Aku belum pernah bertemu atau pun berbicara dengan Komisaris di kantorku. Sampai kami bertemu di Pengadilan Agama, dengan posisi sedang mengurus perceraian masing-masing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ingin Sendiri
Butuh waktu beberapa saat sampai aku mencerna yang terjadi. Aku terdiam beberapa saat karena otakku langsung membeku. Hubungan sangat dekat yang terjadi secara tiba-tiba seperti itu tidak kuprediksi sebelumnya.
Aku tadinya memang sudah merasakan keanehan pada sikap Pak Felix padaku.
Tapi dia bilang dia masih dalam kondisi trauma. Kupikir setidaknya kami ini sama-sama tidak ingin mencari cinta dulu.
Aku juga berusaha akrab dengannya, karena dia bilang hubungan kami sebagai teman.
Setelah ku telusuri lagi jejak pertemuan kami, kurunut dari awal, tidak mungkin kami ini teman biasa. Seorang teman tidak mungkin diperlakukan semanis ini.
Yang membuatku bingung, apakah aku harus marah? Atau aku harus senang?
Tapi mohon maaf, aku belum siap menerima ini semua. Anggap saja aku cewek jelek yang tak tahu diri, sudah diselingkuhi, pas ada bidadara turun dari langit menyatakan cinta malah aku lari.
Kalau aku menolaknya... apakah aku akan kehilangannya? Kehilangan keberadaannya? Kehilangan karierku? Ini yang aku tidak siap, aku tidak ingin terpukul dua kali. Aku sudah nyaman mengobrol dengannya, tapi aku belum bisa menjalin hubungan cinta.
Dan saat ini, saat ia melepaskan bibirku dan menatap mataku... ia pun tersenyum tipis dan perlahan melepasku. “Saya lancang ya?” tanyanya.
Aku menunduk.
Aku masih belum bisa menyesuaikan diri, dan sekarang aku juga tak bisa menjawab pertanyaannya.
Ia menoleh ke samping dan menghela nafas, “Saya mengacaukannya, maaf,” desisnya.
Dia minta maaf padaku? Aku tidak salah dengar kan?
“Seharusnya tidak secepat ini, tapi melihat senyuman kamu seharian, saya jadi...”Pak Felix menarik nafas lalu menghadapku sambil mengernyit, “Maaf ya, jangan diambil hati. Saya khilaf. Saya tidak ingin ada hubungan yang awkward setelah ini... tolong lupakan saja,”
Apa?
Dia bilang lupakan?
Mana bisa? Ini pertama kalinya aku dicium orang lain selain mantan suamiku!
Dengan Tommy saja, kami baru berani ciuman setelah menikah!
“Hm, baik Pak...” desisku. Aku melihat sekilas kernyitan di dahinya. Ia tampak kurang suka responku.
Mungkin harapannya padaku sangat tinggi.
Saat ia tahu seharusnya ia tidak menaruh harapan padaku.
“Yuk, pulang,” ajaknya.
Ia berjalan di depan mendahuluiku.
Astaga punggung itu.
Punggung bidang yang tinggi itu.
Pemilik tubuh itu baru saja menciumku.
Jadi aku ini spesial di matanya.
Seketika, aku merasa kesepian. Sepi yang amat sangat.
Aku takut sendirian lagi.
Jantungku berdebar kencang.
Aku tak ingin dia membenciku!
Halaaah! Masa bodoh dengan traumaku! Aku butuh teman!
“Pak!” aku langsung menggenggam jemarinya.
Ia menghentikan langkahnya dan menoleh padaku dengan kaget.
“Nggak apa-apa Pak, begini saja tak apa!” sahutku. Kata-kata itu meluncur otomatis di mulutku tanpa otakku sanggup berpikir. Pokoknya aku yang sekarang tak ingin dia pergi.
Terserah lah apa status di antara kami, terserah aku akan di judge macam-macam!
Aku ingin hubunganku dan Pak Felix apa adanya, tanpa ada batas apa pun.
