Ini hanya cerita karangan semata. Semoga bermanfaat.
Ini kisah cinta Viola Armada dan Yuko Eraser. Di lengkapi dengan misteri di balik kematian Lazio Eraser, Daddy nya Yuko Eraser.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Sudah hampir tiga puluh menit menunggu, sama sekali tidak ada pesan balasan dari Viola. Jangankan dibalas dibaca pun tidak. Yuko kesal setengah ma.ti. Ada rasa malu dan juga bercampur marah karena Viola sengaja mengabaikan pesan dari dirinya.
Yuko mengirim pesan sekali lagi, dua kali, tiga kali, empat kali bahkan sampai pesan itu berjumlah puluhan sama sekali tidak ada yang dibaca. Viola jahat bangeeet.
"Kamu kenapa tiba-tiba kek gini sih, Vio? Alasan kamu menghindar dari aku tuh apa? Aku kesel kamu giniin, Vio! Aku marah!" Yuko melempar ponsel dikasur, melampiaskan kekesalan yang tidak bisa dia luapkan.
"Yuko, kamu ngelakuin kesalahan apa sampai Viola jadi begini! Dia jadi cuek banget sama aku!" Yuko hanya bisa marah ke diri sendiri.
"Yuko!"
Yuko menoleh arah pintu, dimana suara Mommy ada diluar kamar. "Iya, Mom! Buka saja, enggak dikunci kok!"
Pintu terbuka dan wajah Mommy muncul disana. Terlihat rapih dengan pakaian yang terkesan cantik menempel ditu.buh Mommy. "Mau kemana, Mom?" Yuko duduk ditepian tempat tidur, menatap Mommynya.
Lova tersenyum. "Mommy mau pergi sebentar sama teman. Nanti kamu jemput Yuka ditempat les privatnya, ya,"
Yuko memicing. Dia menatap tampilan Mommy yang memakai dres lengan panjang tapi bagian bawah hanya sebatas lutut. Rambut panjang Mommy terlihat berkilau seperti baru saja ke salon. "Mommy punya pacar?" Spontan tanya itu lolos dari bibir Yuko.
Senyum Lova surut, tidak selebar tadi. "Bukan. Hanya teman saja."
Yuko tidak percaya, tapi mencoba percaya. "Oke, Mommy hati-hati."
Lova tersenyum. "Iya. Makasih sayang, jangan lupa sama pesan Mommy," katanya sebelum menutup pintu.
"Iya."
Yuko menghela berat. Dia berjalan dan membuka pintu balkon. Dia berdiri dilantai balkon dengan kedua tangan yang memegang besi pembatas. Dilantai bawah sana, tepatnya dihalaman rumah, terlihat mobil hitam dengan seorang pria yang berdiri disisi mobil memegang ponsel dengan satu tangan dimasukan saku celana. Pria itu menoleh dan tersenyum manis saat Mommy menghampiri dengan tas kecil yang ditenteng.
"Sudah siap,"
Lova mengangguk.
Pria itu membukakan pintu untuk Mommy. Setelahnya masuk dijok kemudi dan perlahan mobil itu melaju keluar melewati gerbang.
Yuko mencengkram besi pembatas balkon. Matanya memejam dalam, wajah daddynya terlintas tiba-tiba. Yuko menggeleng, dia tidak boleh egois. Mommy juga harus bahagia.
"Tapi aku enggak ikhlas banget Mommy harus menikah lagi. Aku enggak mau Mommy mengkhianati Daddy. Aku enggak mau nanti Mommy lupa sama aku dan Yuka."
Yuko membuka mata, menatap halaman rumah lantai bawah yang sekarang hanya ada satpam yang sedang berjaga didalam posnya.
"Aku terkesan egois kalau kaya gitu. Enggak, aku enggak boleh ngelarang Mommy buat menikah lagi. Biar bagaimanapun Mommy juga butuh seseorang yang bisa membuatnya bahagia... dan tidak kesepian,"
Yuko menghela, berusaha membuang perasaan yang sempat ingin menolak jika Mommy punya pacar lagi. Yuko masuk kamar. Menutup pintu balkon dan menguncinya.
Brakkk
Yuko menoleh, baru saja dia menutup pintu balkon, terdengar suara dari luar balkon. Yuko kembali membuka kunci dan melongok lantai balkon. Berdecak saat melihat kucing hitam tetangga yang menggigit ci.cak tepat dipinggiran balkon.
