DICARI DENGAN SEGERA
Asisten pribadi.
• Perempuan usia max 27 tahun.
• Pendidikan terakhir min S1.
• Mampu berkomunikasi dengan baik dan bernegosiasi.
• Penampilan tidak diutamakan yang penting bersih dan rapi. (Lebih bagus jika berkaca mata, tidak banyak senyum, dan tidak cerewet.)
Kejadian itu satu setengah tahun lalu, saat dia benar-benar membutuhkan uang, jadi dia melamar pekerjaan tersebut. Namun setelah dia di terima itu adalah penyesalan untuknya, sebab pekerjaanya sebagai asisten pribadi benar-benar di luar nalar.
Bosnya yang tampan dan sangat di gemari banyak wanita itu selalu menyusahkannya dalam hal pekerjaan.
Dan pekerjaannya selain menyiapkan segala kebutuhan pribadi bosnya, Jessy juga bertugas menyingkirkan wanita yang sudah bosan dia kencaninya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekasihku
Saat jam pulang kantor, Chris sudah berdiri di depan ruangan Jessy. Tak sampai satu menit dia disana, Jessy sudah keluar dari ruangannya. Seolah tahu jam kerja Jessy, dia datang tepat waktu. Tentu saja dia hapal kapan Jessy akan pulang. Sebab Jessy tak pernah pulang sebelum dia pulang. Jadi begitu Chris keluar dari ruangannya secara otomatis, Jessy pun akan melakukan hal yang sama.
"Anda disini, Tuan?" Jessy bergerak menyamping sebab Chris menghalangi jalannya.
"Aku akan mengantar mu pulang."
Jessy ingin menolak. Namun dia baru saja memutuskan untuk mengikuti permainan Chris. Jadi dia mengangguk, dan mengikuti Chris untuk memasuki lift.
"Terimakasih, Tuan." Tiba di apartemen, Jessy akan segera turun, namun suara berat Chris terdengar.
"Bos-mu datang, kamu tidak berniat memberinya kopi?" Jessy menelan ludahnya kasar. Tidak ada jaminan saat dia mengajak Chris ke apartemen, pria itu tak akan macam- macam padanya. Mengingat buaya darat macam Chris pastilah yang ada di pikirannya, hanya selang kangan. Tapi bukankah selama ini Chris juga tak pernah melakukan apapun padanya. Lagi pula apa yang akan dia lakukan pada wanita jelek sepertinya, dia jelas bukan selera Chris.
"Kalau anda bersedia." Jadilah saat Jessy keluar dari mobil, Chris pun mengikuti.
Keduanya memasuki lift, lalu berjalan beberapa langkah untuk mencapai unit Jessy. Hingga saat tiba disana dahi Chris tak bisa tak mengeryit melihat betapa sempitnya apartemen milik Jessy ini.
"Kau tinggal di tempat seperti ini?"
Jessy menaikan alisnya. "Seperti ini?" tentu saja Jessy tahu itu adalah hinaan untuknya, tapi dia memilih pura-pura tak mengerti.
Chris memperhatikan sekitar, "Ini bahkan tak lebih besar dari kamar mandiku." Jessy berdecak, lalu melangkah menuju mesin pembuat kopi.
"Saya hanya tinggal sendiri. Jika terlalu luas justru akan sangat membosankan. Membersihkannya akan sangat lama, apalagi saya tidak memiliki asisten rumah tangga." Setelah kopinya selesai Jessy membawa kopi tersebut dan menyimpannya di meja sofa dimana Chris berada.
Cepat minum kopinya, lalu pergilah!
Batin Jessy berbicara.
Chris mengangguk. "Aku bisa belikan penthouse?"
Jessy mengerjapkan matanya. "Penthouse?"
"Ya, kau mau?" ringan sekali pria itu bicara.