“Eh? Apa?” tanyanya bingung.
Apa ya yang barusan kukatakan? Masalahnya aku juga bingung!
Aku langsung berpikir. Banyak kata-kata di benakku tapi mulutku tak sanggup mengeluarkannya sekaligus.
Aaarrgh! Masa bodo lah. Aku jadi pusing kalau berpikir! Kukeluarkan saja semua tanpa saringan!!
“Saya tidak ingin sendirian,”
Sudah.
Itu saja lah.
Terserah dia mau menangkap seperti apa.
Aku menatapnya lekat-lekat.
Aku merasa khawatir akan reaksinya, karena terakhir responku terhadap tindakannya tidak begitu baik.
Berikutnya ia tersenyum.
Lalu merentangkan tangannya.
Dan berdiri di sana.
Aku tidak ragu, kulangkahkan kakiku.
Kulingkarkan tanganku ke pinggangnya.
Dan kueratkan kaitan tanganku.
Kedua tangannya di punggungku, memelukku erat.
Kepalaku di atas bahunya.
Hidungku menarik nafas, kuhafalkan aroma parfumnya.
Seketika hatiku menghangat.
“Maaf,” desisnya. “Saya payah sekali yah,” desis Pak Felix.
“Pokoknya, jangan tinggalkan saya, sampai saya siap,”
“Hehe, lucu kamu...” gumamnya di leherku.
Dan setelah beberapa detik, aku baru ingat hal penting.
Kulepaskan dia dengan sedikit memaksa, lalu kuomeli dia, “Gimana sih Pak! Kita di tengah Lobby Mall ini! Ih malu-maluin!!” seruku sebal sambil menarik tangannya keluar gedung mall ke arah parkiran motor.
Kudengar dari belakang kekehannya.
Sekuriti dan customer service senyum-senyum melihat kami.
Aku tak berani menatap mereka, aku hanya bisa menunduk menatap lantai.
**
Setelah dalam perjalanan kami tanpa kata-kata, tapi kulingkarkan tangan ini di pinggangnya dan kutempelkan dadaku ke punggungnya erat-erat.
Kunikmati saja perjalanan ini dan punggung hangatnya yang kokoh.
Sang Komisaris yang misterius dan judes, baru saja mencium bibirku.
Aku loh...! Account Officer yang receh ini, loh!
Yang kulitnya bahkan jauh dari kata putih, yang lebih suka ngajarin anak baru dibanding kerja, yang lebih suka barang KW dibanding asli, yang kalau perawatan suka kebalik pakai toner duluan atau sabun duluan!
Mas-mas bule di depanku ini yang katanya orang Indonesia asli, tapi bapaknya aja kebetulan dari Inggris, Ibunya campuran China-Jawa, saat lampu merah dia berhenti di belakang zebra Cross, sengaja nge-rem mendadak. Terus cengengesan.
Dadaku besar, dan semua juga tahu itu.
Aku keplak aja belakang helmnya.
Bukannya minta maaf, tangannya malah mendarat di pahaku.
“Jangan alay Pak,” desisku sambil mencubit pinggangnya. Lumayan susah karena ternyata tak ada lemak di pinggangnya.
Dan setelah kami sampai di depan kosanku, aku menyerahkan helmku padanya, ternyata Pak Muji, supir kantor sudah menunggu di depan gerbang. Belanjaanku masih nangkring di bagasi mobil soalnya.
“Saya masuk ya Pak,” pamitku, “Makasih buat hari ini, saya seneng banget.”
Ia mengangguk, “Jangan terlalu galau dan minum air putih yang banyak. Porsi makan kita hari ini luar biasa. Saya bisa diomelin personal trainer saya nanti malam,”
Jadi benar, dia rajin nge-Gym. Jawaban atas ketiadaan lemak di pinggangnya.
“Kalau sudah sampai rumah, WA saya ya Pak,” desisku.
Dan setelah itu, dia menggas motor pinjamannya dan berlalu dari sana.
