Sesuai janji nya, Faraz menemui klien nya, Amar Degazi. Untuk membicarakan pembangunan hotel Amar.
Amar sengaja menggunakan jasa Faraz sebagai arsitek setelah ia melihat hasil kinerja pria muda itu, dimana setiap pembangunannya memikiki kesan unik dan tampak istimewa.
Walaupun usia nya masih 24 tahun, tapi putra Bilal itu sudah menunujukan yg terbaik dalam karirnya sebagai seorang arsitek.
"Aku ingin sesuatu yg baru, Tuan Sarfaraz. Aku tidak ingin hotel yg besar, aku ingin hotel yg nyaman seperti rumah, terasa sederhana tapi sesungguhnya terasa luar biasa. Sehingga para tamu yg menginap di hotel ku tidak merasa berada di sebuah hotel seperti pada umumnya"
"Itu keinginan yg luar biasa, jika tamu mu mendapatkan kenyamanan maka kau juga yg untung besar, karena mereka akan kembali lagi dan lagi"
Amar tertawa kecil mendengar penuturan Faraz.
"Kau benar, seorang pengusaha hanya akan memikirkan apa yg bisa mencetak uang lebih banyak"
"Bisa di mengerti, Tuan Degazi. Akan ku kerjakan proyek ini secepat nya"
"Baiklah, terimakasih" Amar dan Faraz sama sama beranjak dari kursi nya, kemudian mereka bersalaman.
Dan tiba tiba, wajah Maryam yg tersenyum dengan mata berbinar terbayang dalam benak Amar.
"Satu hal lagi" seru nya pada Faraz "Aku ingin sesuatu yg tampak mungil tapi indah"
Dan itu sedikit membingungkan Faraz, karena ia tak mengerti apa maksud klien nya itu.
"Bagian yg mana yg harus tampak mungil dan indah?"
"Entahlah, tapi aku ingin di hotel ku ada sesuatu yg mungil dan indah"
Faraz memikirkan hal itu sejenak kemudian ia mengangguk mengerti "Dan aku ingin menamakan hotel itu dengan nama almarhum adikku, Amora. Jadi bisa kau fikirkan sesuatu yg cocok dengan itu?"
"Amora hotel?" Faraz menggumam dan Amar mengangguk.
"Baiklah, Insya Allah. Saya akan lakukan yg terbaik"
.
.
.
"Ummi..." Teriak Maryam sembari berlari lari kecil menuruni tangga dan menghampiri ibunya yg saat sedang menonton TV.
"Ya Allah, Nak. Engga usah teriak, semua orang di sini punya pendengaran yg baik" ujar Ummi nya sembari mematikan TV nya.
"Hehe, Maaf. Tadi Maryam fikir Ummi ada dimana" tutur Maryam yg membuat Asma menggeleng "Tadi Kak Faz telpon. Katanya malam ini akan pulang sedikit terlambat"
"Apa ada pekerjaan yg penting?"
"Iya, dia sedang merayakan proyek nya Amar Degazi"
Maryam mengambil remote dan kembali menyalakan TV nya.
"Maryam, memang sudah muraja'ah hafalan Quran mu?"
"Udah tadi sama Abi" jawab Maryam tanpa menoleh pada Ummi nya.
"Baiklah, jangan begadang. Ummi naik dulu" Maryam hanya menggumam sambil ia terus mengganti ganti chanel tv, karena tak ada yg cocok ia pun mematikan kembali TV nya.
Sementara itu, Asma kembali ke kamarnya dan mendapati suami nya yg sedang fokus membaca sebuah buku.
"Bi..." Rengeknya pada suami nya itu sambil ia mendesakan tubuhnya pada suami nya. Bilal hanya menjawab nya dengan gumaman "Aku bingung dengan anak anak ku, entah Faraz atau pun Maryam, sering sekali mereka berteriak. Apa lagi Maryam, masak dia engga ada lembut lembut nya jadi cewek"
Bilal langsung tertawa mendengar keluh kesah istri nya yg sudah sering itu. Memang, Maryam saat berada dalam rumah seperti anak kecil, begitu manja pada Abi dan Ummi nya apa lagi pada Nena nya.
