Dunia Elea jungkir-balik di saat dirinya tahu, ia adalah anak yang diculik. Menemukan keluarga aslinya yang bukan orang sembarangan, tidak mudah untuk Elea beradaptasi. Meskipun ia adalah darah keturunan dari Baskara, Elea harus membuktikan diri jika ia pantas menjadi bagian dari Baskara. Lantas bagaimana jika Elea merasa tempat itu terlalu tinggi untuk ia raih, terlalu terjal untuk ia daki.
"Lo cuma punya darah Baskara doang tapi, gue yang layak jadi bagian dari Baskara," ujar Rania lantang.
Senyum sinis terbit di bibir Elea. "Ya, udah ambil aja. Tapi, jangan nangis jika gue bakalan rebut cowo yang lo suka."
🌼🌼🌼
"Gue jadi milik lo? Cewe bego kek lo? Lo dan Rania nggak bisa disamain," cibir Saka dengan tatapan merendahkan.
Elea tersenyum kecut. "Ah, gitu kah? Kita bisa liat apakah pandangan lo akan berubah terhadap gue dan Rania, Saka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2| Salah Elea
KLIK!
Pintu mansion terbuka lebar, pria paruh baya dengan piyama merah terang itu melirik ke arah anak gadisnya. Rok mini sejengkal di atas lutut, aroma alkohol yang tercium pekat, make-up menunjang penampilannya untuk tampak dewasa.
"Jam berapa, ini?" Deep voice mengelar.
Langkah kaki Elea berhenti mendadak, ia melirik ke arah sang ayah yang kini menatapnya dengan ekspresi marah. Elea mengangkat tangannya, melirik arloji mahal di tangannya.
"Jam? Bukannya Papi bisa liat sendiri sekarang jam berapa?" Elea malah bertanya balik kepada Guntur.
Guntur mendesah berat, ia bangkit dari posisi duduknya. Melangkah mendekati sang putri, pangkal hidungnya mengerut.
"Sekarang sudah mau jam 2 dini hari Elea. Nggak ada anak remaja yang pulang jam segini," tutur Guntur menahan amarahnya.
Elea terkekeh kecil. "Cuma mau jam 2 dini hari doang, loh, Pi! Masa cuma jam segini Elea pulang Papi keliatan kesal. Tapi, Papi dan Mami kehilangan Elea 11 tahun, nggak marah tuh. Bahkan nggak ada niatan buat cariin Elea di luar sana, nggak peduli kapan Elea akan pulang," sarkas Elea, ia perlahan menyunggingkan senyum.
"..., itu beda Elea," bantah Guntur, "sekarang kamu udah pulang tapi, kenapa malah kek gini? Membully Rania di sekolah. Bahkan menghamburkan uang, pulang pagi-pagi buta, dengan aroma alkohol yang pekat. Apakah gini caranya kamu menyiksa orang tua?"
Elea malah terkekeh serak, kepalanya tertunduk. Guntur mengerutkan dahinya, mendengar tawa sumbang sang putri.
Elea kembali mengangkat kepalanya, membawa atensinya ke arah Guntur—ayah kandungnya.
"Papi mulai nyesel karena membawa pulang putri kek gini? Atau Papi mulai berpikir lagi gimana caranya agar si biang onar dan putri yang nggak ada anggun-anggunya ini menghilang selamanya?" Elea memprovokasi sang ayah.
"ELEA!" teriak Guntur menggelegar.
"Ya, Tuan Guntur yang terhormat. Elea di sini," jawab Elea dengan suara tak kalah lantangnya.
Suara ribut-ribut membuat wanita paruh baya 3 jam yang lalu terlelap terusik. Ia keluar dari kamar utama, berdiri di pintu kamar yang terbuka.
"Pi! Ini masih pagi-pagi buta. Biarin aja, lah. Dia nggak akan bisa diajarin, karena dia anak yang liar," sela Diana, menatap sinis sang putri.
Bagaimana bisa putri yang dilahirkan benar-benar berbeda dari dirinya, Elea benar-benar sosok yang kacau. Diana pikir kehadiran Elea kembali ke pelukannya, akan membuat keluarganya menjadi lengkap. Anehnya setiap hari tidak ada kata damai di rumahnya, Elea melirik ke arah sang ibu.
"Nah, benar kata Nyonya Diana yang terhormat. Tuan Guntur harus kembali ke kamar tidur, berpura-pura lah untuk nggak ngeliat putri liar ini. Seperti yang sudah-sudah," kata Elea dengan santai.
Bibir Guntur terbuka, Elea lebih dahulu melewati sang ayah. Setengah berlarian menuju anak tangga, masuk ke kamar dengan cara membanting keras pintu kamar.
Diana melangkah mendekati sang suami, di antara dirinya dan sang suami. Hanya Guntur yang masih memperhatikan Elea, sementara Diana telah menyerah.
Entah kebencian seperti apa yang telah mendarah daging di hati sang putri, di saat ia dibawa ke rumah. Dikenalkan kembali dengan keluarga, awalnya semuanya berjalan baik-baik saja. Sampai Elea tahu, ada sosok Rania, yang mereka berdua angkat menjadi putri. Menggantikan posisi Elea, semua menjadi kacau.
