"Eros ...," sebut suara manja di sana. Mungkin setelah tahu panggilannya di terima, tanpa berpikir lain suara itu menganggap bahwa Eroslah yang sedang menerima panggilan. "Kamu sudah pulang, sayang? Aku merindukanmu." Suara penuh dengan kata cinta terucap disana.
Aira tidak hanya mendengar kalimat itu sendirian. Setelah suara perempuan itu menyebut nama Eros dengan nada penuh sensual, Aira menekan tombol loud speaker. Kalimat itu bisa di dengar oleh mereka berdua.
Wajah Eros menegang, begitu juga tubuhnya. Sebuah tamparan mengenai wajahnya dengan telak. Tanpa memakai telapak tangannya, Aira sudah bisa memukul Eros dengan keras.
"Eros, kenapa kamu diam saja?" tanya suara itu mulai sadar bahwa sejak tadi tidak ada suara Eros dalam sambungan telepon ini. "Eros? Kamu marah karena aku tidak mau di sentuh olehmu malam itu?" Pertanyaan yang mengandung banyak unsur sensualitas. Panas. Telinga Aira panas. Wajanya memerah seperti berada sangat dekat dengan api. Matanya juga panas. Aira ingin menangis.
Eros menelan salivanya sendiri. Suara manja yang biasanya indah dan membuai dalam kehangatan, sekarang seperti sedang menyudutkannya. Menciptakan rasa menyeramkan yang begitu mencekam. Ingin rasanya Eros segera menutup ponselnya untuk menghentikan obrolan ini.
"Eros ...," sebut perempuan itu penuh perhatian dan sayang. Ya, suara ini tidak akan bisa mengucapkan kalimat manja dan sayang kepada Eros kalau mereka tidak dekat dan sering bertemu. Aira menggertakkan gigi-giginya sambil mengatupkan rahang. Perempuan yang masih muda ini ingin mencabik, memotong, dan mengulitinya. Tangan satunya yang tidak beraktifitas apa-apa mengepal kuat.
"Maaf, Eros tidak bisa berbicara denganmu kali ini." Aira memberikan jawaban atas rasa heran dan gelisah yang tersirat dalam suara perempuan itu. Perempuan disana tercekat mendengar sebuah suara perempuan lain menjawab pertanyaannya. Eros juga menahan napas sejenak karena terkejut. Jantungnya berdetak kencang. Dadanya berdebar tidak karuan. Eros pucat pasi.
"K-kamu ...." Bicara perempuan itu mulai terbata. Dia mungkin tidak menduga akan di sahuti oleh suara perempuan.
"Hai, Nara. Ya. Aku bukan Eros. Aku Aira istrinya." Jawaban tenang yang bisa di ucapkan Aira membuat perempuan itu justru gelisah. Eros melihat Aira dengan wajah pucat pasi. Lelaki yang menurut hukum adalah suaminya itu menjadi bungkam.
Ketakutan langsung menyerbu wajah tampannya. Eros tidak bisa membantah atau menyela. Dia tertangkap basah. Kalau bisa, Aira ingin menangis sekarang. Meluapkan marah dan sakit hatinya. Sekarang, di depan Eros suaminya.
Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Memaki dan menghujat dia. Lelaki yang mengesahkan hubungannya tapi juga membuatnya jengah dengan perbuatannya. Namun entah di karenakan apa, Aira tidak bisa menitikkan airmata. Terlalu sakit hingga hanya bisa bersikap dingin dan menusuk.
"Ada yang ingin kamu katakan, Eros?" tanya Aira seraya menyodorkan ponsel itu ke arah Eros. Ponsel masih tersambung. Ini seperti jalan untuk menyuruhnya bunuh diri. Aira seolah memberikan pisau tajam agar Eros menggorok lehernya sendiri. Manik mata Eros hanya melihat ponsel yang ada di tangan istrinya. Lalu mendongak, untuk melihat ke arah raut wajah sangat dingin yang tercipta di dalam wajah Aira, istrinya.
"Tidak ...." Dengan suara parau Eros menjawab. Suaranya juga seperti di paksakan untuk dapat mengeluarkan kata-kata.
Nara di sana masih juga diam tanpa menutup ponselnya. Menit dan detik pada ponsel Eros masih berjalan. Mungkin karena terkejut, Nara tidak segera mengakhiri pembicaraan.
"Tutuplah Nara. Jika tidak ... aku yang akan berbicara denganmu. Panjang lebar dan tidak dengan bahasa yang halus. Melainkan sumpah serapah yang akan kamu dengar," ucap Aira penuh dengan geraman nada marah yang mengental. Seperti ingin mencabik-cabik dan membunuh. Terdengar nada ponsel disana di putus. Itu pertanda Nara mengakhiri sambungan ponselnya.
Perempuan di depan Eros menghela napas panjang. Ada rasa sakit yang teramat sangat dalam di sana. Setelah menundukkan pandangan dan diam sejenak menata suasana hati, Aira mengalihkan pandangan ke arah Eros.
"Sekarang bicaralah ... Apa yang bisa kamu katakan padaku lagi selain pembantahan? Bukti bahwa kamu berselingkuh sudah ada. Lalu apa yang akan kamu katakan?" Nada bicara Aira tidak meninggi. Justru terkesan datar. Tidak ada amarah meluap-luap di sana. Namun pertanyaan istrinya sanggup membuat Eros gagap.
"T-tidak a-ada."
...----------------...
