Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Nero terus mengamati angka 10.025.680 di ponselnya, rasanya tak percaya ia mendapatkan uang sebanyak itu. Nadia yang sejak tadi memperhatikannya hanya tersenyum.
"Haruskah kuterima uang ini?" Nero terlihat ragu, memandang Nadia yang berdiri di gerbang sekolah.
"Ya, terima saja. Memangnya kenapa tidak?" tanya Nadia.
Nero menggaruk kepalanya, ia tidak akan menjadi orang yang naif, jika ia kalah mereka akan dengan senang hati melihatnya berkeliling membawa spanduk bodoh itu, lalu ini adalah kemenangannya, memang itu haknya karena telah sama-sama setuju.
"Uang segitu tidak banyak buat mereka Nero, kamu tidak perlu merasa terbebani," Nadia meyakinkan.
"Ah... benar juga," jawab Nero setelah mendengar ucapan Nadia, mereka semua orang kaya, apalah artinya uang segitu buat mereka, akhirnya ia menjadi lega.
"Kamu tidak menginginkan sesuatu?" tanya Nero menatap dengan polos.
"Hahaha... tidak... aku tidak membutuhkannya," jawab Nadia geli.
"Tentu saja, uangmu kan banyak," cetus Nero.
"Sudahlah, kamu simpan saja, pergunakan buat keperluanmu. Kamu lebih membutuhkan buat dirimu sendiri," ujar Nadia.
"Baiklah," kata Nero, "nanti aku akan membelikanmu hadiah yang mahal kalau aku sudah kaya."
"Amiin ..." balas Nadia.
Sebuah Audi hitam berhenti didepan mereka, Nadia menoleh kepada Nero lalu berkata, "Yakin kamu tidak mau tumpangan? Aku akan antarkan kerumahmu..."
"Tidak usah, aku ada sesuatu yang harus kulakukan," tolak Nero.
"Baiklah, sampai jumpa besok," Nadia membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya, melambaikan tangan kepada Nero kemudian Audi hitam itu meluncur pergi.
Tidak ada hal lain dipikiran Nero kecuali membeli sebuah sepeda BMX baru, sepeda lamanya telah tua, itu telah ada sejak ia masih SMP sampai sekarang, ia pergi ke toko sepeda dan membeli model terbaik dengan harga 2.5 jt.
Dengan pikiran senang ia mengayuh sepedanya pulang, tidak sabar ingin bertemu dengan Eona.
Sesampainya di rumah mamanya heran dengan sepeda barunya. Dengan singkat Nero hanya menjelaskan ia menang kompetisi di sekolahnya dan dihadiahi uang.
Ia memberikan 3 juta kepada mamanya yang dengan senang hati menerima, uang sebanyak itu hampir dua kali lipat tunjangan pensiun almarhum papanya. Mamanya pasti menyimpan uang itu untuk keperluan Nero jika nanti membutuhkan, tapi Nero mengatakan belilah apa yang mama ingin. Pilihan pertama mama adalah memasak sedikit mewah di sore itu, dendeng daging sapi kesukaan Nero.
Nero mengarahkan kubus ke dinding kamar atasnya, suara berdengung terdengar samar. Ia melompat masuk ke lingkaran spasial dan mendarat kembali di lantai itu yang serasa menyedot seluruh tubuhnya kedalam tanah.
Nero mengamati ke sekeliling dan melihat Eona berdiri di atas batu di tepi sungai. Cahaya oranye menyinari tubuhnya melalui celah dedaunan, terlihat sangat anggun seperti seorang putri.
Nero akan berjalan mendekat ketika ia melihat sebuah sosok bersisik meluncur keluar dari dalam sungai dan menerkam Eona. Makhluk itu seperti seekor ikan dengan tanduk sangat runcing di kepalanya, tubuh makhluk tersebut hampir sebesar tubuh Nero.
"Eona! Awas!," Nero memperingatkan dengan wajah pucat. Namun Eona terlihat tenang, ia mengulurkan tangannya dan ujung jari jarinya yang ramping terarah ketenggorokan monster ikan. Sebaris kilatan perak meluncur dari ujung jemarinya, langsung menusuk leher monster tersebut. Cairan hijau muncrat dari luka lebar yang menganga di tenggorokan ikan malang itu yang jatuh kembali ke dalam sungai.
Nero terkesiap, ia terkejut melihat bagaimana Eona begitu mudahnya mengalahkan monster itu, lalu dalam keterkejutannya seekor ikan bertanduk keluar lagi dari dalam sungai, matanya yang biadab terlihat mengerikan, namun dengan tenang Eona melakukan gerakan yang sama, ikan itu mencemplung di permukaan sungai, ia hanya seperti mengibaskan lalat ketika menghancurkan monster-monster menyeramkan itu.
Nero menggigil, siapa gadis ini? Eona nampaknya telah selesai bemain, lalu ia berbalik dan memandang Nero dari kejauhan. Sebuah suara di dalam kepala Nero menyuruhnya untuk datang, Nero tahu Eona menggunakan telepati itu lagi untuk berbicara kepadanya, berjalan mendekat ia melangkah seperti di dalam rawa, tiap langkahnya terasa berat dan butuh perjuangan berkali-kali lipat dibandingkan ia berjalan diluar ruangan itu. Tetapi ia senang, ini akan melatih tubuhnya untuk menjadi lebih kuat.
