Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kencan (Part 1)
Turun dari mobil kami disambut dengan suasana yang sangat nyaman. Aku rasa tempat ini sangat cocok sebagai tempat tongkrongan para wanita. Selain tempatnya yang sangat cantik, menu makanan manis memang banyak disukai wanita. Kecuali di rumahku, laki-laki yang sedang menggandengku ini jauh lebih menyukai makanan manis ketimbang aku.
“Selamat datang, takeway atau mau makan di sini?” seorang pelayan menyambut kami dengan membukakan pintu. Saat pintu terbuka aku bisa mencium aroma manis yang sangat kuat. Tempatnya benar-benar sangat cantik.
“Untuk dua orang ya Mbak,” kataku, aku merasa tidak menyesal diajak Ren kemari.
“Silahkan,” dia mempersilahkan kami berjalan masuk. “ Mau kursi area privat atau terbuka.”
“Privat” Ren menjawab cepat sebelum aku membuka mulut. Dia sudah melingkarkan tangan di pinggangku, dan mencubit pinggangku. Nakal.
Tempat ini cukup luas, kalau kita sudah masuk ke dalamnya, dan sangat cantik. Pelayan membawa kami masuk ke area samping. Ah, ternyata di sini kursinya sofa, berbeda dengan yang ada di depan. Area privat sepertinya jauh lebih nyaman. Tidak tahu ada perbedaan harga atau tidak kalau kita mengunakan area biasa dengan area privat. Ada sebuah sekat pemisah yang terbuat dari teralis yang cukup rapat, dihias dengan lilitan bunga imitasi. Semua tampak serasi.
“Kakak suka?”
“Hemm, cantik tempatnya.”
“Kakak lebih cantik.”
Aku hanya bergumam mendengarnya bicara begitu, tapi tidak dengan pelayan wanita yang mengantar kami. Sepertinya dia terkejut. Dalam artian yang sebenarnya, di wajahnya penuh tanda tanya.
“Silahkan Kak,” dia mempersilahkan kami duduk dengan sopan.
“Terimakasih,” aku pun membalas dengan sopan juga.
“Sedang ada promo opening toko Kak, silahkan.” Dia menyerahkan menu padaku dan Ren.
“Promonya apa?” Aku membolak balik menu, wahhh foto-fotonya juga bagus sekali. Kalau penggila makanan manis aku rasa mereka akan gelap mata dan memesan ini semua.
“Diskon 10 persen dan spesial gift dari toko kami.”
“Apa syaratnya?” Wanita mencium bau diskon.
“Diskon spesial pasangan Kak, cukup foto Kakak sedang makan makanan di toko kami dan posting di sosial media Kakak, dengan tag akun toko kami. Captionnya bisa dibuat seromantis mungkin.” Wah syaratnya cukup berat ya, apa Ren mau.
“Buku nikah bisa jadi buktikan?”
“Eh.” Pelayan bingung, aku yang panik.
“Cukup posting foto saja Kak, tidak perlu buku nikah segala.”
“Katanya minta bukti. Kami punya bukti legal dari pemerintah lho kalau kita ini pasangan suami istri. Cukup kan. Kalau posting foto media sosial belum pasti pasangan kan?”
Ini anak masih ngotot juga, aku menarik tangannya. Ren menoleh padaku sambil tersenyum, seperti tidak merasa bahwa dia melakukan kesalahan. Kucubit pipinya dia terkekeh.
“Kami pesan dengan harga normal saja ya Mbak.” Tak mungkin Ren memilih diskon kalau syaratnya harus posting foto kami di sosial media.
“Kalau pasangan bukannya buktinya buku nikah ya.” Ini anak mulai lagi, aku tahu dia hanya meledek. Karena dia bicara bahkan tidak melihat mbak pelayan. Mata Ren hanya melihatku sambil memainkan rambutku, dia gulung di antara jemarinya.
“Maaf Kak sebentar, saya panggil Kak Rosiana.” Dia berlalu meninggalkan kami.
Kucubit dia, Ren malah nyengir. “Jangan buat susah orang sayang, dia kan juga cuma karyawan, dia pasti hanya menjalankan peraturan yang sudah ditetapkan.”
“Habisnya aneh, bukti pasangan kok update di sosial media. Nggak tahu apa, separuh nafasnya sosial media itu bohong semua isinya.”
“Itu kan strategi marketing dia sayang, sarana promosi toko.” Aku kembali melihat menu di atas meja.
“Jadi mau pakai foto kakak buat promosi, begitu? Enak saja.”
Idih, apa kalian percaya, tidak ada satu foto wajahku di akun sosial media miliknya. Walaupun namaku nampang di bionya. Walaupun tiap posting aku selalu kena tag. Notif akunku ya dari dia ini.
Penjelasan dan alasan peraturan tentang sosial media yang berlaku di rumahku.
“Memang Kakak mau menunjukan wajah ke siapa?” Memang aku mau pamer wajah ke siapa gitu?