"Mungkin ibunya dulu juga begitu" jawab nya sembari menutup buku dan meletakkan nya di meja. Kemudian ia merengkuh istri nya dengan gemas. "Karena itulah seorang wanita harus memperhatikan sikap nya"
Asma terdiam sejenak dan ia mengingat ibu nya sendiri dan masa masa muda nya dulu, dia juga sering berteriak kalau memanggil orang rumah nya, dan ibu nya mengatakan seperti apa yg tadi dia katakan pada Maryam.
'Semua orang punya pendengaran yg baik'
Asma tersenyum geli mengingat masa masa itu. Ternyata begini rasanya menjadi seorang ibu yg memiliki anak gadis seperti dirinya.
Walaupun begitu, Maryam sebenarnya sangat berbeda dari dirinya, putrinya itu cerdas, kalem saat berada di luar rumah, dan sopan pada siapapun.
Bahkan, putri nya itu yg memiliki ide untuk membangun sebuah restaurant yg di kelola oleh mereka berdua saat ini. Maryam juga yg memberikan nama restaurant itu dengan nama panggilan kesayangan ayah nya pada ibunya, Zahra Resto.
"Tapi sekarang aku udah engga kayak dulu lagi"
"Iya, aku tahu. Tapi hanya saat di depan anak anak kamu engga kayak dulu lagi. Pas cuma di depan ku... Engga ada yg berubah" ucap Bilal karena memang Zahra nya itu masih sangat manja pada nya.
"Baguskan, jadi meskipun tua engga kerasa tua"
Bilal kembali tertawa dengan kata kata istri tercinta nya itu
.
.
.
Sementara itu, Faraz yg sudah merasa lelah segera memutuskan untuk pulang meskipun pekerjaannya belum selesai, ia dan teman nya masih belum bisa menemukan ide untuk proyek yg di ingin kan Degazi itu.
"Sudah cukup sekarang, Rian. Kita lanjutkan besok"
"Iya, tapi aku engga nyangka seorang yg dingin seperti Degazi ingin membangun hotel yg mungil dan indah" balas Rian dengan wajah yg mengkerut heran.
"Aku juga berfikir hal yg sama, aku engga heran kalau dia ingin membangun hotel yg engga terlalu besar, karena hotel nya yg besar dan megah sudah banyak. Tapi sesuatu yg mungil dan indah? Entah terinspirasi dari mana dia"
"Mungkin dari adik nya, bukankan dia membangun hotel itu atas nama mendiang adiknya"
"Bisa jadi"
.
.
.
Di perjalanan pulang, tanpa sengaja Faraz melihat seorang wanita yg berjalan sendirian dan wanita itu sesekali menoleh seolah menunggu sesuatu. Dan saat mobil Faraz sudah dekat, barulah ia melihat wajah tak asing itu, dia adalah Maria.
Tentu Faraz ingat wajah dan nama nya walaupun Faraz hanya melihat nya dalam sekejap mata, karena alasan bertemu wanita itu adalah Maryam dan nama mereka sangat mirip.
Faraz menghentikan mobil nya tepat di samping wanita itu dan kemudian membuka kaca mobil nya.
Maria terlihat terkejut melihat Faraz, dan tentu ia juga takkan lupa dengan orang yg mengira dia adik nya.
"Apa yg kau lakukan di sini malam malam begini, Nona?" Faraz bertanya dan tentu tanpa menatap langsung Maria.
"Aku tersesat, sejak tadi aku mencari taksi, tapi engga ada taksi yg lewat"
Faraz kasihan mendengar nya dan ia pun menawarkan diri untuk mengantar dan tentu Maria menolak, karena Faraz adalah orang asing.
"Aku tidakp akan menyakitimu, dan lagi pula ini sudah malam, sangat berbahaya bagi wanita berkeliaran di tempat sepi seperti ini"
Maria menatap Faraz penuh selidik, dan Maria sadar, Faraz seolah tak ingin menatap nya, membuat dia bertanya tanya apa yg salah dengan dirinya. Tapi malam yg semakin gelap dan suasa yg sepi mencekam, membuat Maria mencoba percaya pada pria asing ini.
Ia pun masuk ke mobil Faraz dan memberikan alamat rumah nya.
