Farid tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan jodohnya yang tidak pernah ia sangka. 32 tahun membujang bukan tanpa alasan. Ia pernah sangat mencintai seseorang namun ia ia dikhianati hingga dirinya terluka dan sulit untuk percaya lagi kepada seorang perempuan. Namun pada suatu saat ada seseorang yang dapat mengetuk hatinya. Siapakah dia? Tentu saja dia yang akan menjadi jodohnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tingkah Siena
Akhirnya Siena pun dipanggil untuk keluar dari kamar. Dengan muka cemberut, Siena menemui mereka di ruang tamu. Ia tidak menyangka jika Farid sudah berada di tengah-tengah mereka.
"Siena duduk sini!" Ujar sang Mami.
Siena pun duduk di samping sang Mami.
Kedua orang tua mereka saling melirik memberi kode.
"Ehem... Siena Mami dan Papi sudah memutuskan untuk menikahkanmu dengan Farid."
"Apa?"
Jelas Siena shock mendengar keputusan tersebut.
"Siena, ini demi kebaikanmu."
"Papi... apa Papi tega biarin Siena mengubur mimpi Siena?"
"Sebenarnya apa mimpi kamu itu hah? Ingin punya hotel? Kalau sudah menikah dengan Farid kamu sudah otomatis jadi istri pemilik hotel. Sudah, titik!" Sarkas Papi dengan entengnya. Papi yakin Abi dan Ummi tidak mungkin tersinggung dengan ucapannya.
Dan benar saja Ummi dan Abi hanya bisa menahan tawa melihat perdebatan mereka. Sedangkan Farid hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Pak Farid... Pak Farid nggak mungkin mau kan, nikah sama aku? Iya kan, Pak? Aku ini orangnya jorok, malas, nggak bisa apa-apa dan petakilan. Pak Farid yang budiman hanya akan malu kalau punya istri seperti aku." Siena memohon dengan menangkupkan kedua tangannya sambil mengedipkan matanya. Hal tersebut justru membuat Farid tak bergeming. Namun rasanya ia semakin ingin menikahinya.
"Jangan panggil Pak lagi, Siena! Farid ini masih saudaramu. Lagi pula sebentar lagi kalian akan menikah." Sarkas Papi.
Siena hanya bisa memanyunkan bibirnya.
"Ish, kenapa dia diam saja. Sepertinya dia sangat ingin menikahiku. Dasar bujang lapuk." Gerutu Siena dalam hati.
"Dasar gadis bar-bar. Lihat betapa imutnya dia.Lihat saja nanti kalau kita sudah menikah." Batin Farid.
Siena sudah tidak bisa menyangkal lagi. Ia harus menerima perjodohan ini. Saat ini ia seperti buah simalakama. Kabur tidak akan menyelesaikan masalah, tinggal akan membuat masalah baru.
"Untuk menunggu waktu satu minggu, biarkan Siena ikut bersama kami dulu."
"Baik, kak. Siena saat ini masih tanggung jawab kalian. Tapi Kak Kenzo bisa menjamin calon menantuku ini tidak kabur lagi, kan?"
"Tentu saja, Fatan. Kalau dia sampai kabur lagi, akan kupatahkan kakinya sekalian."
Siena bergidik ngeri melihat ekspresi kesal Papinya.
Tidak terasa adzan Maghrib berkumandang. Mereka pun shalat jama'ah di mushalla rumah itu. Kecuali Siena yang saat ini merenung di dalam kamar karena ia sedang tidak bisa shalat.
"Ya Allah.... di saat aku ingin memperbaiki diri. Kenapa malah seperti ini cobaanku? Menikah....? Dengan pria belok pula. Tapi kalau dipikir-pikir nggak pa-pa juga nikah sama dia. Kan dia nggak mungkin ngapa-ngapain. Jadi aman kan. Suatu saat nanti aku bisa lepas darinya. Jadi statusku janda tapi perawan. Iya iya.... kenapa baru terpikirkan." Siena menyeringai. Ia asik dengan pikirannya sendiri.
Malam ini Mami dan Papi menginap di rumah Abi. Abi menghubungi orang tuanya untuk memberitahu perihal Farid dan Siena. Opa Trustan tentu sangat mendukung. Bahkan Opa Tristan sempat berbicara di telpon dengan Papi Kenzo. Opa meminta mereka mampir je rumahnya sebelum kembali ke Singapore besok.
Sementara, malam ini Farid tidak jadi tidur di rumahnya sendiri, tetapi tidur di rumah Abi.
Saat ini mereka sedang makan malam. Faiza diselesaikan kepada Papi dan Mami.
