NovelToon NovelToon
Candu Istri Klienku

Candu Istri Klienku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: N_dafa

"Jangan, Mas! aku sudah bersuami."
"Suami macam apa yang kamu pertahankan itu? suami yang selalu menyakitimu, hem?"
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Akan menjadi urusanku, karena kamu milikku."
"akh!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N_dafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

“Jangan galak-galak, Baby. Aku curiga Rendy sampai menduakanmu karena kamu galak.”

Ajeng mendengus kasar, dikatai seperti itu.

“Lembutlah sedikit jadi perempuan, Ajeng. Aku yakin, kalau kamu lembut, banyak laki-laki yang akan tergila-gila sama kamu.”

“Saya nggak butuh digilai laki-laki.” ketus Ajeng.

“Baiklah… aku menyerah. Kalau dipikir-pikir, kamu benar. Seharusnya, kamu memang menyembunyikan sisi indahmu dengan sikap tegasmu itu.”

“Berhentilah membual, Pak!”

“Aku serius, Ajeng. Kamu terkesan galak dan acuh dari luarnya. Tapi, kamu begitu dahsyat saat di ranjang. Argh! Sakit!” Tiba-tiba, Biantara memekik karena kakinya diinjak kencang oleh Ajeng.

“Rasain tuh! Patah nggak kakinya?" Ajeng malah menantang remeh. "Makanya, kalau bicara itu yang sopan! Jangan terlalu mesum kalau jadi orang."

“Tidak bisa, Baby. Sekarang saja, aku sudah menginginkanmu lagi.

“Mimpi aja sana! Awas! Saya mau mandi.”

Mencari alasan ingin menghindari Biantara, Ajeng melangkah ke kamar mandi sambil menyenggol kasar lengan lelaki itu, untuk mengutarakan rasa kesalnya.

“Wow! Kasar sekali kamu, Baby. Tapi sayangnya, apa yang kamu tunjukkan ini, tidak merubah pandanganku tentang image-mu.”

Lucunya, Ajeng malah menunggu sampai Biantara selesai berbicara.

“Kamu cantik, Ajeng. Kamu luar biasa. Tanpa bergerak saja, aku sudah mengagumimu.” Ucap Biantara dengan seringai tak tahu malu. Lelaki itu juga menatap Ajeng dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan mengerikan.

“Dasar sinting!”

Brak!

“Tunggu, Baby. Aku bisa memandikanmu.”

“Dalam mimpimu, brengsek!”

*

“Ingat ya, Dek. Kalau ketemu sama Mas Biantara nanti, kita tunjukkan yang baik-baik saja. Aku tahu kamu lagi marah. Tapi, nggak ada salahnya kita akting demi nama baik kita.”

“Hem…” hanya itu jawaban Ajeng saat Rendy mem-briefing-nya.

Eh, bukan. Bukan hanya dirinya saja yang diberitahu. Tapi, juga semua timnya yang terlibat.

“Apalagi, nanti kita ambil video juga saat pertemuan nanti. Jadi, kalian berdua jangan lupa senyum biar kita kelihatan harmonis.” lanjut lelaki itu lagi.

“Oke.” Yang menjawab riang adalah Sabrina.

Sementara Ajeng hanya bersikap datar tanpa senyuman.

“Ya sudah, ayo kesana! Sepertinya, Mas Biantara sudah disini sejak semalam.”

Mendengar informasi itu, Ajeng melengos pura-pura tak tahu.

Jangankan hanya lebih tahu kalau Biantara sudah ada sejak kemarin. Bahkan, yang tidur dengannya semalam saja, juga lelaki itu.

Tak hanya tidur saja. Tapi, mereka juga memadu kasih yang sangat memabukkan.

‘Apa sih, Jeng? Kenapa malah inget yang enggak-enggak?’

Ajeng menggelengkan kepalanya yang berkhianat. Tapi, dia tetap mengikuti yang lainnya, mulai berjalan.

“Kamu kenapa, Dek? Pusing?”

Ajeng gugup ditanya seperti itu. “Enggak. Aku cuma ngantuk sedikit.”

“Oh, pasti kamu nggak bisa tidur ya semalam? Maaf ya. Aku harus nemenin Sabrina soalnya.”

“Ya.” Lagi-lagi, Ajeng menjawab singkat jika Rendy membahas tentang mereka.

“Harusnya, semalam kalau kamu nggak bisa tidur, kamu cari Doni aja, Dek, buat temen ngobrol. Katanya, Doni ketemu sama Mas Wisnu, asistennya Mas Bian.” Rendy terus mengajak Ajeng berbicara.

“Eh, tapi semalam kamu kenapa sih, Jeng?” Tiba-tiba, Doni nyeletuk, seperti baru diingatkan.

Sekali lagi, Ajeng dibuat gugup.

“A—aku?” Ajeng pura-pura bodoh.

