NovelToon NovelToon
Gairah Sang Papa Angkat

Gairah Sang Papa Angkat

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Cinta Terlarang / Cerai / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ni Luh putu Sri rahayu

menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Aldebaran tersentak, dengan Cakir kopi yang masih menempel di bibirnya, matanya membelalak, nyaris menumpahkan kopi di ke baju kerjanya. Dengan gerakan super pelan—seolah sedang main petak umpet dengan nasib—ia memalingkan wajahnya kesamping, pura-pura sibuk menatap lukisan di dinding yang sebenarnya sudah ia lihatlah ribuan kali.

"Sial! Aku terlalu lama menatapnya." jeritnya dalam hati, sementara otaknya panik setengah hidup. Ia berusaha terlihat tenang padahal jantungnya sudah koprol tiga kali dan hampir minta pensiun dari dadanya.

Aldebaran berusaha terlihat tenang, namun rona di wajahnya mengkhianati usahanya.

Lilia yang baru saja menaiki tangga menuju kamarnya tampak terburu-buru hingga tak sengaja terpeleset karena sandalnya yang basah.

"Lilia!"

Aldebaran yang panik saat mendengar suara barang jatuh yang cukup keras dari arah tangga setelah Lilia naik ke tangga. Tanpa menunggu Aldebaran dengan cepat berlari ke tangga, di sana Aldebaran mendapati Lilia sedang duduk di antara anak tangga, tampak Lilia meringis kesakitan sambil memegangi lututnya. Tubuhnya masih basah, Aldebaran masih bisa meliat jejak-jejak air di kulit pucat gadis itu.

"Lilia! Sayang, kau baik-baik saja?"

Tanpa berpikir panjang Aldebaran berlari mendekati Lilia, ia khawatir gadis itu terluka. Saat Aldebaran sudah berada di dekat Lilia, ia memeriksa luka di lututnya supaya Lilia tidak mengalami luka yang parah.

Sementara itu Lilia yang masih terduduk setelah ia jatuh hanya menunduk menyembunyikan wajahnya di balik rambutnya yang basah tanpa menjawab pertanyaan Aldebaran selain dengan anggukan kepala yang kaku dan malu-malu, jemarinya mencengkram ujung handuk di dadanya begitu erat, seakan itu satu-satunya hal yang melindunginya dari rasa malu yang menyesakkan. Wajahnya merah padam, nafasnya sedikit memburu, dan sorot matanya gelisah, tak berani menatap Aldebaran yang kini berada di dekatnya.

"Coba Papa lihat, yang mana yang sakit?" tanya Aldebaran, sepertinya ia belum menyadari betapa malu dan gugupnya gadis itu saat ini. Aldebaran melihat luka lecet di lutut Lilia.

"Tunggu di sini! Papa akan ambilkan obat." kata Aldebaran, ia langsung berdiri dan berlari ke dapur dan membuka lemari penyimpan tempat biasa ia menyimpan kotak P3K.

Setelah mengambil kotak P3K, Aldebaran kembali ketempat Lilia yang masih duduk di tangga dengan handuk yang masih membalut tubuh mungilnya.

"Tahan sedikit, ya." Ujarnya sebelum mulai membersihkan luka di lutut Lilia dan memberinya obat.

Sesekali Aldebaran tanpa sadar melirik tubuh mungil Lilia yang hanya terbalut handuk. handuk tipis yang membalut tubuhnya nyaris tak mampu menahan siluet ramping tubuhnya. Aldebaran merasakan lidahnya melekat di langit-langit mulutnya, dan tenggorokannya terasa kering. Ia menelan ludah dengan susah payah, suara desiran nafasnya sendiri menggema di telinganya.—keras, terlalu keras sampai ia bisa mendengar suara nafasnya.

Lilia masih duduk di antar anak tangga, air yang masih menetes dari ujung rambutnya mengalir pelan-pelan di lehernya, terus turun ke lekuk tulang selangkanya. Aldebaran mengatupkan rahangnya, mencoba mengendalikan nafsu yang tiba-tiba menggeliat liar di dadanya. Tapi semakin ia melawan, semakin panas rasanya.

