Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 Kekecewaan Zantisya
Semenjak Safir meminta Zantisya dan Arjuno untuk melamarkan Divya. Semenjak itu Zantisya berubah setiap kali berhadapan dengan Safir. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Divya. Karena gadis tersebut juga sudah pasti baik.
Hanya saja Zantisya kecewa, karena sesuai dengan penilaian Zantisya selama ini kalau Safir sangat perhatian terhadap hal-hal kecil yang terjadi pada Queen. Hal itulah yang membuat Zantisya berharap lebih, kalau suatu saat nanti Safir dan Queen akan menikah. Tapi apa sekarang?
Sepanjang jalan, setelah meninggalkan kediaman Hendri dan Reina, Zantisya terus saja diam. Padahal selama ini Zantisya adalah pribadi yang hangat dan tidak pernah marah sekalipun pada anak-anaknya. Keheningan di dalam mobil, membuat suasana menjadi tidak nyaman.
“Ingin sesuatu, Dek?” Arjuno berusaha memecah keheningan. Ia sangat tahu kalau saat ini Zantisya sedang kesal.
“Tidak Mas. Aku hanya mau kita cepat sampai rumah.”
Zantisya melirik Safir. Lelaki muda yang sepertinya sejak tadi sibuk dengan ponselnya sendiri. Sudah bisa di tebak Safir sedang chatting dengan siapa. Karena sejak tadi Safir terus saja tersenyum samar.
Memperlihatkan kalau lelaki tersebut sedang jatuh cinta.
Tidak lama kemudian mobil sudah memasuki halaman rumah. Sedangkan dua mobil pengiring langsung di bawa pulang ke rumah para sopir Arjuno terlebih dulu, untuk mengantarkan keluarga mereka masing-masing.
“Bunda kecewa sama Safir,” ucap Zantisya. Padahal baru saja mereka memasuki rumah.
Safir yang masih saling berbalas pesan dengan Divya, ia segera mematikan
benda pipih tersebut dan memasukkan ke dalam saku celananya.
“Safir salah apa Bun?” ia menatap Zantisya dengan bingung.
“Yakin Safir mau menikah dengan cara seperti ini. Membuat Bunda dan Ayah terkejut dengan keputusan Safir sendiri. Kemarin Safir buat Bunda terkejut karena meminta kami untuk melamar Divya. Bunda bisa mengerti semua itu, Safir. Dan tadi, Safir dan Divya membuat kami terkejut karena sudah mempersiapkan semuanya. SE-MU-ANYA,” ulang Zantisya hinga mengeja dengan jelas. Agar Safir tahu kalau Zantisya benar-benar kesal.
“Dek,” Arjuno berusaha menenangkan Zantisya. Selama ini, baru kali ini Zantisya banyak bicara saat sedang marah.
“Biarin, Mas. Biar anak Mas ini tahu, kalau dia ini egois. Hanya memikirkan kepentiangnanya sendiri, tanpa memikirkan bagaimana orang tuanya.”
'Hemmm, giliran anak buat salah di bilang anakku. Coba ini anak buat kebaikan, pasti di bilang anak Bunda,' batin Arjuno.
Deg!
Detak jantung Safir seketika tidak beraturan lagi. Ia sama sekali tidak bermaksud egois. Tapi niat hati Safir tidak ingin membuat orang tuanya repot karena keputusannya. Dan Safir juga harus menepati janjinya pada
Divya.
“Apa Safir pikir kami ini tidak memiliki rencana untuk Safir jika menikah? Ada Safir. Kamu adalah anak lelaki pertama yang akan menikah di dalam kelaurga ini. Dan yang ingin kamu nikahi itu adalah anak Bu Reina. Anak dari iparnya Kak By. Pasti kami juga harus melihat dan mengetahui, apa yang pantas dan tidak untuk kita berikan pada keluarga mereka. Ini bukan soal menjaga citra keluarga, tapi ini soal saling menghargai dan pantas untuk di berikan.
Seharusnya, hal sebesar ini Safir bicarakan sama kami. Meminta pendapat kami.