Jessy menggeleng cepat. Bukan tak ingin. Siapa yang tak mau rumah besar bergaya mewah itu. Namun jika dia setuju, sama saja Jessy memiliki perjanjian dengan iblis. Harus ada timbal balik untuk setiap pemberian Chris. Sama seperti para wanita kekasih Chris. Akan di berikan barang branded, hingga mobil, bahkan apartemen mewah. Namun akhirnya mereka berakhir di campakkan dan di buang.
"Tidak, Tuan. Terimakasih."
"Kau selalu menolak pemberianku, ya?" Jessy menipiskan bibirnya, saat melihat wajah Chris nampak tersinggung.
"Bukan begitu, Tuan. Tapi kalau kelak aku berhenti, aku mungkin tidak akan sanggup menggantinya."
"Apa aku bilang kau harus menggantinya?"
Tidak minta ganti, tapi aku harus menyerahkan tubuhku. Tentu saja tidak!
Sial. Jessy benar-benar kesal. Apalagi saat ini wajah Chris nampak marah padanya.
"Baiklah, Tuan. Nikmati kopimu, aku mau ke toilet sebentar." Tak ingin bicara terlalu jauh, Jessy memilih menghindar. Jessy segera memasuki kamarnya, tak lupa mengunci pintu untuk mandi dan berganti pakaian.
Sementara itu Chris kembali melihat sekitarnya, hingga dia melihat sebingkai foto di atas nakas, dan berhasil membuatnya penasaran. Dengan langkah tegapnya Chris berjalan ke arah foto tersebut. Namun baru saja akan mengambil foto tersebut, seseorang mengambilnya dan menyembunyikannya di balik punggung.
"Maaf, Tuan. Ini foto orang tua saya," ucap Jessy.
"Apa yang salah dengan itu. Aku hanya ingin melihatnya."
Jessy meringis. "Aku hanya sedikit malu, disana aku terlihat jelek."
Chris mendengus. "Lagi pula ada yang lebih jelek dari penampilanmu sekarang?"
Jessy cemberut. "Saking tak maunya aku melihat itu kau bahkan hanya menggunakan handuk?"
Saat menyadari keadaannya, Jessy segera merapatkan handuk kimononya. Saat dia baru saja akan mandi, Jessy teringat jika di ruang tamu ada fotonya yang tak mengenakan kaca mata bersama kedua orang tuanya. Apa jadinya kalau Chris melihatnya.
"Atau kamu berencana menggodaku?" Chris menyeringai.
Namun Jessy dengan cepat mengelak. "Tidak begitu!" Jessy berlari ke kamarnya lalu menutup pintu keras membuat Chris terkekeh.
Saat ini ponsel Chris bergetar hingga Chris merogoh saku jasnya untuk melihat siapa si penelpon.
Melihat nama Neneknya disana Chris segera menerima panggilan tersebut.
"Yess, grandma?"
"Kamu mengejekku Chris. Berani sekali kamu tidak datang di acara pertemuan kemarin malam."
"Ayolah, Nenek. Bukan hanya aku yang tidak datang. Jordy dan Charles juga."
"Ya, kalian memang keterlaluan! Bukannya datang ke acara pertemuan keluarga, kalian justru menghabiskan waktu dengan para wanita murahan."
"Aku tidak begitu, Nenek."
"Apanya yang tidak begitu. Datang padaku dengan gadis baik- baik sekarang juga. Baru aku percaya. Kalau tidak, jangan salahkan aku menghapusmu dari daftar warisku."
Chris berdecak saat sang nenek mematikan teleponnya.
Jessy keluar dari kamar dengan pakaian santainya, kaos kebesaran dan celana training. Melihat Chris masih disana, dia tak bisa tak mengeryit. "Anda masih disini, Tuan?"
Saat melihat Jessy, Chris tiba-tiba terpikirkan sesuatu. "Ayo, ikut aku." Chris meraih pergelangan tangan Jessy lalu menariknya keluar dari apartemen.
