0o0__0o0
Lyra siswi kelas dua SMA yang dikenal sempurna di mata semua orang. Cantik, berprestasi, dan jadi bintang utama di klub balet sekolah.
Setiap langkah tariannya penuh keanggunan, setiap senyumnya memancarkan cahaya. Di mata teman-temannya, Lyra seperti hidup dalam dunia yang indah dan teratur — dunia yang selalu berputar dengan sempurna.
***
"Gue kasih Lo Ciuman....kalau Lo tidak bolos di jam sekolah sampai akhir." Bisik Lyra.
0o0__0o0
Drexler, dengan sikap dingin dan tatapan tajamnya, membuat Lyra penasaran. Meskipun mereka memiliki karakter berbeda. Lyra tidak bisa menolak ketertarikannya pada Drexler.
Namun, Drexler seperti memiliki dinding pembatas yang kuat, membuat siapapun sulit untuk mendekatinya.
***
"Mau kemana ?" Drexler menarik lengan Lyra. "Gue gak bolos sampai jam akhir."
Glek..! Lyra menelan ludahnya gugup.
"Lyra... You promise, remember ?" Bisik Drexler.
Cup..!
Drexler mencium bibir Lyra, penuh seringai kemenangan.
"DREXLER, FIRST KISS GUE"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Studio Balet Eloria
...0o0__0o0...
...Udara malam menusuk kulit, tapi Lyra tetap tidak peduli. Mobil sport berwarna ungu itu, melaju kencang menembus kegelapan. ...
...Hingga akhirnya mobil itu berhenti di sebuah studio balet miliknya. ...
...Tempat persinggahan di saat Lyra merasa dunianya tidak baik-baik saja. Tanpa seseorang pun di sisinya..hanya ada dirinya sendiri....
...Langkah sepatunya bergema di trotoar, beriring dengan degup jantung yang belum juga tenang....
...Kata-kata Regina dan Guntur masih berputar di kepalanya, seperti gema yang enggan padam....
...Begitu pintu kaca studio di buka, aroma vanilla dan kesunyian menyambutnya....
...Cahaya lembut dari lampu gantung memantul di lantai marmer, menciptakan bayangan tubuh Lyra yang tampak begitu tegas di cermin besar. ...
...Ia menatap pantulannya lama mata yang merah karena amarah, bibir yang menahan getir....
...Lyra meletakkan tas, mengganti sepatunya dengan sepatu pointe....
...Langkah demi langkah Lyra mulai bergerak. Tendangan, putaran, dan gerakan pirouette-nya tak lagi lembut....
...Kakinya menghantam lantai, penuh tenaga, seolah setiap hentakan adalah pelampiasan pada semua luka yang di tahannya....
...“Lo mau ngatur hidup gue ?” desisnya pada pantulan di cermin....
...Gerakannya semakin cepat. Rambutnya terurai, napasnya memburu....
...Lyra menari seperti badai — liar, tapi tetap indah. Sampai akhirnya ia berhenti tiba-tiba, menatap dirinya sendiri dengan dada naik turun....
...Air keringat menetes di pipinya, tapi Lyra tidak menyekanya. Ia hanya tersenyum getir....
...“Lihat, Papa,” bisiknya pelan, “gue masih bisa berdiri tanpa fasilitas lo.”...
...Lyra kembali berdiri tegak, mengangkat satu kaki dalam posisi arabesque yang sempurna. ...
...Gerakannya lembut kali ini, seperti mendamaikan dirinya sendiri setelah badai panjang....
...Namun di balik ketenangan itu, amarahnya belum benar-benar padam — hanya ia simpan di balik senyum dingin seorang balerina yang terlalu sering di paksa kuat....
...0o0__0o0...
...Lalu mulai — perlahan, tapi pasti....
...Setiap langkahnya tajam, setiap putaran membawa sisa amarah yang belum selesai....