"Ayo, kembali ke kamar, Pi! Jangan diladeni, makin di perhatiin makin ngelunjak itu anak," nasihat Diana.
Guntur mengangguk, ia melangkah menuju kamar tidur.
...***...
"Ga! Tunggu!" seruan dari arah belakang membuat langkah kaki remaja itu berhenti mendadak.
Gala melirik ke arah Rania, gadis paling anggun di sekolah. Rania mengulurkan undangan ke arah Gala, dahi Gala berkerut.
"Undangan ulang tahun gue, Ga," ujar Rania lembut.
Galaxy Adicipto si Kapten Basket sekolah melirik kecil ke arah undangan yang disodorkan ke arahnya, Gala mendesah berat.
"Gue nggak bisa dateng, jadi undangannya lo kasih sama yang lain aja," tolak Gala tegas.
Wajah ceria Rania nampak berubah kecewa, undangan di tangannya diturunkan perlahan.
"Gue ngarepnya lo dateng, Ga. Karena ini sweet seventeen-nya, gue," balas Rania lirih.
Gala meneguk kasar air liur di kerongkongan, membuang muka. "Sorry, gue nggak ada waktu. Gue cabut duluan, anak-anak dah pada nungguin gue di lapangan," sahut Gala tanpa mengindahkan perkataan Rania.
Bibir Rania terbuka lebar, sayangnya Gala sudah lebih dahulu meninggalkan dirinya. Rania terkesiap di saat tawa keras si balik pilar bangunan sekolah mengalun, dahinya mengernyit. Seakan tahu siapa yang sedang tertawa, ekspresi sedihnya berubah menjadi kesal.
"Elea," panggil Rania dengan nada lantang.
Elea menghentikan tawa kerasnya, melangkah mendekati Rania. Sungguh! Ia tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan antara Rania dan Gala, Elea lebih dahulu ada di sana. Sebelum keduanya malah berhenti tak jauh dari posisi Elea berada.
"Aduh, kacian kali. Ditolak sama crush sendiri, baru undangan aja udah ditolak. Apalagi perasan lo, nggak kebayang deh," ejek Elea, membuat kedua bola mata Rania berotasi malas.
"Bukan urusan lo," sahut Rania ketus, "lo urus aja urusan lo sendiri, Elea. Setidaknya gue cuma ditolak sama Gala, dibanding lo yang kehadirannya di tolak oleh keluarga besar Baskara. Lebih kasihan siapa di antara lo dan gue, huh?"
"Ya, lo bener. Gue ditolak sama keluarga gue sendiri karena lo, kehadiran lo yang bikin gue ditolak," jawab Elea mendadak kesal.
Rania tersenyum mencemooh. "Elea, oh, Elea. Lo iri sama yang gue dapetin, lo pikir gue sampek ke titik ini kek gimana, huh? Gue harus terus berhati-hati. Berjuang mati-matian, belajar tanpa kenal waktu, semuanya harus sempurna. Agar diakui menjadi bagian dari keluarga Baskara, lo yang punya darah Baskara nggak perlu repot-repot kek gue. Lo jadi diri lo sendiri aja lo akan tetap dipanggil sebagai putri bungsu Baskara," ujar Rania, "yang salah bukan gue tapi, lo. Lo pengecut yang menolak berjuang jadi kayak gue, dengan mudahnya lo nyalahin gue. Dan ngegangu kehidupan gue, lo sadar itu. Tapi, lo nggak mau ngakuin itu, kesalahan lo."
Rania merasa kehabisan kesabaran, menghadapi Elea membuat dirinya kehilangan kontrol diri. Elea hanya bisa menyalahkan dirinya saja, tidak mau berjuang untuk dicintai.
Elea membeku, ia merasa tertampar. Elea cukup kekanakan, terlalu fokus menyalahkan Rania. Karena merasa Rania merebut tempatnya, membuat Elea harus menjadi bayangan.
Melihat diamnya Elea, Rania berdecak kecil. Ia melangkah mengikis jarak di antara dirinya dan Elea, berdiri bersisian dengan Elea.
"Lo bukan tandingan gue, Elea. Gue bersabar selama beberapa bulan ini bukan karena gue bener-bener sabar. Tapi, karena gue nggak mau dicap jelek sama orang tua lo. Semakin lo ngebully gue, semakin bertingkah gila. Maka lo akan semakin dibenci oleh mereka semua, dan bahkan lo akan semakin dijauhi. Karena apa? Gue nunjukin kehebatan dan kesabaran ekstra. Agar kelihatan seperti seorang malaikat, dan bidadari. Sementara lo? Cuma iblis betina. Yang tidak akan pernah dicintai. Cam 'kan itu Elea si antagonis," bisik Rania.
Rania menyenggol bahu Elea dengan keras, melangkah menuju ke arah gedung olahraga yang tidak begitu jauh dari posisinya berada.
Elea merenung, caranya sal
ah? Apakah benar begitu? Elea tidak tahu apa yang sebenarnya dilakukan. Ia pikir dengan cara seperti itu, maka mereka semua akan memberikan Elea perhatian dan kasih sayang. Tidak ada yang menunjukan Elea caranya untuk bisa dicintai dan diperhatikan.
"... gue cuma pingin dicintai dan diperhatiin. Itu aja," monolog Elea parau.
Bersambung....
semangat 💪💪💪