Aldebaran melihat bagaimana jari-jari mungil dan ramping Lilia mencengkram ujung handuk dengan gemetar, seolah takut kain itu akan melorot dengan sendirinya. kulitnya yang pucat bersemu kemerahan. Dari pipi hingga rona itu menyebar ke telinga mungilnya yang sekarang merah padam. Aldebaran ingin menggosok jarinya di sana, merasakan kehangatan itu dan mendengar desisan lembut yang keluar dari bibir mungil gadis itu.

"Tuhan! Aku ingin menyentuhnya..." Teriaknya dalam hati, namun ia masih berusaha untuk mengendalikan hasrat yang mulai menggeliat dalm dirinya. Sambil terus ia membersihkan luka di lutut Lilia.

"...Papa?" Suara Lilia nyaris seperti bisikan yang pecah di tengah ketegangan yang kian mengental.

Sorot matanya yang gelisah—malu, takut, tapi ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat nafas Aldebaran tersendat. Apakah itu ketertarikan? Keinginan? Atau hanya imajinasinya yang sudah terlalu liar?

Belum selesai Aldebaran mengobati luka di lutut Lilia, tiba-tiba saja Aldebaran mendekat, tanpa sadar. Setiap langkah terasa seperti ditarik oleh magnet yang tak bisa ia tolak. Lilia tak mundur, tapi tubuhnya bergetar lebih kencang.

"Kau...," suara Aldebaran parau, lebih dalam dari biasanya. Ia mengulurkan tangannya, jari-jarinya yang kasar hampir menyentuh rambut basah Lilia—

Dan di detik itu, ia tahu.

Ia tak bisa kabur lagi.

Tanpa Aldebaran sadari, ia mendekat hingga ia melewati ruang pribadi Lilia. Gadis itu terjebak dalam kehangatannya. Lilia bisa merasakan nafas hangat Aldebaran membakar permukaan kulitnya yang halus itu, membuat bulu-bulu halus di leher gadis itu berdiri. Udara di antara mereka terasa pekat, seolah setiap tarikan napas adalah pertukaran hasrat yang tak terucap.

"Di-dia... Tidak menolakku? Ini berarti..." Batin Aldebaran bergejolak, meliat Lilia tidak menolak, ia semakin mempersempit jarak mereka. "Kalau begitu..."

Dengan gerakan lambat, hampir di sengaja, Aldebaran mengakat tangannya, membiarkan ujung jarinya yang kasar menyentuh lembut ujung rambut Lilia yang basah. Air yang masih menetes dari helai rambut itu mengalir ke jari-jarinya, seperti izin untuk terus melanjutkan.

Lilia menggigit bibir bawahnya, tapi tidak menolak saat Aldebaran mulai menyentuhnya.

Meliat itu, Aldebaran semakin berani, jari telunjuknya meluncur turun, menyusuri garis rambut Lilia, menyentuh pelipis yang memanas, lalu—dengan gerakan memutar yang sengaja diperlambat—menelusuri tepi telinga gadis itu yang telah memerah.

"Nngh—!" Lilia menghela nafas pendek nyaris tercekat, tubuhnya bergetar.

Aldebaran merasakan denyut nadi Lilia di bawah ujung jarinya, cepat, liar, persis seperti miliknya. Aldebaran ingin mendengar lebih banyak suara itu.

Tanpa kata-kata, tangannya yang besar bergerak lagi. kali ini, telapak tangannya yang hangat menempel perlahan di leher Lilia, merasakan kelembutan kulit di sana, sambil ibu jarinya menekan lembut di bawah rahangnya, memaksa gadis itu mendongakkan sedikit wajahnya.

"P-Papa...?" Suara Lilia lirih, namun tak menolak.

Sekarang...

Aldebaran membungkuk lebih dekat, bibirnya hampir menyentuh kulit leher Lilia yang merah itu—menghirup dalam-dalam aroma sabun yang dan sesuatu yang lebih manis, sesuatu yang hanya bisa ia rasakan dari gadis ini.

"Kau... Begitu harum," gumamnya, suaranya serak dan penuh keinginan.

Dan saat nafasnya menghembus di kulit Lilia, Aldebaran bisa melihat gadis itu menggenggam handuknya lebih erat, tangannya gemetar, namun tetap—dia tidak lari.

