"Gabrian, kenapa kau berdiri di sini? Lho itukan saudara kembarmu? Gab....!"
Gabriel langsung membungkam mulut Figia dengan tangannya. "Jangan ganggu mereka. Biarkan saja mereka berdua."
"Tapi kita...."
"Yuk pergi!"
Figia sedikit bingung namun dia mengikuti juga langkah Gabrian keluar dari pintu samping restoran.
"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Figia saat keduanya sudah berada di dalam mobil.
"Iya. Aku baik-baik saja." Gabrian mencoba tersenyum walaupun ia merasa ada sesuatu yang sakit di hatinya.
Setelah mengantar Figia ke rumahnya, Gabrian pun melanjutkan perjalanannya ke rumah. Begitu ia tiba di rumah, nampak papanya sudah ada.
"Dad, kamu sudah pulang?"
"Ya, sayang. Daddy mau siap-siap untuk kejutan tengah malam nanti. Daddy sudah telepon Stevany dan Joselin agar mereka bersiap-siap."
"Tapi daddy nggak bilang kan kalau aku pulang?"
"Nggaklah. Oh ya, apakah Gabriel masih ada di kantornya?"
"Mungkin. Aku mau ke kamar dulu ya, dad." Gabrian melangkah menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.
Pria berusia 22 tahun itu berusaha menenangkan hatinya sendiri. Ia mengambil novel yang pernah dijatuhkan Eilaria 5 tahun yang lalu di depan lift. Ia tersenyum menatap novel itu.
Mungkin ini saatnya aku harus membuang cinta pada usia 17 ku ini. Siapa yang menyangka kalau gadis itu justru kini pacaran dengan adikku. Mungkin memang jodohnya bukan aku.
Gabrian mengambil novel itu dan menyimpannya di laci paling bawa pada lemari bukunya.
**********
Selesai makan siang bersama, Gabriel mengajak Eilaria untuk menonton bioskop bersama.
"Katanya akan pergi hari ini. Nanti kakak terlambat." Ujar Eil.
"Pesawatnya malam kok, sayang. Kita masih punya waktu selama 4 jam."
"Memangnya kakak sudah siap-siap? Maksudku baju dan keperluan yang akan dibawa ke Bali."
"Iya. Semalam aku sudah menyiapkan semuanya. Hari ini aku ingin punya waktu bersamamu." Gabriel meraih tangan Eilaria. Keduanya sudah ada dalam mobil namun Gabriel belum menjalankan mobilnya.
Wajah Eilaria menjadi merah. Kata-kata Gabriel selalu membuatnya tersipu. "Kak, kamu selalu merayu cewek seperti ini ya?"
Gabriel menatap Eilaria. "Sayang, kamu memang bukan pacar pertamaku. Tapi hanya kamu yang selalu ingin ku hujani dengan kata-kata indah."
"Bohong....!"
Kedua tangan Gabriel memegang sisi kana dan kiri pipi Eilaria. "Sayang, tatap aku!"
Eilaria memberanikan diri menatap Gabriel. Mata hitamnya terlihat berbinar. Eilaria dapat merasakan ada tatapan tulus penuh cinta di sana. Jantung Eilaria berdetak sangat cepat. Hatinya dipenuhi dengan getaran aneh yang membuat ia merasa bahagia.
"Kaulah yang pertama membuatku yakin dengan perasaan cinta ini." Ujar Gabriel sangat lembut.
"Aku percaya, kak."
Gabriel tersenyum. Perlahan ia menundukkan kepalanya. Tangan kanannya yang ada di pipi Eilaria perlahan turun ke lehernya, wajah mereka begitu dekat, sampai akhirnya Eilaria merasakan ada sentuhan lembut di bibirnya. Mata gadis itu membulat. Ciuman pertamanya. Tubuh Eilaria bergetar. Namun ia tak berusaha menepis ciuman itu. Perlahan ia menutup matanya. Walaupun bibirnya diam tak bergerak, Eilaria menikmatinya.
Gabriel tersenyum saat ia merasakan kalau gadis di depannya tak menolak ciumannya. Hatinya sangat bahagia. Ia bahkan merasa sedikit gugup karena mengetahui kalau Eilaria tak pandai berciuman.