...Gerakannya bukan lagi tarian lembut seorang balerina melainkan bahasa tubuh dari jiwa yang terbakar....
...Tendangan, putaran, loncatan — semuanya penuh tenaga, tapi tetap indah....
...Peluh mulai menetes deras di pelipisnya. Napasnya berat. Tapi Lyra terus menari....
...Semakin cepat. Semakin liar....
...Pikiran tentang tamparan, kata-kata tajam, tatapan dingin ayahnya, semua berputar di kepala....
...Dan setiap kali jantungnya berdetak keras, Lyra membalas-nya dengan satu gerakan baru — plié, pirouette, arabesque, semua di lepaskan tanpa kendali, tapi dengan kesadaran penuh....
...Di tengah tarian itu, Lyra berhenti mendadak....
...Tubuhnya membungkuk, tangan menekan dada. Air matanya nyaris jatuh — tapi tidak jadi. Ia menegakkan tubuh, mengangkat dagunya....
...“Mereka pikir gue rapuh,” bisiknya pelan. “Tapi mereka salah. Gue Lyra..gadis yang tidak mudah di kalahkan.”...
...Lyra kembali menari, kali ini lebih pelan, lebih lembut — seperti baletnya kini berubah menjadi doa....
...Gerakan terakhirnya berhenti di depan cermin besar, di mana pantulan dirinya menatap balik dengan mata penuh api....
...Senyum kecil muncul di bibir Lyra....
...“Kalau mereka mau perang, gue siap,” ucapnya lirih, lalu menjatuhkan tubuh ke lantai dengan napas terengah — bukan karena kalah, tapi karena sudah mengeluarkan semua amarah yang membebaninya....
...Studio itu sunyi, hanya suara detak jantung dan langkah kecil pointe yang tersisa....
...Di sanalah Lyra menemukan ketenangan — bukan dari pelukan, tapi dari dirinya sendiri....
...0o0__0o0...
...Langit masih meneteskan sisa hujan ketika Drexler berdiri di depan studio balet. Ia tak berniat mendekat, hanya bersandar di balik tiang lampu, tubuhnya terlindung bayangan gelap malam....
...Dari sana, ia bisa melihat Lyra di dalam — sendirian, menari dengan langkah yang bukan lagi lembut, melainkan penuh amarah....
...Drexler tidak pernah bisa menatap Lyra tanpa merasakan sesuatu mencengkeram dadanya....
...Gadis itu selalu tampak kuat, tapi ia tahu... kekuatan Lyra hanyalah tameng dari luka yang terlalu dalam....
...Dan malam ini, tameng itu mulai retak....
...Drexler memperhatikan tiap gerakan Lyra dengan mata tajam, tapi ada kelembutan samar di balik pandangan dingin itu....
...Hujan kembali turun tipis, namun Drexler tak bergeming. Jaketnya mulai basah, tapi ia tak peduli....
...Ketika Lyra berhenti menari, lututnya jatuh menyentuh lantai....
...Drexler sempat bergerak — nalurinya ingin masuk, ingin memastikan gadis itu baik-baik saja. Tapi langkahnya terhenti. Ia menatap lama, rahangnya mengeras, menahan sesuatu yang tidak bisa diucapkan....
...“Sial, Lyra…” gumamnya pelan....
...Satu kalimat yang mengandung terlalu banyak makna, cemas, marah, sayang....
...Ting..!...
...Ponselnya bergetar....
...Pesan dari seseorang mata-mata di mansion besar keluarga Guntur:...
...“Guntur marah besar. Dia suruh bodyguard nyari Nona Lyra. Dan mem-bawah kembali pulang."...
...Drexler menatap layar ponsel beberapa detik, lalu pandangan-nya kembali ke arah studio....
...Mata elangnya berubah tajam....
...Drexler melangkah mendekat berdiri di depan pintu kaca besar bertuliskan Studio Balet Eloria....
