Dewi Ayu Ningrat, gadis ningrat yang jauh dari citra ningrat, kabur dari rumah setelah tahu dirinya akan dijodohkan. Ia lari ke kota, mencari kehidupan mandiri, lalu bekerja di sebuah perusahaan besar. Dewi tidak tahu, bosnya yang dingin dan nyaris tanpa ekspresi itu adalah calon suaminya sendiri, Dewa Satria Wicaksono. Dewa menyadari siapa Dewi, tapi memilih mendekatinya dengan cara diam-diam, sambil menikmati tiap momen konyol dan keberanian gadis itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Keluarga Ningrat tak pernah sepi dari drama.
Biasanya hanya ribut soal resepsi, pesta amal, atau persaingan bisnis ayah Dewi. Tapi pagi itu? Kekacauan datang bukan dari luar. Melainkan... dari satu-satunya putri keluarga itu.
“Dewiiiiii!”
Teriakan mama menggema dari ruang makan sampai ke taman belakang.
“Panggilkan semua sopir! Cari dia ke seluruh penjuru kota!” seru papa dengan wajah merah padam.
Pembantu berlarian seperti kehilangan arah, satpam ikut kebingungan, dan satu ekor kucing peliharaan bahkan sembunyi di bawah sofa saking paniknya suasana.
Pagi itu, rumah bak istana itu tak lagi anggun. Tapi huru-hara total.
---
Di ruang tamu, mama Dewi masih histeris sambil menelpon tante Ratna.
“Dia kabur! Gimana ini?! Keluarga Satria bisa batalin perjodohan! Maluuu kita, Ratna! MALU!”
Tante Ratna di ujung telepon mencoba menenangkan. “Tenang, tenang... siapa tahu dia cuma butuh waktu.”
“WAKTU APA? Dia naik mobil online ke Jakarta, Ratna! Jakarta! Itu bukan kabur 10 menit, itu kabur niat!”
Sementara papa duduk lemas di sofa, menatap undangan perjodohan yang sudah dicetak rapi.
Kepalanya pening. Usaha kerasnya menyatukan dua keluarga terpandang hancur seketika oleh keputusan putrinya yang katanya ingin “hidup normal”.
---
Beberapa jam kemudian, video CCTV rumah berhasil dibuka.
Terlihat Dewi berjalan cepat ke luar pagar, pakai hoodie abu-abu, celana training, dan masker. Gayanya lebih mirip fans K-pop yang siap ke konser daripada calon pengantin kabur.
Mama menjerit, “Astaga, dia bahkan nggak pakai lip balm! Itu kan hoodie kucel!”
Papa akhirnya hanya bisa menghela napas berat.
"Ma.... Anak kita kabur bukan mau lomba ratu kecantikan" keluh papa
"Tapi putri kita ini agak lain pa" keluh mama
“Dia memang beda, Ma…” jawab papa
---
Malam harinya, mereka duduk di ruang keluarga. Hening.
Pembantu sudah tak berani bertanya.
Baru kemudian, seorang sopir datang dengan wajah gugup.
“Pak... Bu... Ini ada surat dari Nona Dewi. Ditaruh di meja kamarnya.”
Mama merebut surat itu secepat kilat. Matanya membacanya keras-keras sambil sesekali ingin menangis.
“Papa, Mama… Maaf aku kabur. Tapi aku bukan boneka. Aku ingin hidup seperti orang biasa. Cari kerja sendiri. Beli baju sendiri. Bukan cuma jadi simbol kehormatan keluarga. Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir. Aku cuma pengen hidup sesuai caraku. —Dewi Ayu yang (katanya) Ningrat.”
Mama langsung menutup surat itu dan menangis.
Papa berdiri, mengambil surat itu, dan membacanya sekali lagi lebih pelan, lebih dalam.
Kemudian ia berkata, lirih tapi tegas, “Biarkan dia pergi. Kalau dia memang ingin mencari jati dirinya, tugas kita bukan memenjarakan dia… tapi menunggu sampai dia siap pulang.”
---
Di tengah keheningan rumah besar yang dulu penuh suara, seorang ibu duduk di ruang makan dengan mata sembab.
Seorang ayah berjalan ke taman belakang dan menatap langit Jakarta dari kejauhan.
Dan di dalam kamar Dewi yang kini kosong, boneka kelinci di atas ranjang masih tersenyum.
...----------------...
Malam itu...
Mereka duduk di lantai, makan mi instan plus telur dadar, sambil nonton drama Korea dan ngetawain dialognya yang terlalu dramatis.