"Sayang, ini ciuman pertamamu?" tanya Gabriel di sudut bibir gadis itu.
Eilaria mengangguk malu-malu.
"Eilaria...!" Gabriel tak tahu harus bicara apa. Ia langsung menarik gadis itu dalam dekapannya. Ia mencium puncak kepala Eilaria dengan penuh cinta.
"Kak, jadi nggak nonton bioskop?" tanya Eilaria saat pelukan mereka terurai.
"Ke apartemen kamu saja. Kita ngobrol berdua sampai waktuku akan berangkat tiba."
"Ok."
Gabriel segera menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan keduanya tak berhenti saling menatap. Eilaria bahkan mencubit tangan Gabriel.
"Kak, lihatnya ke depan bukan ke samping." tegur Eilaria.
"Di depan nggak ada yang indah, kalau di sampingku terlalu indah untuk di lewatkan."
"Gombal!" Eilaria menarik tangannya dari genggaman Gabriel. Ia menoleh ke samping. Pura-pura menatap keluar jendela pada hal wajahnya menyimpan senyum ke bahagian.
*******
Jeronimo menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Pesawat mereka akan berangkat jam 9 malam sehingga pukul 7 mereka harus berangkat ke bandara.
"Ian, saudara kembar mu dimana ya? Kok dia belum pulang?" tanya Jeronimo.
Gabrian yang sementara menikmati makan malamnya, menatap papanya. "Nggak tahu, dad."
Jeronimo segera menelepon putranya. Tak lama kemudian Gabriel mengangkat teleponnya.
"Hallo, nak. Kamu ada di mana?"
"Aku masih di apartemen pacarku, dad. Aku berangkatnya dari sini saja. Nanti kita ketemu di bandara saja."
"Memangnya kamu ngapain sama pacarmu itu?" Tanya Jeronimo dengan perasaan was-was. Ia takut kalau Gabriel akan mengikuti jejaknya dulu.
"Dad, kami baru saja 2 hari jadian. Wajarlah kalau ingin berduaan terus."
"Jangan sampai terlambat ke bandara ya. Salam untuk pacarmu."
Jeronimo menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Iel sudah beberapa kali pacaran, namun baru kali ini daddy lihat kalau dia benar-benar dimabukkan dengan cinta."
Gabrian hanya membalas perkataan papanya dengan senyuman. Hatinya kembali tertusuk rasanya. Namun ia berusaha membuang rasa sakit itu. Seperti yang selalu dikatakan oleh mamanya, kebahagiaan Iel adalah juga kebahagiaan Ian.
Sementara itu di apartemen Eilaria, Gabriel dan dan Eilaria masih duduk di sofa sambil berpegangan tangan.
"Eil, jangan panggil aku dengan sebutan kakak. Rasanya aku jauh lebih tua darimu. Pada hal usia kita kan hanya terpaut 3 tahun saja."
Eilaria tersenyum. "Jadi, aku harus panggil apa?"
"Panggil sayang, atau honey, atau cinta atau panggil namaku saja."
Eilaria tertawa.
"Apanya yang lucu?"
"Rasanya gimana ya, aku sudah terbiasa memanggil orang yang lebih tua dariku dengan sebutan kakak. Di rumahku di Inggris, aturan tentang panggilan itu sangat ketat. Mommy akan marah jika aku memanggil kedua kakakku dengan sebutan nama mereka."
"Tapi aku mau seperti itu, sayang."
"Baiklah, sayang..." Ujar Eilaria malu-malu.
Gabriel jadi gemas mendengarnya. Ia kembali mencium pipi Eilaria. Entah sudah berapa kali keduanya saling berciuman baik di bibir, pipi, tangan. Dua orang yang sedang dimabuk cinta itu seperti tak pernah bosan untuk mengungkapkan rasa sayang diantara mereka.
Saat Gabriel akan pergi, Eilaria mengantarnya sampai di parkiran apartemen.
"Ah, rasanya aku tak mau pergi." Gabriel merasa enggan untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Pergilah, nanti kamu terlambat."