Dengan bersusah-payah, akhirnya Nero mencapai tempat Eona berdiri, Eona menatapnya, Nero balas memandangnya. "Apa itu tadi yang datang dari sungai?" tanya Nero, wajahnya masih agak pucat dan terkejut dengan tontonan yang dilihatnya barusan.
"Ikan? ... Aku hanya bermain-main dengan mereka," Eona tersenyum. Nero terpana, senyum itu seperti mekarnya seribu bunga di sekitarnya, mau tidak mau ia mengagumi.
"Bagaimana keadaanmu sekarang, aku lihat kondisimu semakin membaik?" tanya Nero menyelidik.
"Masih belum pulih, sepertinya akan lama sebelum aku pulih sepenuhnya," jawab Eona.
Nero terdiam, ia melihat gadis itu melumpuhkan monster sungai seperti menepuk nyamuk, namun ia mengatakan masih belum pulih? Nero tidak tahu penyakit apa yang dideritanya hingga harus pulih begitu lama, namun jika gadis itu pulih sepenuhnya, pastilah akan sangat menakutkan.
Meski di dalam hati ia cukup merasa senang, karena semakin lama Eona pulih, kemungkinan Eona tinggal bersamanya akan lebih lama juga. Meskipun kekuatan yang ditunjukan Eona sangat kuat, Nero sama sekali tidak merasa terancam, Nero yakin Eona menganggapnya sebagai teman.
"Apa rencanamu selanjutnya?" Nero bertanya menyelidik.
"Aku tidak tahu, aku tidak dapat kembali pulang, dan seandainya bisa pulang, aku khawatir semua keluargaku telah habis karena perang," keluhnya.
Nero merasakan kesedihan dalam kata kata Eona, tiba-tiba Eona menempelkan telunjuk di antara alis Nero, perasaan dingin itu kembali mengguyur kepalanya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Nero cemberut setelah Eona menarik telunjuknya.
"Hanya ingin tahu apa yang kamu alami," jawab Eona.
"Kamu mencuri privasiku," protes Nero sambil mengusap-usap keningnya.
"Percayalah aku tidak akan mengatakannya kepada siapapun," jawab Eona santai.
"Tentu saja! temanmu hanya aku," sungut Nero.
Eona tertawa, Nero terpana, ia terpesona melihat tawa gadis itu, gadis ini semakin menarik dan sangat menarik semakin ia mengenalnya.
"Kamu juga bisa tertawa?"
"Tentu saja, aku bisa tertawa, menangis, bersedih, gembira, sama seperti kalian," jelasnya.
"Berarti kamu manusia?"
"Bisa dibilang begitu, tapi dengan versi lebih sempurna," mata Eona mengerling kearah Nero, ia tersenyum sekarang.
"Kamu juga bisa jatuh cinta?" lanjut Nero bertanya penasaran.
"Cinta?... Mungkin saja,"
"Kamu pernah?," kejar Nero.
"Entah ... itu hanya membuang buang waktu," jawab Eona.
"Kamu harus mencobanya sesekali," balas Nero menggoda.
"Kami tidak memikirkan hal hal seperti itu, hanya menghalangi kultivasi," cibir Eona.
"Kultivasi?" Nero mengernyitkan alisnya.
"Ya kultivasi, kami menggunakan energi sekitar yang disimpan didalam tubuh untuk digunakan bertarung, atau pengobatan," jelas Eona. "Berbeda dengan kalian yang hanya mengandalkan tubuh fisik saja."
Nero tercengang, meski sedikit mengerti dengan apa yang dikatakan Eona, namun beberapa pemikiran muncul di dalam kepalanya.
"Apakah aku juga bisa seperti itu?" Nero bertanya sambil memandang mata Eona. Eona juga memandang matanya, dagunya terangkat seperti seorang putri, ada sebaris kilatan perak melintas di mata birunya."
Mungkin bisa, tergantung tekadmu," jawab Eona. Lalu ia mengalihkan pandangan ke cakrawala yang jauh, namun jemari halusnya terkepal.
"Aku ingin mempelajarinya," suara Nero terdengar di belakang Eona. Eona memejamkan mata dan melepaskan udara yang tertahan di paru-parunya, itu seperti sebuah kelegaan, pelan ia menggigit bibirnya.
"Kalau begitu aku akan mengajarimu, tapi akan butuh waktu yang sangat lama," balas Eona, ia membuka mata nya yang berkilauan.
Mengajariku? Wajah Nero benar-benar menjadi jelek, bagaimana mungkin gadis itu mengatakan mengajariku tetapi hanya menyuruh berlari seharian di ruangan terkutuk ini, sungutnya. Ia telah melakukannya selama tiga jam.
Dengan menggerutu ia terus menerus melakukan apa yang disuruh Eona, berlari di sekeliling ruang dimensi, alih-alih berlari, ini bahkan tidak seperti jalan cepat, langkahnya masih tersendat maju selangkah demi selangkah.
Eona memandanginya dari jauh, ada cahaya harapan memenuhi matanya. Semoga saja ramalan itu benar, batinnya.
...
pantesan sepi peminat kalau mau rame peminat mcnya harus pintar,jenius ,hebat ,kuat lugas dan tegas
contohnya seperti dewa bagi yg membutuhkan pertolongan dan kejam seperti iblis bagi musuh