Ia tidak perlu mengendap masuk seperti pencuri malam, tidak perlu mengatur napas sembari menahan degup jantung karena takut ketahuan.
Tapi perasaan tenang itu tidak bertahan lama. Ternyata, sudah ada seseorang yang berdiri menunggunya di sana.
Duchess Valencia.
“Habislah,” gumam Serein pelan sambil menunduk.
Sorot mata wanita dengan rambut yang disanggul rapi itu menyapu Serein dari atas sampai bawah.
“Bagus, sudah bisa berkeliaran sekarang?”
***
Karena kelakuannya yang akhirnya ketahuan, Ayahnya menjatuhkan hukuman yang cukup menyebalkan bagi Serein: ia tidak diizinkan keluar rumah ke mana pun selama satu minggu penuh. Bukan hanya itu, selama masa ‘pengasingannya’, Serein diwajibkan menamatkan tumpukan buku-buku sejarah kerajaan—topik yang paling ia benci dan selalu ia hindari dengan seribu alasan.
“Tapi, empat hari lagi aku harus menghadiri undangan pesta teh dari Marchioness Eleanor, Ayah,” ujar Serein, Ia berharap setidaknya hukumannya bisa dikurangi untuk acara itu.
Namun Duke Draka bukanlah orang yang mudah, harapan Serein hanya dibalas dengan tatapan datar dari Duke Draka. Ia berucap tegas. “Berusahalah agar Ayah bermurah hati mengizinkanmu pergi saat itu,” ucapnya singkat, seolah kalimat itu sudah final dan tidak bisa ditawar.
Serein menggertakkan giginya pelan. Ia tahu betul maksud tersirat dari perkataan Ayahnya. Duke Draka pasti ingin melihatnya dengan sorot mata memohon, berharap belas kasihan—hal yang mustahil ia lakukan.
Tapi tetap saja, meski ia sebal, dalam hati Serein mengakui bahwa hukuman ini masih jauh lebih ringan dibandingkan dengan usulan Duchess Valencia. Wanita itu bahkan menyarankan agar Serein dikurung di dalam kamar tanpa boleh bertemu siapa pun selama seminggu penuh. Untungnya, Duke Draka tidak sekejam itu. Setidaknya ia masih membiarkan Serein bernapas di halaman rumah… meski sambil membawa buku-buku sejarah setebal bata.
***
Serein menatap kesal buku sejarah yang terbuka di pangkuannya. Helaan napas berat meluncur dari bibirnya untuk entah yang keberapa kali sejak pagi. Ia harus menamatkan buku itu hari ini juga, lalu menyetor rangkuman isinya kepada sang ayah. Tugas yang membosankan, melelahkan, dan sangat tidak menarik bagi seorang Serein, ia lebih suka pembelajaran matematika dari pada membaca untaian paragraf panjang ini.
“Siapa yang peduli dengan legenda seperti ini?” dumelnya sambil melirik sinis ke halaman yang sedang dibacanya.
Deretan kalimat panjang menjelaskan tentang asal mula Kerajaan Aethermere, yang menceritakan bagaimana leluhur kerajaan itu merupakan seorang pendekar kuat yang dikisahkan menikah dengan Dewi Cahaya. Namun karena pernikahan mereka melanggar hukum para Dewa, Dewi Cahaya akhirnya harus mengorbankan dirinya. Ia melindungi Kerajaan Aethermere dari murka langit dan para Dewa sampai tubuh sucinya tak lagi sanggup berpijak di bumi.
Serein menggeleng kecil, tak habis pikir bagaimana orang-orang bisa memuja legenda sefantastis itu. Tapi meski begitu, ia tetap membaca sampai tuntas. Ia menyusun rangkuman seadanya—cukup jelas untuk dipahami, tapi tidak terlalu detail karena niatnya memang hanya agar kewajibannya selesai. Setelah itu, ia melangkah ke ruang kerja Duke Draka, membawa hasil setorannya dengan enggan.
Duke Draka menunggu di balik meja kerjanya yang dipenuhi dokumen dan peta-peta militer. Ketika Serein menyelesaikan laporannya, sang ayah nampak hanya memberi anggukan kecil, setidaknya Duke cukup puas.
“Ayah akan bermurah hati,” ucapnya, suaranya datar namun mengandung makna tertentu, “jika kau memberi tahu apa yang sebenarnya kau lakukan di luar sana, Serein.”
Serein menegakkan tubuhnya, menatap ayahnya dengan penuh keyakinan. “Ayah, aku sudah mengatakan yang sejujurnya. Aku hanya ingin melihat festival rakyat yang diselenggarakan kemarin,” jawabnya meyakinkan, berusaha agar tidak terlihat seperti berbohong—karena memang tidak.
Walaupun sedikit, ia memang tidak berniat menyinggung pertemuannya dengan Hector sedikitpun.
Duke hanya menyipitkan mata mendengar jawaban itu, ekspresinya tetap tak berubah. “Ayah tahu kau bukan orang yang tertarik dengan hal seperti itu, Serein.” Ia menjeda kalimatnya, “Apa kau… menjalin kasih dengan rakyat biasa?”
Pertanyaan itu membuat Serein sontak menjawab cepat, bahkan nyaris panik, “Tidak! Apa yang Ayah katakan! Aku benar-benar hanya melihat festival, juga theater Ramayana saat itu. Aku mulai tertarik untuk tidak hanya melakukan agenda bangsawan yang membosankan.”
Duke terdiam sebentar, lalu menghela napas seolah tak yakin harus lega atau justru cemas. “Baguslah. Ayah hanya tidak ingin kau mengambil risiko jika menjalin hubungan dengan rakyat biasa, karena kau tidak akan sanggup.”
Serein menghela napas kasar, tak mampu menahan kekesalannya, “Padahal Ayah tahu serasional apa pikiranku.”
Karena posisi duduknya berada di sebelah kursi kerja sang ayah, pandangan Serein sempat melirik ke meja dan menangkap sekilas tulisan dalam dokumen yang belum sepenuhnya tertutup. Ada peta wilayah, coretan strategi, dan catatan yang menarik perhatiannya.
“Apa ini?” tanyanya spontan, matanya menelusuri jejak tinta di lembaran itu.
“Strategi untuk mengalahkan monster di perbatasan,” jawab Duke Draka tanpa menoleh, tangannya masih sibuk membalik lembaran lain.
Serein terdiam sesaat. Sebuah ide mulai terbit dalam kepalanya. Tatapannya beralih pada wajah sang ayah dengan penuh rasa ingin tahu.
“Boleh aku memberikan saran?” tanyanya perlahan.
Duke menoleh, tampak tak keberatan dengan permintaan putrinya. “Silakan. Ayah akan menerimanya jika itu masuk akal.”
Serein memiringkan kepala sedikit, “Tapi kalau Raja menerima saranku… Ayah akan mencabut hukumanku?” tawarnya.
Duke tertawa kecil mendengar permintaan itu. “Ayah suka bagaimana rasa percaya dirimu itu,” katanya.
Serein tahu sang ayah pasti meremehkannya. Tidak tahu saja Duke jika strategi yang ia atur akan mengalahkan monster dengan cepat. Karena setelah Ayahnya bertugas dulu, serein tahu harusnya mereka menggunakan strategi ini sejak awal jika ingin mengalahkan para monster dengan mudah.
...****************...
tbc.