...Namun entah kenapa, begitu sampai di depan pintu, ia tidak berniat masuk. Matanya menangkap sosok di dalam sana....
...Lyra....
...Tubuh gadis itu bergerak seirama musik, tapi bukan balet lembut seperti biasanya....
...Gerakannya bertenaga, nyaris marah....
...Rambutnya sedikit berantakan, keringat menetes dari pelipis, tapi ekspresi wajahnya tetap tegas....
...Drexler berdiri diam, membeku di tempat. ...
...Ada sesuatu dalam tatapan gadis itu yang membuat dadanya sesak — seperti sedang menonton seseorang bertarung melawan dirinya sendiri....
...Drexler bersandar di dinding kaca, tangan di masukkan ke saku, tapi matanya tak lepas dari Lyra....
...Setiap langkah Lyra seolah menceritakan sesuatu — tentang kemarahan, luka, dan tekad yang di tahan terlalu lama....
...Setiap putaran, setiap hentakan kaki di lantai marmer, terdengar seperti protes....
...Dan tanpa sadar, Drexler menggenggam erat ponsel di tangannya....
...“Jadi ini cara lo… ngelawan dunia, huh ?” gumamnya lirih....
...Musik berakhir, dan Lyra berhenti tepat di depan cermin. Bahunya naik-turun menahan napas, matanya memerah, tapi tetap menatap pantulan dirinya dengan dingin....
...Tanpa pikir panjang, Drex melangkah ke arah mobilnya, tapi tak pergi. Ia hanya menyalakan mesin, lalu menunggu, berjaga, memastikan Lyra tenang tanpa gangguan....
...Tangannya menekan nomor tangan kanannya....
...Dering pertama langsung di angkat....
..."Hallo tuan muda..."...
..."Hadang bodyguard Guntur, jangan biarkan mereka menemukan gadisku." Titah-nya dingin....
...Tut..!...
...Panggilan di akhiri tanpa menunggu respon....
...0o0__0o0...
...Beberapa Jam kemudian, lebih tepatnya jam 12 malam....
...Lyra keluar. Wajahnya dingin, tapi matanya terlihat semakin tajam. Ia membuka payung dan berjalan ke arah mobil sport berwarna ungu yang terparkir tak jauh....
...Lyra masuk kedalam, duduk bersandar di kursi. Tangannya mengepal kuat. Mencoba mengontrol deru nafas'nya yang belum stabil....
...Beberapa menit kemudian, Lyra melajukan mobilnya untuk pulang. Bukan ke mansion.. melainkan ke apartemen tersembunyi miliknya....
...Tidak ada yang tau Apartemen Lyra, kecuali dirinya sendiri dan tentunya Drexler yang tidak pernah melewatkan hal apapun tentang Gadisnya....
...Drexler memutar setir pelan, mengikutinya dari jauh. Lampu mobilnya tetap mati, hanya bayangan yang menempel di belakang langkah Lyra....
...Drexler tahu gadis itu tidak butuh rasa kasihan — hanya butuh ruang, dan seseorang yang memastikan dunia tidak menghancurkan-nya saat rapuh....
...Di lampu merah, Lyra sempat berhenti. Dari kaca spionnya, ia menatap samar ke belakang — merasa ada sesuatu, tapi tak yakin....
...Drexler sempat menunduk, lalu mengalihkan pandangan ke arah jalan. Senyum tipis muncul di wajahnya....
...“Tenang aja, Lyra,” bisiknya nyaris tak terdengar. “Selama gue masih di sini, gak ada yang bisa nyentuh lo.”...
...Mobilnya melaju perlahan di belakang Lyra, membiarkan jarak tetap aman. Ia tak pernah ingin terlihat, tapi selalu ingin ada di sana....
...Bagi Drexler, mencintai Lyra berarti melindunginya tanpa membuat gadis itu tahu....
...0o0__0o0...
😌
dexler udh dateng tuh matilah kau bagas 😂😂
😉🤭😅