Di sepanjang perjalanan, kedua nya sama tak berbicara, Faraz sibuk komat kamit seperti membaca sesuatu.
"Apakah dia membaca sebuah mantra?" hati Maria bertanya penasaran.
"Mantra apa yg kau baca?"
"Hah?" Faraz sangat terkejut dengan pertanyaan yg terlontar begitu saja dari bibir Maria.
"Sejak tadi, kamu seperti membaca sesuatu tanpa bersuara"
"Oh..." Faraz melirik gadis itu hanya sekilas kemudian ia segera kembali fokus pada kemudi nya, apa lagi gadis di samping nya itu hanya mengenakan tank top, membuat Faraz berfikir apa dia tidak kedinginan atau di di gigit nyamuk "Aku hanya sedang berdzikir, Nona"
"Aku Maria..." Maria mengulurkan tangan nya namun Faraz hanya melirik uluran tangan itu
"Aku sedang menyetir" jawab nya santai.
"Ya juga" gumam Maria menarik kembali tangan nya "Apa berdzikir kata lain dari mantra? Karena kau terus komat kamit" Faraz tertawa kecil mendengar itu.
"Berdzikir itu untuk mengingat kan kita pada Tuhan"
"Tuhan" Maria kembali bergumam dan raut wajah nya menjadi masam. Dan kemudian suasana kembali hening, membuat Maria benar benar merasa tidak nyaman, apa lagi Faraz yg seolah benar benar tidak tertarik walau sekedar untuk menanyakan sedikit tentang nya sebagai basa basi seperti pria pada umum nya.
Hingga Faraz pun memasuki sebuah perumahan yg bisa di bilang elit
"Di sini rumah mu?"
"Iya, aku turun di sini saja"
"Kau yakin? Aku bisa mengantar mu sampai ke depan rumah mu"
"Tidak, terima kasih"
Maria pun kembali mengulurkan tangan nya, namun sekali lagi Faraz hanya melirik uluran tangan Maria.
"Kau tidak sedang menyetir, Tuan. Aku hanya ingin shake hand dan mengucapkan terima kasih"
"Em maafkan aku, Nona. Sebenarnya aku tidak bersentuhan dengan wanita yg bukan mahram ku" Faraz berkata tanpa menatap Maria.
"Maksud nya?" Faraz sedikit bingung karena tampak nya gadis di depan nya tak menagerti tentang agamanya, jika pun dia bukan seorang muslim, tapi masak iya se tidak tahu itu tentang islam. Fikirnya
"Maksud nya, aku tidak menyentuh wanita yg tidak ada hubungan darah secara langsung dengan ku"
"Oh... Muslim?" Maria berseru dan Faraz hanya menjawab nya dengan anggukan "Hanya shake hand. Apa itu juga tidak boleh?" dan Faraz kembali mengangguk.
Bukannya mengerti atau menghargai Faraz, Maria malah tampak sangat kesal dan menarik tangan nya yg sejak tadi menunggu Faraz menyambut nya.
"Aku rasa, itu telalu berlebihan, Tuan. Tapi terima kasih banyak sudah mengantarku, semoga kita tidak perlu bertemu lagi"
Faraz hanya melotot kemudian memgerjapkan matanya, apa gadis itu marah? Fikir nya. Karena nada bicara nya tinggi dan seolah marah.
"Hey, maksud ku..."
Terlambat, Maria sudah berjalan menjauh dengan wajah yg di tekuk.
"Dasar sok suci" geram nya "Sudah banyak model yg begituan, nanti kalau udah liat yg bening pasti di embat juga"
Faraz kembali melajukan mobil nya setelah Maria sudah tak terlihat lagi. Ia sungguh tidak tahu gadis macam apa yg dia temui itu.
Sementara itu, Maria yg sudah sampai rumah nya segera masuk dan mendapati suasana yg sudah sepi. Ia pun berjalan menuju kamarnya dan saat melewati kamar ayah nya, ia mendengar suara suara yg membuat telinga nya sakit dan dada nya sesak.
Dengan berani ia pun menendang pintu kamar itu dan melihat ayah nya yg sedengang bergemul entah dengan siapa.