"Masyaallah, Faiza ini seumuran sama Siena ya. Sekarang udah kuliah?"
"Alhamdulillah, iya tante."
"Ambil jurusan apa?"
"Tata boga, tante. Karena mau mengikuti jejak ummi."
"Keren...."
Melihat penampilan Faiza yang berkerudung dan menutup aurat, Mami sangat senang. Ua berharap suatu saat nanti Siena juga akan berubah secara perlahan. Ia dan suaminya bukan tidak mengarahkan Siena untuk berubah. Tapi memang Siena agak susah diatur. Dan anak itu kadang seenaknya sendiri. Padahal Kakak-kakaknya tidak begitu.
Siena sengaja makan seperti orang yang rakus agar keluarga Farid ilfeel kepadanya. Namun ternyata hal tersebut tidak mempengaruhi mereka. Apa lagi Farid. Ia justru sangat mengerti apa yang ada di otak Siena. Ia malah menertawakan Siena dalam hati.
Setelah selesai makan malam, para orang tua masih berbincang-bincang. Sedangkan Siena, ia diajak Faiza ke kamarnya. Siena memang gampang akrab. Faiza seperti memiliki saudara baru di rumahnya.
"Mbak Siena."
"Ih jangan panggil mbak, dong! Umur kita sama."
"Ya kan bentar lagi mbak nikah sama abang. Jadi harus panggil mbak."
"Huh... " Siena menghela nafas panjang.
Di kamar Faiza, mereka menonton film dari laptop. Ternyata keduanya sama-sama suka film Korea. Obrolan mereka semakin asik. Faiza sama, sekali tidak membahas abangnya. Ia takut Siena tidak nyaman. Dan pada, akhirnya, Siena tidur di kamar Faiza.
Sedangkan di kamar Farid, ia sedang gelisah. Ia memikirkan nasib ke depannya.
Para orang tua sudah masuk ke dalam kamar masing-masing.
"Bi, Ummi yakin putra kita itu sebenarnya memang sudah jatuh hati sama Siena. Abi lihat saja saat Kak Kenzo memintanya untuk menikahi Siena. Ia sangat yakin dengan jawabannya."
"Betul sekali, ummi. Ummi tahu sendiri gimana kekehnya Faris kalau Abi jodohkan dengan anak-anak kerabat atau tema Papi, kan?"
"Hem iya... terakhir dengan Ratih. Yang sudah jelas sholeha begitu dia tolak. Eh malah dengan Siena yang belum matang, dia oke oke saja. Haha.... "
"Tapi Abi yakin Farid punya misi tertentu, dan nantinya dia bisa mengubah Siena untuk jadi lebih baik lagi. Dia hanya masih labil, mi."
"Iya bi. Mudah-mudahan begitu. Ummi juga suka kok sama Siena."
Setelah sedikit bermusyawarah, mereka pun mengistirahatkan diri.
Keesokan harinya.
Farid mendapatkan tugas dari Abi untuk mengantar mertua dan calon istrinya ke rumah Opa Tristan di Surabaya. Saat Siena akan duduk di kursi tengah bersama orang tuang, Papi mencegahnya.
"Duduk depan sana! Kamu kira Farid itu sopir kita. " Sarkas Papi.
Dengan terpaksa Siena duduk di samping kemudi.
Farid pun akhirnya tancap gas menuju Surabaya. Perjalanan ke sana kurang lebih satu jam jika macet.
Selama dalam perjalanan, Siena tidak membuka suara. Papi dan Mami memang hanya mengajak Farid ngobrol. Siena hanya mendengarkan mereka. Dalam hati Siena bergumam macam-macam.
Tudak lama kemudian, mereka sampai di rumah Opa Tristan. Mereka pun turun dari mobil.
"Siena, ingat jangan bikin ulah. Yang sopan!" Bisik Mami.
Siena mengangguk dengan malas.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Opa dan Oma sangat senang melihat kedatangan mereka. Sudah dia tahun mereka tidak bertemu, Semenjak orang tua Om Kenal meninggal, ia jarang bersilaturahim kepada saudaranya di Indonesia. Biasanya ia hanya akan pergi ke makam dan ke rumah adiknya, yaitu Om Kenzi.
"Siena, kemarilah! Oma ingin memelukmu." Ujar Oma Salwa.
Siena pun menghampiri Oma Salwa.
"Ah, kenapa keluarga ini begitu hangat. Aku seperti menemukan sosok Oma sendiri. Kalau begini caranya mana bisa aku bikin rusuh." Batinnya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
semangaatt teruuss