**
Hari Sabtu ini, aku dan Pengacaraku dipanggil ke kantor polisi untuk diminta keterangan sekali lagi.
Kucocokkan adegannya dan kutandatangani beberapa berkas untuk ke pengadilan.
Aku ditawari untuk dipertemukan dengan suamiku, aku menolek. Bagiku dia sudah sangat salah.
Aku malah ingin bertemu di pelakor.
Yang mana, membuat banyak orang terheran-heran.
Karena aku sedang jatuh cinta, aku kini tak ragu menyebut namanya...
“Rani,” sapaku.
Rani hanya diam sambil menjatuhkan dirinya di kursi depanku. Kami bertemu di sebuah ruangan interogasi, ada banyak orang di sana, ada juga orang yang duduk di lantai karena baru saja di tangkap. Kemungkinan mereka kumpulan preman.
Keterbatasan ruangan semacam ini, jauh dari kata mewah, bagaimana dengan kehidupan di penjara nanti? Semua harus dilalui wanita berusia 18 tahun di depanku.
“Saya akan mengurangi tuntutan atas kamu kalau kamu mau mengatakan kepada saya, apa saja yang sebenarnya dijanjikan Tommy padamu?”
Rani menatapku sambil mengernyit benci.
“Heh, pela cur! Tommy itu sudah jadi pacarku sejak kalian belum menikah! Tahu nggak!!”
Aku menaikan alisku.
Salah seorang penyidik berujar, “Maksud kamu apa? Kalau benar, jadi waktu itu kamu masih dibawah umur, heh! Janganbohong kamu!” serunya.
“Ya memang! Saya malah sempat hamil kok! Ada tuh laporannya di rumah sakit, sana cek aja. Umur saya waktu itu masih 14 tahun! Jadi kami belum bisa menikah! Eeeeeh dia malah nikah sama tante ini! Yang berkorban lebih banyak itu aku! Tahu nggak!! Ngerasain nggak sakitnya dikuret?! AH iya lupa kamu kan mandul!!”
Kami saling bertatapan mendengar pernyataan Rani
Penyidik memberi kode padaku supaya aku memancing Rani mengeluarkan semua uneg-unegnya.
“Saya tidak mandul, tapi Tommy memang belum mau memiliki anak dulu katanya, jadi saya pasang IUD sekarang.”
Rani terdiam.
Lalu buang muka.
“Ya jelas saja dia tak ingin punya anak dari kamu, kan saya dihamili dua kali!” gerutu Rani.
Kami makin kaget.
Tanganku sampai gemetaran di bawah meja.
Astaga, rasanya pandanganku berkunang-kunang!
sesuka itu aq pada karyamu thor
cuma 4 kata tapi paham kan maksudnya apa/Facepalm//Facepalm/
cari novel dengan gaya penulisan seperti ini yg susah, makanya sambil nunggu update novel terbaru aku baca ulang novel yg dah tamat.
aku terlalu dimanjakan , gk kerja , mau belanja di kang sayur tinggal teriak dari luar rumah " mas habis segini , bayarin ya.." belanja kebutuhan pokok , beli skincare, aku yg ambil dia yg bayarin. gk pernah ngerti harga beras berapa sampai harga gincu aku gk tau.. suami yg bayarin.
aku gk takut dia selingkuh tapi aku takut dia gk ada di bumi untuk selama lamanya.. telat aku mau mandiri , suami yg ambil alih sini aku aja.
definisi UJIAN yang mengENAKkan
Tommy : kamu bekerja juga atas ridho dariku
Cintya : ya karena klo aku gk kerja kamu yg mati
Tommy udah mokondo , toxic, manipulatif pula
novel ini dibuat tahun 2023, tahun 2025 ada kasus yg mirip banget , kasus perselingkuhan suami dilan janiar.
wes mokondo(modal Ko**ol doangl) gak kerja, ngikut istri kerja minta digaji , digugat cerai karena ketahuan selingkuh , malah minta harta Gono gini. kevarat bener lakik nya