“Iya. Semalam kamu kayak buru-buru banget ke kamar. Kenapa? Emangnya, itu kamu nggak lihat kalau di belakangmu ada Pak Bian sama Pak Wisnu?”

“Hah?! O—oh, enggak. Aku nggak lihat mereka.” Ajeng tersenyum aneh.

“Oh, aku pikir tahu. Tapi sayang, cuma Pak Wisnu yang ngobrol sama aku semalam. Katanya, Pak Bian ada urusan.”

“Oh…” Ajeng hanya ber-oh ria, seolah tak ingin melanjutkan obrolan itu lagi.

“Kamu kenapa memangnya semalam, Dek? Kamu nggak sakit kan?” Tiba-tiba, Rendy bertanya. Dia memasang wajah khawatir kepada Ajeng.

“Enggak. Aku nggak kenapa-kenapa. Aku cuma capek aja dan pengen cepet tidur.” Ajeng berkilah.

“Tapi, tadi katanya nggak bisa tidur?”

“Siapa yang nggak bisa tidur? Aku kan bilang ngantuk. Ngantuk bukan berarti nggak bisa tidur.” entahlah, kalau bicara dengan Rendy itu bawaannya uring-uringan terus.

“Baiklah… Mas minta maaf.” Rendy menghela nafas berat. Dia seolah paham jika Ajeng masih sewot kepadanya.

“Jangan marah dong, Mbak. Kasihan Mas Rendy kalau kamu marah. Dia uring-uringan di kamar sampai aku harus hibur dia.” entah kenapa, Sabrina malah tertawa kecil mengisyaratkan sesuatu.

“Ya. Itu kan tugas kamu sebagai istrinya.”

Itu yang Ajeng utarakan. Sementara di dalam hatinya membatin, 'Dihibur pakai ji lat- ji latan, iya?'

“Mbak Ajeng kan juga istrinya. Seharusnya, Mbak Ajeng juga bisa hibur Mas Rendy.” Sabrina membalik ucapan Ajeng

“Gimana mau menghibur kalau orangnya saja selalu sama kamu?”

“Ih, Mbak Ajeng marah sama aku juga?” Sabrina mendadak merengek. “Mas, gimana dong? Mbak Ajeng marah juga sama aku tau.”

Melihat Sabrina bergelayut manja di lengan Rendy, Ajeng berdecih remeh.

“Sudah! Sudah!” Rendy mulai terlihat kesal. “Dek, setelah pertemuan dengan Mas Biantara nanti, kita bicara lagi. Tapi sekarang, tolong kerjasamanya biar semua berjalan seperti seharusnya.”

“Ya.” Tak ingin banyak berdebat lagi, Ajeng memilih menjawab singkat.

Setelah mereka sampai di resto penginapan, mereka benar-benar bertemu Biantara dan timnya yang ternyata sudah menunggu lebih dulu.

“Selamat siang, Mas Bian. Apa kabar?” Sapa Rendy dengan senyum terkembang sempurna.

“Selamat siang juga, Mas Rendy. Wah, bawa dua istrinya ya?” Basa-basi lelaki itu, menyambut uluran tangan Rendy.

“Ah iya, Mas. Kenalkan, ini Sabrina, istri kedua saya.”

“Halo, Pak Bian. Saya Sabrina.” Sabrina menjabat tangan Biantara.

Biantara pun, menyambut sekedarnya. “Saya Biantara, pemilik perusahaan maklon parfum yang bekerjasama dengan Mas Rendy.”

Sabrina tersenyum elegan. Menunjukkan bagaimana pesonanya kepada Biantara.

Sayangnya, jangankan lelaki itu tertarik. Setelah tangannya dia tarik lebih dulu dari genggaman Sabrina, tatapannya langsung berpindah kepada Ajeng yang masih diam.

“Kalau ini, pasti Mbak Ajeng kan? Kita pernah bertemu waktu itu kalau Mbak Ajeng lupa.” Biantara mengulurkan tangannya lebih dulu.

Sebenarnya, Ajeng malas dengan lelaki tengil itu. Tapi, demi sandiwara di balik sandiwaranya yang lain, Ajeng membalas uluran tangan Biantara.

“Apa kabar, Pak Bian?” Ajeng pura-pura tersenyum.

“Saya sangat baik, Mbak Ajeng. Apalagi, semalam tidur saya nyenyak sekali.” lelaki itu mengedipkan sebelah matanya penuh arti.

Hampir saja, Biantara mengelus punggung tangan Ajeng dengan tangan kirinya, namun wanita itu cepat menarik tangannya sendiri.

Sayangnya, tak semudah itu Ajeng menarik tangannya karena Biantara menahannya secara sengaja.

Ajeng mulai panik lagi. Dia khawatir jika saja Rendy atau yang lain menyadari.

Tapi untungnya, melihat wajah pias Ajeng, sepertinya Biantara memaklumi dan melepaskan Ajeng.