“Apa aku aja nggak cukup?” Apa coba, oke kamu tampan, jadi cuma boleh liatin kamu aja, gitu?
“No follower cowok. Privat akun. Kalau ada permintaan pertemanan cuma boleh acc perempuan, itu pun kalau kenal.” Marah kalau aku like foto cowok, lebih marah kalau ada cowok yang like fotoku.
“Aku itu suami Kakak, cuma aku yang boleh mengagumi kecantikan Kakak.” Diam membisu seribu bahasa.
Please stop Ren, aku itu nggak cantik-cantik amat tahu. Cuma kamu yang bilang aku itu cantik banget. Cuma kamu yang bilang aku imut dan mengemaskan. Please stop jangan bikin aku malu sama diriku sendiri. Dan akhirnya aku hanya tampak tangan dan tampak belakang di sosial medianya.
Pelayan yang tadi masuk diikuti oleh seorang wanita. Sepertinya manager atau bahkan mungkin saja pemilik tempat ini yang turun tangan langsung.
“Saya Rosiana pemilik toko ini. Maaf akan ketidaknyamanannya.” Tidak, kami yang harusnya minta maaf sudah membuat keributan.
“Eh, ini Mas Renan kan?” Terkejut sekaligus senang. Bahkan aku yakin dia ingin memeluk Ren saking senangnya.
“Apa kau mengenalku?” Balas Ren sambil menoleh sebentar.
“Saya Follower Mas Renan. Hehe.” Apa! Memang suamiku selebgram apa. Dan kenapa kamu sesenang itu, seperti benar-benar bertemu selebriti.
“Ternyata lebih cakep dari aslinya dari pada di foto.” Haha, apa ini. Oke, aku tahu dia tampan. Tapi apa perlu memujinya di depan istrinya begini. Wahai wanita.
“Silahkan Mas Renan bisa makan apa saja, gratis, saya yang traktir.” Lho kenapa? Aku kok tidak suka ya. Dia mengambil menu di atas meja dan menyerahkan langsung ke tangan Ren. Kenapa ini, aku benar-benar kesal. Aku marah. Aku cemburu.
“Hei Ren kenapa kau tersenyum begitu sama perempuan lain.”
“Jangan melihat lagi, aku nggak mau gratisan.”
“Apa itu tadi followermu, perlu gitu sampai tersenyum begitu.”
“Kamu sadar nggak kalau kamu itu tampan, apalagi kalau tersenyum. Jadi berhenti tersenyum pada wanita lain. Aku cemburu-cemburu.”
Huhhh. Andai aku bisa mengatakan itu seperti halnya saat Ren cemburu. Ku kutuk diriku sendiri yang hanya bisa memaki dalam hati.
“Ren.” Kata-kataku menggantung, wanita di hadapanku ini sepertinya tersadar kalau Ren tidak sendirian.
“Ini istrinya Mas Renan ya? Saya Rosiana pemilik tempat ini.” Dia mengatakannya dengan membusungkan dada, bangga. Baiklah tempat ini memang sangat cantik, jadi kau sudah pantas untuk berbangga. “Saya followernya Mas Renan, senang sekali bisa bertemu Mas Renan dan Mbak Ayana.”
Ia, aku istrinya Ayana, aku ingin berteriak begitu, agar ia berhenti melihat suami orang dengan pandangan seperti itu.
“Kami akan membayar sesuai dengan harga makanan yang kami makan.” Akhirnya aku menunjukan ketidaksukaanku.
“Nggak papa Mbak, ini benar-benar ketulusan dari saya sebagai penggemar dari Mas Renan.” Lho apa-apan ini, malah ini yang membuatku tidak nyaman menerima makanan gratisan.
“Kakak kan suka diskon sama gratisan kan.” Apa! Ren menjentikkan tangannya ke daguku. Dia tidak paham maksudku. Aku memandangnya tidak suka, dia mengalihkan pandangan.
“Baiklah, keluarkan saja menu spesial yang ada di sini. Boleh kan?” Kau mau mati Ren bicara dengan nada yang biasa kau pakai saat bicara denganku.
“Tentu saja boleh Mas. Tapi bolehkan saya minta foto Mas untuk di posting di medsos.”
“Ah, ternyata tetap harus posting foto kencan kami ya?” Baik, marahlah, ayo pergi dari sini.
“Tidak Mas, kalau Mas Renan nggak mau foto nggak papa. Cukup foto makanan dan posting di sosial media saja Mas dan tag toko kami sudah cukup.” Hei Ren kau benar-benar akan meladeni ini.
“Ren.”
“Baiklah.” Sial, kau memotong sebelum aku bicara.
Aku sudah berharap kita pergi dari tempat ini. Terserah dengan susana nyaman dan betapa cantiknya dekorasi tempat ini. Semuanya seakan menguap dan tidak menarik lagi. Aku cemburu. Perasaan ini telah merubah semua yang aku lihat. Tapi tunggu kenapa dia masih tersenyum senang begitu.
Bersambung.....
Aku cemburu.@Ayana
membaggongkan