Istri Kecil Tuan Muda

Meeting segera berlangsung. Vino tampak serius memperhatikan klien nya di depan yang tengah menjelaskan ide baru untuk penjualan komputer berteknologi canggih yang akan segera muncul di pasaran. Vino rasa ide ini sangat bagus tapi apakah ini tidak terlalu banyak membuang uang hanya karena komputer tersebut yang menurutnya mirip dengan komputer biasa yang dipakai banyak orang?

Tetapi klien tersebut meyakinkan Vino bahwa ini keluaran terbaru khusus dirancang oleh seseorang yang ahli dalam membuatnya.

"Baik. Saya rasa ide anda ini sangatlah cemerlang, senang bekerja sama dengan anda," ucap Vino sembari menyalami orang tadi.

Meeting selesai tepat pukul 11. Delapan orang tadi termasuk Erland segera pamit undur diri. Tapi Erland sepertinya enggan untuk melangkah keluar, ada sesuatu yang ingin dia bicarakan pada Vino jadi dia menyuruh yang lain buat tunggu di luar saja.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan anda Tuan Vino," ucapnya formal. Vino mengernyit heran karena melihat perubahan guratan wajah Erland.

"Anda mau bicara apa? Sebaiknya lakukan dengan cepat saya sibuk sekarang," jawab Vino datar karena merasa terganggu. Vino yang harusnya segera bertemu dengan Pak Herman dihalangi oleh lelaki tua bangka ini tapi Vino berusaha untuk seramah mungkin karena bagaimanapun juga Erland ini adalah rekan bisnisnya.

"Saya ingin berbicara empat mata dengan anda," pinta Erland kali ini. Vino menatap Aldi, Aldi yang paham dengan tatapan itu segera keluar.

"Cepatlah kita hanya berdua di sini. Ngomong saja!"

"Jadi begini. Ini masalah Vilia, apa anda masih mengingatnya?"

Deg. Jantung Vino berhenti berdetak untuk sementara kenapa harus dia yang dibahas saat ini. Vino yang membutuhkan waktu lama untuk melupakannya malah diingatkan lagi.

"Saya sudah melupakannya jadi jangan bahas dia lagi," ketus Vino.

"Ini bukan masalah lupa dan melupakan. Saya tau kamu masih mencintai anak saya kan?" kini nada bicara Erland tidak seformal yang tadi. Vino mengepalkan tangannya, dia tidak ingin mendengar nama itu lagi untuk kedepannya.

"Tidak. Saya tidak mencintainya lagi. Saya rasa dua tahun cukup untuk melupakannya," jawab Vino kini sudah mulai tersulut emosi.

"Jujur Vino! Jujur lah dari lubuk hati kamu yang paling dalam. Kamu masih mencintai Vilia kan, saya yakin itu," Erland masih bersikeras. Vino yang sudah lelah menahan emosinya kini mulai terbakar.

"SAYA SUDAH BILANG TIDAK YA TIDAK," Vino mengeraskan suaranya membentak Erland karena kesal.

"Tolong Vino cintai Vilia kembali, dia sekarang butuh kamu dia sangat terpuruk dia selalu menyebut nama kamu setiap hari dia tidak ingin pisah dari kamu Vino," Erland mulai menitikkan air matanya.

"Ini semua salahku, aku yang menjodohkan dia dengan Juan ini bukan karena keinginan Vilia ini semua salahku, salahku," Erland memukul mukul dirinya. Vino terdiam, menurutnya ini semua bukan urusannya lagi mengingat dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Vilia.

"Om mohon sama kamu Vino temui Vilia kali ini saja. Om dan tante sangat menyesal dan juga tertekan selama ini," pinta Erland. Karena merasa sudah cukup tenang Vino memberanikan diri untuk bertanya keadaan Vilia meskipun dia tidak ingin mengetahuinya tapi ini demi untuk mencairkan suasana.

"Memangnya bagaimana kondisi dia sekarang dan dimana dia berada?," bahkan untuk menyebut namanya saja Vino tidak ingin.

"Kini Vilia sedang berada di rumah sakit jiwa kota, keadaanya makin hari semakin memburuk," jawab Erland menunduk. Mendengar itu Vino terlonjak, Vino tidak menyangka jika kondisi Vilia akan seburuk itu.

