Fuan, seorang jenderal perempuan legendaris di dunia modern, tewas dalam ledakan yang dirancang oleh orang kepercayaannya. Bukannya masuk akhirat, jiwanya terlempar ke dunia lain—dunia para kultivator. Ia bangkit dalam tubuh Fa Niangli, permaisuri yang dibenci, dijauhi, dan dihina karena tubuhnya gemuk dan tak berguna. Setelah diracun dan dibuang ke danau, tubuh Fa Niangli mati... dan saat itulah Fuan mengambil alih. Tapi yang tak diketahui semua orang—tubuh itu menyimpan kekuatan langit dan darah klan kuno! Dan Fuan tidak pernah tahu caranya kalah...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 – Jenderal Mati, Permaisuri Bangkit
Langit malam mendung saat hujan gerimis membasahi kota Zhaoyu—markas militer terbesar di Asia Timur. Petir menyambar di kejauhan, menerangi sejenak bangunan bertingkat tinggi yang penuh dengan kamera pengawas, senjata canggih, dan pasukan elite yang lalu-lalang.
Tapi di ruang rapat bawah tanah lantai lima, hanya ada satu orang yang berdiri tegak dengan wajah dingin menatap layar hologram berisi pergerakan pasukan musuh. Tubuhnya ramping tapi berotot, mengenakan seragam militer hitam dengan lambang bintang tiga di bahu kanan dan emblem sayap perak di dadanya.
Dialah Letnan Jenderal Fuan, jenderal perempuan termuda dalam sejarah militer modern. Di usia dua puluh tujuh tahun, ia telah memimpin lebih dari 30 operasi rahasia internasional, menumpas pemberontak, menyelamatkan sandera, bahkan membongkar jaringan mata-mata tingkat tinggi.
Namun malam ini... dia dijebak.
“Kau yakin markas kita aman?” tanya Fuan tanpa menoleh, berbicara pada satu-satunya orang di ruangan bersamanya Kapten Kai Ren, tangan kanannya sejak mereka lulus akademi militer tujuh tahun lalu.
Kai tersenyum kaku. “Sangat yakin, Jenderal. Semua perimeter sudah dikunci. Tak ada celah.”
Fuan mendesah. “Lalu kenapa aku merasa ada yang aneh?”
Kai diam. Matanya berkedip cepat.
Dan saat itulah terjadi ledakan keras mengguncang lantai dasar markas. Lantai bergetar. Listrik padam. Alarm merah menyala. Sirene meraung.
Fuan langsung meraih pistol dari pinggangnya dan bergerak cepat ke layar komando cadangan. Satu persatu titik di peta berkedip merah.
“Kita diserang dari dalam! Itu ruang logistik senjata berat!”
Kai tidak bergerak.
Fuan meliriknya, matanya menyipit. “Kai? Apa yang kau—”
DOOOR!
Satu tembakan menembus bahu Fuan dari samping.
Bukan musuh. Tapi Kai.
Darah muncrat. Fuan jatuh berlutut, menahan sakit.
Kai berjalan perlahan ke arahnya. Wajahnya campuran antara rasa bersalah dan kemenangan.
“Maaf, Fuan... tapi aku tak bisa menolak tawaran mereka. Mereka menjanjikan pos jenderal utama. Aku lelah hidup di bawah bayanganmu.”
Fuan menatapnya penuh amarah, darah mengalir di dagunya. “Kau... pengkhianat…”
Kai mendekatkan alat pemicu ledakan yang digenggamnya. “Aku akan dikenang sebagai pahlawan setelah kau mati dalam ledakan ini.”
Ia menekan tombol.
BZZZZ—BOOOMMMMMM!!!
Suara ledakan mengguncang seluruh markas.
Lantai retak. Langit-langit runtuh. Api berkobar.
Tubuh Fuan terpental ke udara, lalu tenggelam dalam gelap.
---
Gelap. Sunyi. Dingin.
Tak ada rasa sakit. Tak ada tubuh. Hanya kesadaran kosong yang melayang di ruang hampa.
"Apakah ini akhir?" bisik hati Fuan
Tidak. Karena tiba-tiba ada suara menggema, dalam dan tak dikenal, seolah dari dimensi lain.
“Kau belum selesai. Dunia lain membutuhkanmu. Nasib mereka bersamamu…”
Fuan ingin berbicara, tapi tak punya mulut.
Cahaya terang muncul di hadapannya, membentuk pusaran cahaya biru dan emas. Daya hisapnya begitu kuat, menyeret jiwanya masuk.
Fuan tak punya pilihan.
Dan dia pun... jatuh.
---
Dunia lain. Kekaisaran Changmin. Tahun ke-307 Dinasti Langit.
Udara dingin menyelimuti istana pangeran ketiga, istana dengan nama indah: Istana Bulan Giok. Tapi di balik nama itu tersembunyi kebusukan yang luar biasa.