"Anda mau membawaku kemana, Tuan?" Saat akan memasuki mobil Jessy bertanya dengan menolak masuk.
"Masuklah dulu, nanti aku jelaskan." Chris mendorong Jessy masuk, lalu dia memutar langkahnya untuk memasuki kemudi.
Bukannya menjelaskan kemana mereka akan pergi, sepanjang jalan Chris hanya fokus mengemudi, hingga mobil berhenti di sebuah butik pakaian lengkap.
Jessy bahkan masih ragu untuk ikut hingga lagi- lagi Chris menariknya untuk segera masuk.
Sementara Jessy kebingungan, Chris sibuk meminta pelayan membawa semua koleksi baru mereka, mulai dari tas, sepatu dan pakaian. Lalu meminta Jessy mencobanya.
"Sebenarnya kenapa anda membawa saya kesini, Tuan?"
"Ada pertemuan yang harus kita hadiri."
Jessy mengeryit. "Jika begitu, saya memiliki pakaian sendiri kenapa repot membelinya?"
Chris berdecak. "Pakaian apa yang kamu punya. Aku tahu semua pakaian milikmu itu ketinggalan zaman." Setiap kali Jessy menemani Chris ke perjamuan makan klien, gadis itu selalu memakai pakaian kerja yang menurutnya sangat jelek.
Jessy cemberut. Itu adalah usahanya untuk tak terjerumus ke dalam lingkaran para pria hidung belang yang ada dalam pertemuan tersebut. Sebab para pria itu tak akan diam saat melihat gadis cantik di sekitar mereka.
"Ini bagus. Ambil ukuran sepatunya juga." Chris menarik Jessy duduk, dan tiba-tiba melepas kaca mata gadis itu.
"Tunggu, Tuan. Apa yang kau lakukan?"
"Kau, rias dia." Tanpa menunggu Jessy melakukan protes, Chris memerintahkan seorang pelayan membawa peralatan make up untuk merias, Jessy.
Jessy benar-benar tak bisa menghindar dan hanya diam mendapat perlakuan tersebut, hingga wajahnya benar-benar terpoles make up dan nampak cantik.
Jessy menghela nafasnya. Sekian lama dia menghindar berdandan cantik di depan Chris, bahkan menyembunyikan foto yang terpajang di apartemennya, namun kali ini dia justru harus menunjukkan wajah aslinya di depan Chris.
Saat selesai dengan segala persiapan, Jessy menampakan diri di depan Chris.
"Aku sudah selesai Tuan." Chris sempat tertegun, namun dengan cepat dia mengangguk.
"Kalau begitu, ayo!" Chris mengulurkan tangannya, dan disambut ragu oleh Jessy.
Sepanjang jalan Chris berusaha terlihat normal, meski sebenarnya dia terpesona dengan penampilan Jessy. Wajah cantiknya, dan tubuh yang nampak proporsional dengan pinggang ramping yang akhirnya bisa dia lihat karena gaun press bodynya.
Chris menghentikan mobilnya di sebuah rumah besar dan mewah. Mungkin orang-orang menyebutnya mansion. Saking besarnya Jessy tidak bisa melihat ujung bangunan tersebut.
"Tunggu, Tuan. Ini rumah siapa?"
"Kau akan tahu saat masuk." Jessy kembali mengikuti Chris, berjalan melewati satu persatu ruangan luas, hingga dia melihat seorang wanita tua duduk anggun di atas sofa.
Chris kembali menggenggam tangan Jessy lalu menariknya menghadap wanita tua tersebut.
"Nenek, aku datang. Seperti perintahmu aku membawa kekasihku."
"Apa?" Ucapan Chris tentu saja membuat Jessy terkejut. Pria itu tak mengatakan sebelumnya jika dia akan membawanya pada neneknya, bahkan memperkenalkannya sebagai kekasihnya.
sakit fisik ngga sepadan sama sakit psikis...
ayoo...tanggung jawab kamu sama Jessy...