"Dulu bahkan dia sempat kabur hanya karena ingin bertemu dengan kamu tetapi pihak rumah sakit jiwa berhasil menemukannya sebelum dia bergerak sangat jauh. Vilia sampai diikat di ruangannya karena dia sering kabur, sudah hampir sepuluh kali dia keluar rumah sakit jiwa tapi berhasil ditemukan. Istriku tidak ingin berbicara denganku lagi karena dia terus saja menyalahkan aku. Iya aku sadar ini semua salahku."

"Lalu bagaimana dengan suaminya?" tanya Vino kali ini karena sudah penasaran dengan Juan.

"Semenjak menikah dengan Vilia Juan selalu pulang larut malam dan sering membentak Vilia, ternyata Juan tidak benar-benar mencintai Vilia dia hanya menginginkan Vilia sebagai pemuas nafsunya saja, karena kecantikan Vilia membuatnya terobsesi padanya. Sekarang Juan telah meninggalkan Vilia, dia sudah tidak peduli lagi dengan Vilia. Sebab itu om datang kesini untuk meminta bantuan kamu agar kamu bisa kembali pada Vilia. Selama ini om salah dalam menilai kamu, ternyata harta tidak bisa menjamin semuanya. Om benar-benar minta maaf," tutur Erland.

"Saya sudah memaafkan Anda tapi untuk balik ke Vilia saya rasa tidak bisa," ucap Vino.

"Kenapa tidak? Bukankah kamu sangat mencintai anak saya? Bohong jika kamu sudah melupakannya."

"Semenjak hari dimana anda berkata bahwa anak anda akan menikah saya sudah berusaha untuk melupakan semuanya dan bertekad untuk tidak mengingatnya kembali."

"Oke. Baik. Tapi apakah kamu mau menemui Vilia sekali saja mungkin Vilia bisa sembuh karena bertemu dengan kamu. Karena om rasa kamulah satu-satunya penyembuh bagi anak om," pinta Erland lagi.

"Saya tidak bisa. Ada banyak sekali urusan yang akan saya kerjakan," tolak Vino tegas.

"Vino, Om mohon satu kali ini saja. Apa kamu tega melihat Vilia seperti orang gila hanya karena memikirkan kamu?"

"Dan apa Anda fikir saya tidak seperti orang gila juga waktu itu?" balas Vino tak kalah menusuk.

"Sekali lagi Om minta maaf Vino. Tapi tolonglah ini permintaan terakhir Om setelah itu Om tidak akan merepotkan kamu lagi."

Vino berfikir sejenak, sebenarnya dia tidak mau tapi mengingat dulu Vilia adalah kebahagiaanya dan orang yang selalu ada untuknya dikala suka dan duka. Vilia lah alasan dia untuk bertahan di segala kondisi. Vino menghela nafas pasrah.

"Baiklah untuk kali ini saya turuti kemauan anda tapi untuk hari ini saya sibuk mungkin di lain hari. Saya akan menghubungi anda jika saya sudah bisa," ucap Vino datar. Erland yang mendengarnya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan nya.

"Terima kasih Vino kamu lah penyelamat keluarga kami," puji Erland.

"Sudah cukup kan. Anda boleh pergi sekarang!"

"Baik. Om tunggu di rumah ya, kamu tidak perlu susah-susah mencari alamat rumah Om karena Om masih tinggal dibrumah yang dulu," jelasnya.

Vino hanya mengangguk datar tanpa ekspresi.

Erland mengusap sisa air mata di pipinya sebelum keluar karena tidak ingin dipandang cengeng oleh orang lain. Dengan elegan dia berjalan keluar menemui rekan rekannya yang sedang menunggu di luar.

"Maaf ya menunggu lama. Ada hal yang sangat penting tadi," jelas Erland agar rekan rekannya bisa memakluminya.

"Jika sudah selesai ayo kita balik," ajak salah satu rekan Erland. Mereka semua mengiyakan lalu turun ke bawah diantar oleh Aldi menuju lobi.

Delapan orang tadi mulai meninggalkan perusahaan.

Sebelum naik ke lantai atas. Aldi mendapat telpon dari Vino.

"Suruh pak Herman keruangan saya sekarang!" titahnya.

"Baik tuan." Aldi menghampiri Herman lalu menemaninya ke ruangan Vino di lantai atas.