Di dalam kamar permaisuri, seorang wanita gemuk berwajah pucat terbaring lemas. Gaun tidurnya basah karena baru saja ditarik dari danau belakang. Matanya tertutup, bibirnya kebiruan, kulitnya nyaris tak bernyawa.
“Permaisuri... bangunlah... mohon... jangan tinggalkan hamba…” terdengar suara tangisan disana
Pelayan setia bernama Yuyu menangis tersedu di samping ranjang. Ia satu-satunya yang peduli pada Permaisuri Fa Niangli, istri sah Pangeran Ketiga Changmin.
Tak ada satu pun selir datang. Bahkan sang pangeran tak peduli. Semua mengira Fa Niangli hanyalah wanita gemuk, lemah, tidak cantik, tidak memiliki bakat kultivasi, hanya pemberian politik dari Keluarga Fa yang terkenal.
Yang tak mereka tahu... dia dibunuh oleh selir kesayangan pangeran sendiri, Hua Rong, yang juga sepupunya. Fa Niangli diracun, lalu didorong ke danau ketika tubuhnya lemas.
Tidak ada yang menolong.
Dan kini tubuhnya… kosong.
Yuyu mengelus tangan tuannya, tubuhnya bergetar.
“Jika Anda pergi… siapa yang akan melindungi hamba?” ujar Yuyu sembari menangis tersedu sedu
Tiba-tiba, tubuh Fa Niangli kejang satu kali. Yuyu menjerit. Tapi kemudian...
Mata itu terbuka.
Bukan sembarang mata. Tatapan tajam, penuh bara, seperti harimau yang baru bangkit dari kubur.
Fa Niangli—atau lebih tepatnya Fuan dalam tubuh Fa Niangli—menarik napas dalam-dalam, paru-parunya perih.
“Dimana aku?” gumamnya pelan.
Yuyu tercekat. “Pe... Permaisuri...?”
Fuan mencoba duduk, dan terkejut oleh berat tubuhnya yang luar biasa. Ia memandang ke cermin perunggu di samping tempat tidur dan nyaris tidak percaya.
Wajah gemuk. Rambut acak-acakan. Mata sembab. Tapi ia bisa merasakan sesuatu... di balik daging tubuh ini ada kekuatan yang besar, seperti naga yang tidur puluhan tahun.
Lalu potongan-potongan ingatan masuk ke kepalanya. Memori Fa Niangli. Masa kecil, penghinaan, dipaksa menikah, dijauhi keluarga kerajaan, dan akhirnya dibunuh oleh sepupunya.
Fuan mengepalkan tangan. “Jadi ini tubuh baruku… dan nasibmu sekarang jadi milikku.”
---
Yuyu masih gemetar saat membantu Fuan berdiri. Wanita itu berjalan pelan ke jendela kamar dan menatap ke luar. Cahaya bulan bersinar lembut, dan suara angin malam menggetarkan tirai halus.
“Yuyu,” katanya tegas.
Pelayan itu terkejut. Nada suara permaisurinya berbeda. Lebih dingin, lebih pasti, lebih... kuat.
“Dengar aku baik-baik. Mulai sekarang jangan sebut aku lemah. Kita akan mulai dari awal. Tapi diam-diam. Biarkan mereka pikir aku masih sama. Biarkan mereka meremehkanku.”
“Pe... Permaisuri... Anda benar benar bangun, hiks hiks hiks......tapi... Anda... Anda berubah...” ujar Yuyu
Fuan menoleh, mata tajamnya seperti pisau. “Aku bukan lagi Fa Niangli yang lama. Tapi aku akan membalaskan dendamnya.” jawab Fa Niangli dengan tegas dan penuh tekat
Yuyu menjatuhkan diri berlutut. “Hamba akan setia sampai mati!”
Fuan tersenyum tipis. “Kau pelayan pertama yang bisa kuberi kepercayaan.” lalu mengelus kepala Yuyu pelan
---
Keesokan paginya, seluruh istana gempar. Bukan karena permaisuri bangun dari kematian. Tapi karena satu hal yang aneh: berat badan Fa Niangli turun lima kilo dalam semalam. Pipi tembamnya sedikit mengempis. Mata bengkaknya mengecil.
Para selir membicarakan dengan nada sinis.
“Jangan-jangan dia kesurupan.” ujar salah satu selir disana
“Sudah mati pun, tetap tak bisa membuat pangeran melirik.” ujar yang lain pula
“Hua Rong memang lebih cocok jadi permaisuri.” ujar penjilat disana
Fuan mendengar semua itu dari balik tirai. Tapi dia hanya tersenyum.
“Beri mereka waktu. Tidak lama lagi... mereka semua akan bersujud di kakiku. Untuk sekarang biar Hua Rong naik ke langit dan setelah itu aku akan menariknya ke dasar neraka ” ujar Fuan atau Sekarang kita panggil Fa Niangli.
Bersambung