...----------------...
Aira bangun tidur dengan pening menyerang kepalanya. Kedua tangannya terangkat lalu memegang kepala. Menahan rasa nyeri yang tiba-tiba saja datang. Tubuhnya kembali meringkuk di atas ranjang. Mencoba memulihkan rasa sakit yang menyerang.
Selang beberapa menit Aira meringkuk dan mengerang dalam kesunyian dengan posisi yang sama, akhirnya rasa nyeri itu perlahan luruh. Ini masih pagi. Matahari belum nampak menghangatkan bumi beserta isinya. Hanya saja Aira harus bangkit dari tidur dan membersihkan diri.
Dia yang masih tinggal bersama mertua dalam satu rumah, harus bersikap sebagaimana mestinya seorang menantu yang baik. Bangun pagi dan membantu membersihkan pekerjaan rumah. Meskipun statusnya masih sebagai pengantin baru, dia tidak bisa berleha-leha saja tanpa melakukan kegiatan.
Setengah memaksakan diri, Aira bangkit dari tidur dan menuju kamar mandi yang terletak di depan kamar tidurnya. Pusing masih ada, akan tetapi rasanya tidak sesakit tadi. Apa Aira tadi malam tengah menangisi perselingkuhan suaminya? Ya. Aira memang menangis walaupun bukan dengan tangisan yang menyayat hati.
Tangisannya bisa dikatakan tangisan biasa jika di lihat dari segi itu adalah sakit hati yang parah. Aira tidak meraung-raung hingga membuatnya kelelahan dan pusing. Mata Aira tidak terpejam dalam beberapa jam tadi malam. Berpikir, berpikir, dan berpikir. Hingga waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Itupun mata Aira memejam perlahan bukan karena dia ingin. Mata itu kelelahan hingga akhirnya tidak sanggup menuruti kemauan si empu mata.
Mata Aira menemukan suaminya meringkuk di lantai beralaskan kasur lantai. Lirikan muak terlempar begitu saja tanpa terencana. Tadi malam dia memang tidak mengeluarkan kata-kata apapun setelah menangkap basah tersangka perselingkuhan itu.
Setelah membersihkan diri, kaki Aira melangkah menuju dapur. Bermaksud membantu ibu mertuanya yang hendak memasak.
"Kamu sudah bangun, Aira?" tanya mama Eros saat melihat menantunya muncul sudah rapi dan bersih. Wajah lelah terlihat dan membuat mertuanya ingin bertanya, "Kamu terlihat lelah dan pucat. Apa kamu sakit?" tanya beliau sambil menghentikan tangannya memotong wortel di atas talenan.
"Tidak. Saya baik-baik saja," ujar Aira berbohong. Tidak mungkin dia baik-baik saja dengan permasalahan yang muncul tadi malam.
"Benarkah? Jika lelah, kamu bisa beristirahat saja. Tidak perlu membantu mama. Sebentar lagi Bik misna datang." Itu nama seorang ibu yang seumuran dengan mama Eros. Beliau yang bekerja sebagai pembantu disini. Walaupun sudah punya pembantu, mama Eros masih rajin memasak di dapur.
"Aira tidak apa-apa, Ma. Aira ...." Bruk! Tubuh itu langsung ambruk di depan mama Eros saat ini juga.
"Eros! Eros! Istrimu pingsan!"
...----------------...
...----------------...
Bau aroma minyak kayu putih menyengat ke dalam indra penciuman Aira. Mata Aira terbuka dan melihat banyak orang rumah mengelilinginya. Mertua, Kisi (adik perempuan Eros yang masih sekolah), bik Misna berada di bagian ranjang paling jauh dari kepalanya sambil memijit kakinya. Juga ada Eros yang berdiri di samping. Meski lemah, Aira masih tidak bisa menghilangkan sorot mata dinginnya yang menusuk.
"Kamu sudah siuman, Ai? Hhh ... syukurlah. Mama sangat panik tadi." Mama yang menjadi saksi di tempat perkara pingsan tadi, menghela napas sangat lega.
"Kakak tidak apa-apa?" Kisi juga terlihat khawatir dengan kakak iparnya. Aira mengangguk. Mereka lumayan dekat karena jarak umur yang tidak jauh. Eros dan Aira menikah saat Aira masih berumur 19 tahun. Sementara Kisi kelas dua SMA berumur 17 tahun. Jarak yang sangat dekat layaknya seorang teman.
Eros diam tidak mengatakan apa-apa. Dia tahu, semua rasa simpatinya tidak akan mempan. Percuma.
"Sebenarnya Aira ini kenapa, Er? Tadi pagi datang ke dapur dengan wajah lelah dan pucat. Sampai akhirnya pingsan di depan mama." Mama menanyakan asal muasal pingsannya menantunya.
"Dia mungkin kelelahan," jawab Eros singkat. Pria ini tahu pasti bahwa itu mungkin di sebabkan emosi tadi malam soal dia dan Nara. Ini pasti tentang isi dari kartu sd yang lalai dia letakkan. Hingga menjadi bukti kuat bahwa dia memang berselingkuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Riska Wulandari
be strong Aura,,nyesekk
2022-09-16
0
Moelyanach
banyak ya yg mengalami nasib yg seperti ini, kebanyakn suami yg egois, dan merasa masih laku, dan tidak punya iman dan malu,
2022-09-05
0
Anita
sakit nya sumpah,aku pernah merasakan itu.
2022-06-08
0