Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. -
3 hari setelahnya...
Seorang gadis baru saja keluar dari mobil taksi. Berdiri tegap sambil memegang kedua tali tas punggungnya yang berwarna Pink itu. Menatap dengan mata binar kearah bangunan elit yang semua anak kunjungi untuk membina ilmu. Sekolah. SMA Bintang Timur.
"Dalam 3 hari.. akhirnya aku bisa urus semuanya sendiri, tanpa bantuan," gumamnya dengan senyum tipis lalu melangkah masuk ke dalam, melewati gerbang yang terbangun mewah.
Gadis itu mengedarkan pandangannya, sampai ia berhenti. Menatap seorang pemuda dengan tatapan yang.... Sudahlah. Ia melangkahkan kaki, menghampiri sosok pemuda yang baru saja membuka helm itu.
"Permisi Kak, maaf," ucapnya terdengar lembut.
Pemuda itu tidak langsung menoleh, ia sedikit heran.. gadis mana yang berani melangkahkan kaki mendekati dirinya? Azri. Pemuda itu adalah Azri. Ia menoleh, menatap langsung pada manik bola mata yang tidak begitu bulat tapi terlihat sangat polos dengan binarnya itu. Mata cantik berwarna Cokelat terang.
"Bisa tolong tunjukin jalan ke ruang kepala sekolah? Aku baru aja pindah ke sini," ucap gadis itu lagi. Suaranya sangat sopan masuk ke dalam telinga Azri.
Azri tidak bicara, tapi langsung melangkah pergi, membuat gadis itu terdiam namun sesaat setelah itu ia sedikit berlari mengejar langkah lebar Azri.
"Kakak ada di kelas berapa? Kelihatannya Kakak lebih tua, atau kita seumuran? Umur Kakak berapa kalo boleh tau?" tanyanya terdengar antusias. Cerewet.
"Kenapa dia lebih banyak diam?" batin gadis itu terlihat bingung. Kerutan di dahinya sangat dalam.
"Kak...."
"Berisik!" sela Azri tegas serta dingin seolah memberi peringatan untuk gadis ini agar diam.
Gadis itu langsung saja diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Ia takut.
Azri sedikit melirik sekilas, sebelum ia membuka suara. "Gue angkatan terakhir sebelum lulus," ucapnya dingin. Ntah lah, seperti ada magnet yang menarik Azri untuk menjawab walau pun sedikit telat.
Gadis itu langsung memancarkan senyum indah. "Berarti kita beda setahun dong? Wahh.. kita beda kelas dong ya? Padahal udah berharap satu kelas, tapi malah beda angkatan," ocehnya lagi kembali antusias.
"Ssssttt." Azri malah berdesis dengan jari telunjuk yang menempel di bibir si gadis yang semula cemberut.
Azri menatap dalam pada mata yang terlihat kecil namun bulat milik gadis ini. "Kenapa? Kenapa gue ngerasa...."
Azri menggeleng pelan lalu menyingkirkan pikiran sembari menyingkirkan jari telunjuknya dari bibir gadis itu. Setelah itu dia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Gadis itu hanya diam sambil menatap. Setelah itu ia masuk ke dalam ruang kepala sekolah dan duduk.
"Kamu Azalea?" tanya si kepala sekolah.
Ya, ini masih Azalea yang sama. Ia mengangguk menjawab pertanyaan dari kepala sekolah itu.
"Kamu benar-benar tidak ada wali pendamping untuk mengurus segalanya sampai masuk ke sekolah ini?"
"Apa itu penting Pak? Yang terpenting kan sekarang saya udah memenuhi syarat perpindahan sekolah dan hal penting lainnya," kata Azalea tidak ingin menjawab lebih jauh.
"Baiklah. Waktu masuk masih ada 5 menit lagi, saya harap kamu bisa menunggu."
Azalea diam, ia memainkan jari jemarinya sembari menunggu sampai waktunya tiba dan ia masuk ke dalam kelas. Melakukan apa yang perlu dilakukan sebagaimana mestinya murid baru, yaitu perkenalan.
Hampir 3 jam berkutat dengan alat tulis sambil mendengarkan penjelasan dari guru. Akhirnya mereka mendapat kebebasan, yaitu istirahat.
Azalea mengambil ponsel dari dalam tas, lalu berjalan keluar dari kelas. Langkahnya ia bawa menuju rooftop. Di sana, ia menghela napas dan menatap ponsel yang baru saja ia nyalakan setelah 3 hari tanpa menggunakan ponsel ini.
Begitu ponsel menyala, banyak notifikasi pesan dan pemberitahuan lainnya. Dan itu lebih banyak dari Delano.
Tangan Azalea langsung bergerak untuk menghubungi sang Abang yang sudah bisa di pastikan sangat khawatir.
"Halo Bang."