"Hus, makannya jangan disitu, entar bikin semut berdatangan. Hus-hus, bawa pulang sana!" perintah Yuko pada si kucing.
Setelah kucing itu pergi, Yuko kembali menutup dan menguncinya. Yuko balik badan, wajahnya tiba-tiba menegang, suhu tubuhnya panas dingin, lagi-lagi ada makhluk bermata pe.cah tepat didepan wajahnya.
Ingin lari, ingin teriak, tapi sekujur tubuh terasa kaku, tidak bisa bergerak sama sekali. Yuko memejamkan mata, dalam hati dia merapalkan do'a. Setelah bacaan do'a nya selesai Yuko beranikan buka mata perlahan.
Begitu kedua mata Yuko terbuka sempurna, dia mengusap dada, merasa lega karena makhluk itu sudah tidak ada. Setelah deru napas sudah membaik, Yuko mengambil ponsel serta jaket, dia keluar kamar dan menuruni tangga dengan sedikit berlari. Tatapan matanya bergerak tak tenang, takut jika makhluk itu datang lagi.
...----------------...
Yuka berulang kali menilik jam tangan dilengan kirinya. Dia sudah keluar kelas sejak sepuluh menit yang lalu tapi Mommy belum datang menjemputnya.
"Mommy kelupaan keknya nih," Yuka berdecak, dia mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor kontak Mommy.
Tapi, baru saja Yuka menekan tombol memanggil, deru motor sport terdengar semakin dekat. Yuka mendongak dan matanya melihat kak Yuko datang.
"Hallo, Yuka. Ada apa? Apa kakakmu belum datang menjemput?"
Mendengar suara Mommy, Yuka kembali menatap layar ponsel yang ternyata panggilan pada Mommy sudah dijawab.
"Kak Yuko baru saja sampai, Mom. Aku pikir Mommy kelupaan makanya aku menelepon Mommy. Kalau gitu sampai ketemu dirumah, Mom,"
"Iya, sayang. Kalian berdua hati-hati, bilang ke kak Yuko suruh jangan ngebut bawa motornya,"
"Oke, Mom." Yuka memutus telepon, dia memasukan ponsel kesaku baju. Menatap kakaknya yang sudah menunggunya.
Yuka naik diboncengan belakang. Setelah Yuka duduk nyaman diboncengan, Yuko melanjukan motornya pelan.
"Bawa motornya kek siput banget. Kenapa Kak? Ditolak gebetan? Pffft..." Yuka menahan tawa. Biasanya kakaknya ini kalau bawa motor tuh mirip pem.ba.lap yang gagal tenar, kesetanan. Lah tumben banget ini pelan mirip siput.
"Curhat boleh nggak?" Sambil fokus nyetir, Yuko melontarkan tanya, walau perasaannya enggak yakin Yuka bakal kasih saran yang pas seperti harapannya.
"Tentang apa? Cewek?" Baru kali ini Yuka mendengar kakaknya pingin curhat padanya. Mungkin enggak sih kalau problem dia cukup serius?
"Viola jaga jarak sama aku. Kira-kira dia kenapa, Yuk?" Sambil bawa motor, Yuko sesekali menatap sekeliling jalanan. Dipinggiran jalan banyak pepohonan tinggi dan besar. Saking besar dan lebatnya dedaunan, jalanan sampai tidak terkena sinar matahari. Membuat hawa dijalanan ini cukup dingin dan bikin merinding, dan untungnya Yuko pakai jaket.
Yuka mengetuk jari didagunya, sedang menerka kira-kira kak Viola menjaga jarak sama kak Yuko karena apa. Setelah satu menit berpikir Yuka menemukan satu hal yang mungkin bisa saja benar.
"Kak, mungkin nggak kalau kak Viola ngejauhin kamu karena kamu menggantung hubungan?"
"Menggantung hubungan?" Yuko mengerut dahi, sedang merenungi ucapan Yuka.
"Mungkin itu masalahnya, Kak. Kata teman aku, cewek nggak suka digantung."
"Ah, masa sih? Jadi Viola pingin aku cepet-cepet resmiin hubungan?" Yuko menepikan motor dipinggiran jalan. Dia menoleh Yuka yang duduk dibelakang. Yuko ingin memastikan kalau yang dikatakan Yuka tidak ledekan semata.
"Ya dicoba saja. Aku kan cuma kasih saran. Selebihnya aku enggak tahu, orang aku belum pernah pacaran," Dari nadanya jelas sekali kalau iri.