Gabriel merasa aneh dengan dirinya. Biasanya juga ia tak seperti ini pada pacar-pacarnya. Jika kencan mereka sudah berhasil, Gabriel tak pernah merasa sengan untuk meninggalkan mereka. Tapi kali ini, ia merasa berat untuk pergi.
"Sayang, susah hampir setengah delapan malam." Eilaria mengangkat tangannya menunjukan arlojinya.
Gabriel jadi cemberut. Ia memeluk Eilaria dengan sangat erat. "Rindukan aku, ya?" Lalu ia mengecup dahi Eil dan masuk ke dalam mobilnya.
Eil melambaikan tangan pada cowok blesteran itu. Ia juga merasa seolah waktu tak cukup untuk mereka bersama. Setelah mobil Gabriel berlalu dari pandangannya, ia pun melangkah masuk ke dalam apartemen.
**********
Pesta kejutan yang disiapkan oleh Jeronimo untuk istrinya sukses membuat Giani menangis. Mereka tiba di villa saat jam menunjukan pukul 12 lewat 5 menit. Sejak sore, Giani sedikit kesal karena Stevany dan Joselin sukses membuatnya kesal karena selalu menghilang ke pantai. Makanya ia langsung tidur selesai makan dan berencana akan pulang besok saja. Apalagi Gabriel dan Jeronimo tak mau mengangkat ponsel mereka.
"Bunda senang karena kamu ada di sini, sayang." ujar Giani sambil melingkarkan tangannya di bahu putranya.
Gabrian tersenyum saat tangan bundanya membelai rambutnya.
"Mana daddy dan yang lain?"
"Daddy sudah tertidur. Stevany dan Joselin juga. Kalau Iel kayaknya lagi asyik teleponan. Dia punya pacar baru kan?"
"Iya." Jawab Gabrian dengan suara yang sedikit berat.
Giani menatap putranya. "Kenapa kamu suaramu terdengar begitu? Ada sesuatu yang kau tahu tentang pacar Iel?"
Gabrian buru-buru menggeleng. Ia tahu kalau ia dan Iel tak bisa menyembunyikan apapun pada mama mereka. Giani seolah dapat membaca isi hati anak-anaknya.
"Nggak ada apa-apa, bunda."
"Ian, apakah kau mengenal pacarnya Iel?"
"Nggak, bunda. Ketemu aja belum pernah."
"Benar?"
Gabrian mengangguk. Maafkan aku bohong, bunda."
"Bunda, apa sih yang nggak aku ceritakan ke bunda? Sekarang bunda tidur ya? Ini sudah hampir jam setengah tiga Subuh. Nanti daddy marah jika tak menemukan bunda di sampingnya." Gabrian berdiri diikuti oleh mamanya.
Keduanya melangkah masuk ke dalam vila. Giani masuk ke kamarnya dan Gabrian menuju ke kamarnya bersama Gabriel. Sewaktu ia membuka pintu kamar, nampak Gabriel baru saja keluar dari kamar mandi.
"Belum tidur?" tanya Gabrian.
"Baru saja selesai telepon dengan Eilaria."
"Oh namanya Eilaria ya?"
Gabriel mengangguk sambil tersenyum. Ia pun naik ke atas tempat tidurnya. "Rasanya nggak mau berhenti bicara di telepon. Aku jadi kangen pada hal baru beberapa jam pisah."
"Kamu beneran cinta padanya?"
"Aku akan melamarnya dalam waktu dekat ini."
"Kamu serius?"
Gabriel mengangguk. "Baru kali ini aku serius dengan seorang perempuan."
Gabrian mengangguk. "Aku akan mendukungmu, apapun keputusanmu bersama gadis itu." kata Gabrian dengan penuh kesungguhan walaupun hatinya sakit.
"Makasih, bro!" kata Gabriel lalu memejamkan matanya dengan senyum kebahagiaan.
********
Haruskah cinta menjadi egois???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Anonymous
bgs bgtt
2025-02-23
0
LedyDiana
aduuu gimanayaa... kalau eil tau kalau pria yg ia tunggu selama 5 thn itu adalh iel dan bukanya ian,
pasti terjebak cinta nh...
2022-08-21
0
AuLia PuTri
Gak egois kamu hanya sedang berjuang 😄
2021-10-01
1