Dengan perangai Safir yang seperti ini, yakin Safir mau menikah? Jangan sampai
nantinya Safir tidak terbuka dengan hal-hal penting dengan istri Safir. Karena
peran pasangan hidup bukan hanya soal menjadi suami dan istri. Tapi harus bisa
menjadi teman dan sahabat untuk bisa saling bicara. Semua orang bisa berperan
menjadi suami dan istri. Tapi tidak semua pasangan bisa menjadi teman dan
sahabat untuk saling berbagi keluh kesah,” panjang lebar Zantisya berucap. Hingga kini perempuan yang selalu menggunakan pakaian tertutup tersebut hanya bisa menghela nafasnya secara kasar. Menghilangkan rasa sesak yang menyiksa
dadanya.
Brug!
Baru kali ini Safir melihat Zantisya semarah ini padanya. Takut. Jelas saja saat ini ia takut dengan kemarahan Zantisya. Membuat tubuhnya ambruk dan bersimpuh di depan Zantisya dan Arjuno.
Arfan sebenarnya kasihan dengan Safir. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya juga merasa tertipu selama ini.
“Arfan pikir kita datang ke rumah Tante Reina karena Kakak mau lamar Kak Queen. Padahal Arfan sudah mengira selama ini kalau Kak Queen akan jadi Kakaknya Arfan beneran,” ucapnya kemudian menghela nafasnya yang terasa kesal. “Bunda, Ayah, Arfan ke atas duluan,” Arfan tentu tidak ingin mencampuri urusan Safir.
“Bangun Safir,” ucap Arjuno.
“Maafin Safir Bun, Ayah,” ucapanya sambil menundukkan wajahnya. “Safir tidak berniat membuat Ayah dan Bunda marah seperti ini. Safir pikir, Safir tidak ingin membuat Ayah dan Bunda repot. Apalagi setelah wisuda,
Safir sudah janji akan menikahinya. Semuanya kami siapkan sejak jauh-jauh hari
karena kami yakin, kami akan mendapatkan restu. Tolong maafin Safir. Bukan niat Safir untuk tidak membicarakan hal sepenting ini pada Ayah dan Bunda.”
“Siapapun piliha kamu, kami akan memberikan restu. Yang terpenting gadis tersebut memiliki kepribadian yang baik. Seandainya saja Safir membicarakan ini sejak awal, sejak Safir sudah melamar Divya. Maka sejak itu juga Bunda akan menjaga hati untuk tidak berharap kalau Queen yang akan jadi menantu Bunda.”
“Dek, sudah. Jangan membahas ini lagi,” Arjuno sungguh tidak ingin melihat Zantisya kembali kecewa karena terus mengingat Queen.
“Jika memang hati Bunda belum benar-benar merestui hubungan Safir dan Divya. Safir akan menunda pernikahan kami saja. Yang terpenting Safir mendapatkan maaf Bunda dan Bunda juga sudah benar-benar ikhlas. Tolong maafin Safir, Bunda.”
Zantinya menghela nafasnya lagi. “Untuk apa menunda acara yang sudah di tentukan. Jangan membuat dua keluarga semakin kecewa dan menahan malu. Bunda tidak marah. Bunda juga ikhlas memberikan restu untuk Safir. Hanya saja bunda kecewa dengan cara Safir dan Divya yang seperti ini,” lelah rasanya berucap sejak tadi. Zantisya memilih beranjak dari sana untuk menuju kamar.
Arjuno mendekati Safir dan meminta anak lelakinya itu untuk berdiri. Ia menepuk punggung Safir hingga beberapa kali. “Sebagai orang tua, kami memiliki penilaian tersendiri. Safir akan paham dengan perasaan Ayah dan Bunda jika nanti Safir sudah menjadi orang tua. Sudah malam,” ucapnya dan segera beranjak.
Untuk sesaat Safir tertunduk. Menyesal rasanya karena selama ini dirinya tidak membicarakan apapun pada kedua orang tuanya. Tapi mau bagaimana lagi jika semuanya sudah menjadi seperti ini.
Baru saja Safir memasuki kamarnya. Ia kembali merogoh saku celananya karena ada yang menghubungi dirinya. “Kak By.”
demo rumah emak guys