Udara di antara mereka terasa berat dan tegang—setiap tarikan napas, setiap detak jantung, terasa begitu keras. Aldebaran tidak lagi bisa menahan diri.

Tangannya yang besar menelusuri garis bahu Lilia, jari-jarinya yang kasar menyentuh kulit halus Lilia dengan gerakan yang sengaja lambat, seolah menghafal setiap lekuk tubuh gadis itu. Ujung jarinya menyusuri tulang selangka Lilia dan menekannya ringan, merasakan denyut nadi gadis itu yang berdegup kencang di bawah kulitnya.

"Dia... mengizinkanku? Ini... Artinya..."

Tanpa peringatan, telapak tangannya merayap ke belakang, menyentuh punggung Lilia yang melengkung gemetar di bawah handuk. Kain basah itu mulai longgar, dan Aldebaran bisa merasakan kehangatan tubuh gadis itu langsung.

"Lilia, kau menggigil... Manis sekali." gumamnya, suaranya dalm dan serak.

Lilia mengeluarkan napas pendek saat Aldebaran menariknya lebih dekat, hingga tubuh mungilnya hampir menempel padanya. Paha Aldebaran yang keras bersentuhan dengan betis Lilia, dan ia mendengar suara kecil—erangan lembut—keluar dari bibir mungil gadis itu.

Aldebaran tak tahan lagi.

Jari-jarinya merangkul pinggang Lilia, menyelinap di bawah handuk, menyentuh kulit telanjang di pinggulnya. Lilia menghela napas tajam, tapi tangannya malah meraih baju Aldebaran, mencengkramnya erat, seolah takut terjatuh.

"P-Papa... Lilia..." Suaranya terputus-putus, tetapi Aldebaran sudah terlalu jauh larut dalam hasratnya.

Kepala pria itu menunduk, hidungnya menyusuri leher jenjang dan halus Lilia, mengirup—campuran sabun, air hangat, dan sesuatu yang lebih menggoda. Bibirnya menyentuh kulit di dekat telinga gadis itu, hanya sesaat, tapi cukup untuk membuat Lilia merintih pelan.

"Lilia, kau tidak tahu... Betapa sulitnya menahan diri darimu, sayang." Desisnya, suara berat penuh gairah yang tertahan.

Tangan Aldebaran merayap naik, menyentuh sisi lain leher Lilia, ibu jarinya menekan lembut di bawah dagu, mendongak kan wajah gadis itu, memaksa Lilia menatap mata Aldebaran.

Dan di saat itulah—

Aldebaran melihat mata Lilia yang berkaca-kaca, bibirnya yang sedikit terbuka, dan wajahnya yang di penuhi warna merah menggoda.

Aldebaran tahu... Ia sudah kalah.

Bersambung....

1
Bunda
nyimak kak 🙏🏻
DonnJuan
keren kak
Elizabethlizy
kalo berkenan mampir juga yaa kelapak ku makasih
Erlin
mampirr balikk kaaa, semangattt
Erlin
semangat kaa, ceritamu kerenn, dan jangan lupa mampir yaaa
Azthar_ noor
aldebaran .... oh aldebaran ... andin mengkhianatimu jadian lagi sama lilia... heheh semangat thorrr
Serenarara
Lagian sekelas CEO masa kasih yang diskon? /Chuckle/
ARIES ♈: kata papa "Lilia, kita harus berhemat, tanggal tua! kalo gak mau jatah skincare-nya papa potong." 🤭🤭
total 1 replies
Author Sylvia
jangan buat Aldebaran jadi cowok plin plan dan playboy ya Thor.
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️
ARIES ♈: terimakasih dukungannya kak, di usahain... biar gak play boy..🫠🫠
total 1 replies
Serenarara
Dasar nggak peka, huh. /Smug/
Serenarara
Wayolo...dia pedo thor?
Serenarara
/Sweat/ Pak, please lah...waras dikit kek
Serenarara
Hajar bang hajar!
Little Fox🦊_wdyrskwt
keren... ceritanya bagus/Determined/
Little Fox🦊_wdyrskwt
semanngat mampir juga say
Anyelir
Aldebaran uy, wkwkwk
Cappie
Jan lupa mampir ya
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Next Thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!