Dewi merentangkan tubuhnya, merasa nyaman luar biasa. “Ini hidup nyata. Bukan hidup dalam sangkar emas.”
Naya menatap sahabatnya. “Tapi kamu kabur lho, Dew. Emangnya nggak takut dikejar?”
“Aku lebih takut nikah sama pria bau tanah.” jawab Dewi
Naya mendesah, lalu tersenyum geli. “Terus mau cari kerja di mana?”
“Aku cari kerjaan apa aja. Asal jangan jadi istri orang dulu.”
Naya membuka laptop. “Kalau gitu, ayo kita cari. Nih, ada lowongan admin kantor. Gajinya nggak gede sih, tapi kantornya gede banget. Bosnya terkenal banget... dingin dan galak katanya.”
Dewi menoleh cepat. “Galak? Skip.”
“Ya ampun, jangan gitu. Yang penting kamu keterima dulu. Nih aku bantuin isi CV kamu, nama lengkap, Dewi Ayu Ningrat—”
“Eh! Jangan pakai Ningrat! Nanti ketahuan identitas asli gue!”
“Oke, oke... Dewi Ayu aja ya.” jawab Naya
Setelah itu lamaran pun terkirim.
Sedangkan di posisi lain ada seorang pria yang duduk di kursi kerjanya.
Ia sedang memantau perubahan tapi tanpa sengaja Ia melihat email masuk ke email perusahaan.
Ia membukanya lalu melihat isinya
"Dewi Ayu... Kenapa seperti tidak asing" ujar pria itu pelan lalu melihat data yang di kirim hingga fas foto.
Saat melihat itu ia tersenyum kecil merasakan kelucuan dan menarik hatinya yang tidak pernah ia rasakan selama ini
Setelah iya menghubungi orangnya untuk menyuruh Dewi Ayu untuk datang kantor.
...----------------...
Keesokan harinya...
Dewi berdiri di depan gedung megah bernama Satria Corp.
Gemas.
Kagum.
Panas.
Deg-degan.
“Hidupku berubah, Naya. Dari kamar ukiran jati ke trotoar dan lift 20 lantai.” ujar Dewi pelan
Ponselnya bergetar.
Naya:
“Good luck interviewnya! Jangan sampe nyebelin duluan ya!”
Dewi:
“Tenang, aku bisa sopan kalau dibayar.”
---
Sementara itu...
Di lantai paling atas, Pria bernama Dewa sedang berdiri di depan jendela kaca besar, melihat ke bawah dengan wajah tenang.
“Dia datang,” bisiknya pelan, tanpa suara.
Candra, asisten pribadi Dewa yang cerewet dan loyal, masuk sambil membawa berkas.
“Bos, pelamar posisi admin hari ini... ada yang menarik?”
Dewa membuka file lamaran, lalu mengangguk pelan. “Yang bernama Dewi Ayu... terima.”
Candra berkedip. “Hah? Tapi dia belum interview.”
Dewa tetap menatap ke jendela. “Terima saja. Dia... punya potensi.”
Potensi? Candra mengernyit curiga. Tapi tidak berani bertanya lebih lanjut.
---
Sore hari.
Dewi kembali ke rumah Naya dengan wajah bahagia setengah tak percaya.
“Aku keterima! Tanpa interview!” seru Dewi
Naya langsung lompat dari sofa. “WHAT??! Bosnya suka kamu kali!”
Dewi menertawakan itu keras-keras. “Suka apaan, ya kali ada bos jatuh cinta sama karyawan baru, belum kenal pula!”
Naya tersenyum misterius. “Di dunia ini... segala kemungkinan bisa terjadi.”
Dewi hanya diam, " Kamu ini jangan nakutin aku Nay... Bukan apa aku takut tau tau bosnya kepala plontos, perut hamil 100 bulan, gigi palsu" ujar Dewi ngeri
"Hahaha.... Iya pas cium kami giginya lepas nyangkut di pipi kamu, hahaha" jawab Naya dengan tawa terpingkal pingkal.
Dewi pun ikut tertawa walau dalam hati berdoa jangan sampai itu terjadi.
Tapi Dewi tidak tahu. Tidak akan pernah menyangka jika ini lebih dari itu.
Bahwa pria yang kini menjadi bosnya pria dingin, tenang, nyaris tak banyak bicara adalah pria yang kemarin hendak dijodohkan dengannya.
Dewa Satria Wicaksono hanya menatap dari kejauhan, diam-diam menikmati caranya sendiri untuk mengenal sang 'tunangan kabur'.
Setelah berbincang lama akhirnya Dewi dan Naya masuk kamar masing masing untuk mandi
Bersambung