Jangan mampir di masjid ini. Sudah banyak yang mengalaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Butuh Tidur
Nama keempat akan dilanjutkan besok pagi. Karena sepulang dari orang ketiga jam sudah menunjukkan kemalaman. Daud dan Edo sampai di rumah kecil Daud pukul setengah sepuluh malam. Sudah tidak sopan lagi jika harus mengetuk pintu untuk bertamu.
"Aku tidur dulu ya Do",
"Itu bantal dan selimutnya di atas kursi",
"Ya mas Daud terimakasih",
Daud tidur dulu di dalam kamarnya. Sementara itu Edo tidur di ruang tamu yang sudah digelar kasur. Lengkap dengan bantal dan selimutnya.
Rumah Daud tidak besar. Hanya ada tiga petak ruang. Kamar mandi dekat dapur di ruang belakang. Kemudian ada satu buah kamar tidur. Sisanya untuk ruang tamu serbaguna. Bisa untuk ruang makan. Atau dijadikan sebagai tempat tidur dadakan seperti yang sedang dipakai oleh Edo untuk menginap malam ini. Sekaligus ruang garasi untuk vespa tua Daud di setiap malam hari.
Seperti itu lah perjuangan Edo untuk membuat konten yang bermutu dan jujur. Sampai harus menginap-nginap. Semua itu dikerjakan demi channel Mata Edo.
"Tok",
"Tok",
Ketukan dua kali pintu itu terdengar begitu kencang. Pintu itu berdiri tepat di depan Edo yang tengah tidur terlentang.
"Tok",
"Tok",
Suaranya benar-benar nyaring menghantam di gendang kuping.
"Sebentar", kata Edo lirih.
Edo membukakan pintu rumah Daud. Tapi tidak ada siapa-siapa di balik pintu itu. Lalu siapa yang mengetuknya? Setan. Edo pun baru tersadar setelah kembali mengunci pintu. Ini masih tengah malam.
01:55 kata jam dinding di ruang tamu.
Edo yang tinggi kerepotan untuk menyembunyikan kepalanya dari ketakutan. Selimut yang seukuran Daud tidak cukup untuk satu badan Edo yang lebih tinggi. Jika kepala Edo diselimuti maka kaki-kaki Edo yang masih memakai kaos kaki untuk tidur akan terbuka dan tetap terasa dingin. Jika kaki Edo yang terselimuti maka kepala Edo yang harus menghadapi perasaan takut sendiri dengan mata dan telinga yang telanjang.
"Do bangun Do bangun",
"Sudah jam lima subuh",
Tidak terasa lelah membuat tidur menjadi cepat berlalu. Daud baru saja pulang sholat subuh dari masjid di tengah kampung. Daud membangunkan Edo yang masih belum ada tanda-tanda mau bangun.
"Sholat subuh dulu Do",
"Bangun Do",
"Habis sholat kalau mau tidur lagi tidak apa-apa",
"Iya mas",
Edo bangun dengan susah payah. Kedua matanya masih berat. Edo bangun dan melakukan sholat di tempat yang sama di atas lantai tempat ia tidur semalam.
Sehabis sholat Edo mencari Daud. Begitu selesai subuhan dan berdoa tubuh Edo kembali segar bugar dan tidak ngantuk lagi.
Edo menemukan Daud sedang ada di dapur di depan kompor. Tapi kenapa Daud diam saja? Edo menjadi bertanya-tanya.
"Mas Daud mau bikin air panas aku sekalian ya mas buat bikin minum?",
Daud tidak menanggapi perkataan Edo.
"Mas Daud pagi-pagi mau masak?",
"Mau masak apa mas?",
Daud hanya diam kaku tanpa menjawab.
"Do kamu dimana Do?",
"Ini aku belikan bubur buat sarapan",
"Kalau kamu di dapur buat air panas sekalian ya Do buat bikin minum",
Daud datang. Daud baru saja keluar rumah untuk membeli bubur buat sarapan.
Edo melihat keluar dan bertemu dengan pemilik rumah yang asli. Edo mengintip ke dapur. Daud yang jadi-jadian sudah pergi.
"Iya mas Daud biar aku yang buat air panasnya",
Edo kembali masuk ke dapur yang sudah kosong tidak ada siapa-siapa.
"Kopi apa teh mas?",
"Aku kopi saja Do",
"Sebaiknya kamu juga kopi Do karena pagi ini kita mau jalan-jalan ke tempat yang tinggi",
"Siap mas Daud",
Edo tetap akan diam. Sebagai tamu yang menginap ia tidak seharusnya menceritakan dua kejadian janggal yang tadi malam dan baru saja di pagi hari ini ia rasakan.