"Daddy...!" teriaknya penuh amarah dan dua insan yg sedang melakukan dosa itu pun terperanjat.
"Maria... Get out!" perinatal ayah nya tegas, namun Maria melakukan sebalik nya, ia berjalan masuk, menarik wanita yg setengah telanjang itu dan melempar nya hingga terjerembab di lantai membuat wanita itu meringis dan terlihat ketukutan melihat kemarahan di mata Maria.
"Maria, are you crazy?" ayah nya meneriakinya dan seketika air mata Maria langsung meluncur bebas karena amarah dan luka di hati nya.
"You're really disgusting, Dad" Maria berkata penuh penekanan tepat di depan wajah ayah nya itu "Ini rumah mendiang ibuku, jadi Daddy dan pelacur Daddy yg menjijikan itu tidak berhak berada di sini"
Plak...
Satu tamaparan mendarat dengan mulus di pipi Maria yg masih basah karena air mata.
Maria tak gentar, karena sudah tak terhitung berapa kali ia sudah mendapatkan tamaparan bahkan cambukan dari ayahnya sendiri.
"Don't just slap me, you can even kill me if you want, Dad" seru Maria dengan mata yg sudah memerah.
Maria menunggu reaksi ayahnya selanjutnya, namun pria tua itu hanya terdiam dengan tatapan yg sangat tajam.
Maria pun menatap tajam wanita yg masih terjerembab di lantai itu. Wanita itu melirik takut pada Maria, wajah cantik dan tubuh mungil namun saat marah gadis itu tampak sangat menyeramkan.
"Keluar dari rumah ku! Dan jangan pernah berani bahkan untuk memandangi rumah ibuku"
Setelah mengucapkan itu, Maria segera berlalu dari kamar pria yg katanya ayahnya tapi di mata Maria tak lebih dari iblis.
.
.
.
Pelayan menyiapkan makan malam untuk Amar, namun perhatian Degazi itu tampaknya berada di udara.
"Tuan, makan malam nya" seru seorang pelayan dengan pakaian pendek nya. Seketika Amar tersadar dari lamunan nya.
"Bobby..." panggilnya pada Bobby yg berdiri di samping nya.
"Ya, Tuan..."
"Bobby, apa kamu pernah bertemu seseorang sekali saja tapi kamu terus mengingat nya?"
"Hah?" kening Bobby berkerut, heran dengan pertanyaan bos nya itu "Maksud, Tuan?"
"Maksud ku..."
"Oh gadis kampus itu..." Bobby berseru kemudian.
"Gadis apa?" Amar pura pura tak mengerti, padahal Bobby yakin yg Amar maksud itu adalah gadis yg di pandangi nya sewaktu di kampus tadi.
"Gadis yg Tuan pandangi itu..."
"Jangan ngaur kamu!" Amar berkata dengan sangat dingin "Tinggalkan aku!" perintah nya kemudian.
"Tuan, besok Granny minta di jemput langsung oleh Tuan" tutur Bobby sebelum meninggalkan Amar. Amar hanya menggumam sambil mengunyah.
"Tuan..." panggil Bobby karena berfikir Tuan nya itu tak mendengar nya
"Aku engga tuli, Bobby" ucap Amar sembari menatap tajam Bobby dari ekor mata nya.
Itu memang kebiasaan nya. Dia enggan menanggapi hal yg tak penting atau informasi yg sudah ia ketahui.
Dan gadis kampus itu, dugaan Bobby sama sekali tidak salah. Entah apa yg terjadi pada dirinya, tapi mata gadis itu seolah magnet yg menarik perhatian Amar dengan sangat kuat.
Dan entah bagaiamana, tiba tiba ia ingin di hotel nya ada sesuatu yg mungil dan indah seperti gadis itu.
"Mungkin aku hanya meridukan Amora, seandainya Amora masih hidup, dia pasta se usia gadis itu dan pasti secantik gadis itu"
▫️▫️▫️
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
💫R𝓮𝓪lme🦋💞
cinta pandangan pertama ya amar😅😅
2022-10-21
1
Erni Kusumawati
Nyimak dulu deh..
2022-08-21
1
Hermin Kustirahayu
lanjut kesini kak sky..☺️
2022-07-26
1