NovelToon NovelToon
Senja Di Aksara Bintang

Senja Di Aksara Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: NdahDhani

Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.

Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."

Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2: Putus sekolah

"Kue-kue!"

"Kuenya, Pak, Bu."

Alden memutuskan untuk membantu ibunya berjualan kue keliling setelah ia putus sekolah beberapa bulan lalu. Ia berjalan dari gang ke gang menjajakan dagangannya.

Musim penghujan tiba, hujan bisa turun kapan saja. Saat ini misalnya, hujan ringan tiba-tiba melanda.

"Mana hujan lagi." Alden berlari mencari tempat teduh, mengamankan dagangannya dari guyuran hujan.

Tiinnn...!

Suara klakson panjang dari sebuah motor dan hampir saja menabrak seorang gadis. Alden langsung mendorong gadis itu hingga membuatnya terjatuh.

Hujan turun membuat pengendara berlalu lalang tanpa memperhatikan sekitar. Beruntung Alden dengan cepat menyelamatkan gadis itu.

"Aww," ringis gadis itu yang membelakangi Alden, sambil membersihkan tangannya yang kotor.

"Kamu gapapa?" tanya Alden dan si gadis langsung menoleh.

"Alden?"

"Dania?"

Mereka berkata bersamaan, seperti sama-sama terkejut melihat keberadaan masing-masing. Alden langsung membantu Dania berdiri dan membawanya ke tempat teduh.

Dania membiarkan Alden membantunya karena hujan ringan yang terus turun. Hujannya tidak deras tapi berhasil membuat baju mereka basah.

"Kamu gapapa, Dania?"

"Gapapa kok. Aku juga gak perhatikan jalan tadi. Makasih ya," jelas Dania. "Iya," jawab Alden singkat dengan anggukan kecil.

"Eh, kamu jualan?" tanya Dania yang baru menyadari keranjang kue di tangan Alden. "Kamu... Gak sekolah?" lanjutnya dengan hati-hati.

"Iya, aku jualan untuk membantu ibu." jawab Alden datar, karena ia tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang lain setelah dirinya dikucilkan oleh semua orang saat di sekolah dulu.

"Dan untuk sekolah, aku putus sekolah."

"Hah?!" ujar Dania terkejut dan tidak percaya. "Pu-putus sekolah?"

Alden mengangguk singkat, merasa berat ketika mengingat masa-masa itu. "Iya, putus sekolah."

"Kenapa?" tanya Dania.

Alden menghela nafas, merasa bimbang harus memberi tahu Dania atau tidak. Secara mereka baru saja berkenalan seminggu yang lalu, itupun secara tidak sengaja dan dalam momen yang memalukan.

"Karena fitnah," jawab Alden akhirnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Dania terkejut, ia menutup mulutnya dengan tangan. Ia sangat tidak percaya apa yang dia dengar. "Fitnah? Fitnah apa?"

"Maaf, Dania. Aku belum siap untuk cerita." balas Alden singkat sambil memandang ke arah lain.

"Baiklah. Aku mengerti," ujar Dania lembut dan tidak mengatakan apa-apa lagi, membuat keduanya hening.

"Kamu tau? Aku gak punya teman, kecuali satu orang di sekolah." ujar Dania tiba-tiba di sela-sela keheningan.

Alden sontak langsung menoleh dan mengernyitkan dahi seakan penasaran dengan perkataan Dania. "Kenapa?"

"Karena aku lemah fisik, mereka bilang aku merepotkan." jelas Dania dengan senyuman seolah tidak terjadi apa-apa.

Alden hanya mengernyitkan dahinya, antara penasaran dan bingung, belum mengatakan apa-apa Dania langsung melanjutkan. "Aku sering sakit kalo kecapekan. Pernah waktu itu ikut kegiatan sekolah, aku sering pusing. Mereka bilang aku merepotkan karena mengganggu waktu mereka."

"Hmm... Karena itu ya?" ujar Alden dengan mengangguk singkat.

"He'emm, tapi aku suka dengan kesendirian. Karena membuatku merasa rileks," ujar Dania kemudian dengan nada yang ceria.

"Dia bisa seceria itu ya?" batin Alden.

Alden hanya menganggukkan kepalanya, dan suasana menjadi hening kembali untuk beberapa saat.

"Kamu seceria itu, gimana caranya?" tanya Alden tiba-tiba.

"Semua itu tergantung diri kita sendiri kok. Apa yang kita pikirkan, itu yang mempengaruhi hidup kita." ujar Dania dengan seutas senyum.

Tanpa Dania sadar, ia telah memberikan sebuah kalimat motivasi bagi Alden. Alden mengangguk perlahan memahami kalimat Dania. "Ya, yang kamu bilang ada benarnya juga."