‘Dasar laki-laki nggak punya malu!’ umpat Ajeng dalam hatinya.

Selanjutnya, pembicaraan mereka berjalan serius, namun cukup menyenangkan. Sedikit diselingi canda tawa, namun tidak terkesan konyol dan saling menghargai.

Akting dan sandiwara mereka juga terus berlanjut. Rendy yang berpura-pura harmonis dengan dua istrinya, sedangkan Biantara berpura-pura polos, namun berulang kali sengaja mengintimidasi Ajeng dengan tatapannya.

Merasa tak nyaman, Ajeng memilih undur diri sebentar dari obrolan itu.

“Em, Mas. Aku ke toilet dulu ya.” Izin Ajeng kepada suaminya.

“Oh, iya. Apa mau ditemenin sama Brina?” Tawar Rendy. Seolah menunjukkan betapa akurnya dua istrinya itu.

“Em, nggak usah. Biar Brina disini aja. Kasihan dia lagi hamil.” Ajeng pun mengimbangi.

“Ya udah kalau gitu. Jangan lama-lama ya...”

Ajeng hanya tersenyum manis sebagai jawaban. Selanjutnya, wanita itu meninggalkan tempat, dimana semua yang disana membuatnya tak nyaman.

Akting itu, kemesraan Rendy dan Sabrina yang terus menempel seperti ulat bulu, serta yang paling menyebalkan adalah tatapan intimidasi dari Biantara yang entah apa maksudnya, benar-benar membuatnya tak nyaman.

“Huft. Kenapa lama-lama masalah ini makin berat ya?”

“Aku bisa membantumu membawanya kalau terlalu berat.”

Langkah Ajeng berhenti seketika. Paham siapa yang berbicara, wanita itu langsung mengedarkan pandangannya, khawatir jika ada yang melihat mereka.

“Ngapain anda mengikuti saya, Pak?” Tuduh Ajeng.

“Jangan terlalu percaya diri, Baby. Aku juga ingin buang air sepertimu.”

“Berhenti memanggil saya seperti itu!” Tegas Ajeng.

“Tapi, aku menyukainya, Ajeng.”

“Saya tidak suka.”

“Baiklah… kalau begitu, apa yang lebih kamu suka? Honey? Sayang? Atau cinta?”

“Stop mempermalukan diri anda sendiri, Pak Bian! Anda tahu? Apa yang anda tunjukkan kepada saya itu benar-benar menjatuhkan harga diri anda di depan saya.”

“Tidak masalah. Aku mencium dan men ji lat kakimu saja, sudah cukup merendahkanku. Tapi, kamu harus tahu, kalau aku sangat menyukainya, Ajeng."

“Tolong hentikan semua ini, Pak. Anda benar-benar memeras saya.”

“Jangan menuduhku, Baby. Kapan aku memerasmu? Aku justru ingin memberimu uang untuk keperluanmu.”

Biantara benar-benar mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan sebuah kartu debit berwarna hitam kepada Ajeng.

“Saya tidak menjual di ri.” Ajeng melengos, tak mau mengambil  kartu itu. Dia sengaja menghindari tatapan yang membuat hatinya ingin menangis.

“Aku juga tidak membelimu, Baby. Aku cuma ingin membahagiakanmu.”

“Sudahlah, Pak. Anda sudah dapat apa yang anda inginkan dari saya. Saya juga tidak menyalahkan anda karena kejadian semalam. Tapi tolong, cukup sampai disini saja kita berpura-pura seperti ini.”

“Kamu mau aku berpura-pura melupakanmu begitu?”

“Ya. Kita kembalikan semuanya di tempat yang seharusnya.”

“Seperti sandiwara kalian di depanku, Baby? Itu yang kamu bilang mengembalikan ke tempat yang seharusnya?” Biantara menyeringai.

“Aku heran. Disini, sebenarnya siapa yang sedang bersandiwara? Kalian yang membohongiku dengan hubungan harmonis palsu kalian, atau kita yang membohongi suamimu?”

Ajeng mengeraskan rahangnya, sementara Biantara menggeleng, seolah-olah tak percaya.

“Kamu benar-benar ratu drama, sayang.”

1
Yunita aristya
ren2 nanti Ajeng sudah pergi baru tau rasa kamu. mau liat kamu nyesal dan jatuh miskin gara2 istri muda mu yg suka foya2😁😂
Nana Colen
luar biasa aku suka sekali karyamu 😍😍😍😍😍
Yunita aristya
lanjut kak
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
Nana Colen
benar benar ya rumput tetangga lebih hijau 🤣🤣🤣🤣
Nana Colen
dasar laki tak tau diri 😡😡😡😡
Yunita aristya
lanjut
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤
Fitri Handriayani: lanjut
total 1 replies
Nana Colen
iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡
Keisya Oxcel
penasaran
Yunita aristya
lnjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!