"Hehe, aku hanya memandang dari sudut yang berbeda," ujar Dania yang terkekeh kecil.

Hujan turun diikuti dengan angin yang berhembus, membuat udara menjadi sedikit dingin. Tapi, itu tidak berlaku bagi Alden, hatinya sedikit hangat dan ringan setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Dania.

"Kita bertemu lagi, ya?" ujar Alden pada akhirnya.

"Iya, mungkin takdir mempertemukan kita disini." ujar Dania dengan terkekeh kecil.

Alden tersenyum, merasa energi positif dari Dania mempengaruhi moodnya. "Semua yang terjadi atas kehendak-Nya. Termasuk pertemuan kita dan hujan hari ini."

"Iya, benar sekali!" ujar Dania dengan semangat. "Aku boleh berteman dengan kamu?"

Pertanyaan Dania membuat Alden terkejut, tapi pada akhirnya ia terkekeh pelan. "Boleh kok. Aku juga gak punya teman."

"Serius kamu gak punya teman?" tanya Dania tidak percaya.

"Iya, aku gak punya teman. Gak ada yang mau berteman denganku, kecuali satu orang dulu. Tapi udah enggak." jelas Alden membuat Dania bingung. "Maksudnya gimana?"

"Gapapa. Lupain aja."

Dania mengernyitkan dahi, mencoba untuk mencerna perkataan Alden tapi tidak bisa menangkap maksud nya. Ia merasa sedikit pusing, sehingga otaknya menjadi lelet untuk menangkap sesuatu.

...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...

Alden duduk di kamarnya setelah selesai berjualan. Ia merasa lelah tapi juga sedikit lebih baik setelah berbincang dengan Dania tadi siang.

Alden membuka ponselnya, mencari materi pelajaran untuk belajar. Ia hanya mengandalkan ponsel dan internet, untuk bisa belajar kembali setelah putus sekolah.

Alden mengingat jelas bagaimana fitnah itu menghancurkannya, hingga membuat Alden dikeluarkan dari sekolah. Sangat tidak adil, begitulah yang Alden rasakan saat ini.

Tapi, Alden tidak bisa merubah masa lalu. Ia hanya membiarkan semua itu menjadi pelajaran dan kenangan pahit. Meskipun terkadang Alden ingin kembali ke masa itu dan memilih untuk tidak hidup seperti ini. Tapi, semua itu mustahil.

Waktu tidak dapat diubah apalagi diulang ke masa lalu. Alden menghela nafas panjang, menggelengkan kepalanya lalu memfokuskan diri pada ponselnya.

"Alden, kamu disini rupanya? Ibu panggil dari tadi," ujar ibunya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Alden.

Alden langsung menoleh ke arah ibunya, merasa sedikit bersalah. "Maaf Bu, aku gak dengar ibu memanggil."

"Gapapa nak. Kamu udah makan?" tanya ibunya penuh perhatian dan langsung duduk di sebelah Alden.

"Belum Bu, aku masih belajar sebentar," jelas Alden, memperlihatkan layar ponselnya dengan sebuah video belajar.

"Kasihan sekali kamu, nak. Karena fitnah dari mereka, kamu harus putus sekolah." ujar ibunya lirih.

"Gak apa, Bu. Yang lalu biarlah berlalu, yang penting aku masih bisa belajar. Ini sudah lebih dari cukup bagiku," ujar Alden dengan seutas senyum.

Ibunya hanya tersenyum, tidak tahu senyuman itu senyuman sedih atau justru sebaliknya.

Sementara di sisi lain, Dania sedang duduk di sofa, dengan sebuah laptop terbuka di depannya. Ia sedang mengerjakan tugas sekolahnya tapi ia sering kehilangan fokus karena pusing yang datang dan hilang secara tiba-tiba.

"Duh, kok jadi gak fokus gini?" batin Dania sambil menggelengkan kepalanya.

"Dania, kenapa nak?" ujar ibunya yang memperhatikan ekspresi Dania. "Enggak ada, Ma. Cuma kurang fokus aja hehe." ujar Dania cengengesan.

"Butuh bantuan, sayang?" ujar ayahnya yang baru saja mengambil secangkir kopi di atas meja.

"Terima kasih, Pa. Aku bisa sendiri kok." ujarnya dengan seutas senyum. "Ma, Pa... Aku belajar di kamar ya. Mungkin karena suara TV membuatku kehilangan fokus."

"Ya sudah sayang. Jangan larut malam belajar nya," ujar ibunya sedikit keras, karena Dania sudah berjalan menuju tangga.

"Iya, Ma!" teriak Dania yang berlari di atas tangga.

Setibanya di kamar, Dania langsung duduk di meja belajarnya. Suasana kamar yang sunyi membuat Dania sedikit lebih fokus untuk mengerjakan tugasnya.

^^^Bersambung...^^^

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!