Hari sudah beranjak malam, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sebuah gerbang pabrik sepatu terbuka, menandakan para pekerja-nya sudah memasuki jam pulang.
Dan benar saja, para pekerja satu persatu keluar dari gedung pabrik. Rasa lelah jelas mendera mereka, karena terlihat jelas dari raut wajah mereka yang tampak lesu.
Di pabrik itu terbagi beberapa gedung dengan kerja operasi yang berbeda berbeda, dan jam operasional yang berbeda juga.
Ada gudang bagian bahan mentah, gudang karton, gudang in sol dan out sol, gudang lem dan latek. Dan ada beberapa ruangan untuk mengerjakan proses pembuatan sepatu mulai dari tahap cutting, sablon, jahit dan Assembling.
Dari beberapa bagian tersebut, di assembling lah yang selalu kerja lembur. Bahkan saat akan mengejar waktu pengiriman, karena assembling adalah pengerjaan tahap akhir sepatu sebelum di packing.
Karena jam kerja di mulai pukul enam pagi hingga hampir tengah malam, membuat rasa lelah menghinggapi di sekujur tubuh. Tak terkecuali Airin.
"Airin gue pulang dulu," teriak Lusi, karena Lusi menuju ke arah parkiran sepeda.
"Ok," sahut Airin.
Airin melangkahkan kakinya menuju ke arah gerbang, mengedarkan matanya saat sudah di luar gerbang. Mencari sosok sang ayah yang biasa menjemputnya.
Airin melihat satu persatu orang yang berjejer juga untuk menjemput anggota keluarganya, tapi Airin hanya menghembuskan nafasnya pasrah saat tak mendapati ayah-nya di sana.
Maka jalan terakhir adalah menunggu salah satu pekerja yang ia kenal untuk bisa menumpang.
Hingga jam 22.30 Airin baru sampai di rumah, dan terlihat Metta juga suaminya sedang bekerja di ruang tamu. Suami Metta adalah seorang tukang jahit tas yang ia bawa pulang untuk di kerjakan di rumah.
Airin masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa memperdulikan Metta dan suaminya, hubungan mereka memang tak cukup baik. Entah apa penyebabnya Airin juga tak mengerti, hubungan mereka memburuk begitu saja.
Airin menuju ke kamarnya untuk melepas lelah, membaringkan diri di kasur lantai yang tidak terlalu empuk karena sudah sedikit menipis. Di tempat 3x3 meter itu lah tempat ternyaman saat Airin pulang ke rumah, rumah orang tuanya yang sederhana.
Di rasa rasa lelah sudah sedikit menghilang, Airin keluar dari kamar dengan handuk dan baju ganti yang tersampir di pundaknya. Tujuannya sekarang adalah menyegarkan tubuh-nya dengan mandi di kamar mandi yang terletak di samping dapur.
"Segar ...." Ucapnya dengan memejamkan mata, saat air dingin itu menyentuh dan mengguyur kulit putihnya yang polos.
Hingga 20 menit kemudian Airin baru menyelesaikan ritual mandi-nya, Airin menuju kamar untuk menaruh handuk dan kembali lagi ke dapur. Setelah menaruh baju kotor di keranjang baju, Airin mengambil piring untuk mengisi perutnya yang lapar.
Tapi Airin harus menutup lagi rice cooker karena nasi sudah tak tersisa di sana.
"Huft ... selalu saja seperti ini," gumamnya. Karena tidak hanya sekali Airin mengalami hal seperti ini, meskipun Metta sudah memasak lauknya sendiri untuk dia dan suaminya tapi, untuk nasi dia masih jadi satu dengan ibunya.
Airin segera meletakkan kembali piring yang tadi sempat ia ambil, dan mengambil dompet yang berada di dalam tas kerjanya. Mengambil beberapa lembar uang untuk dia belikan makanan.
Airin berjalan keluar rumah, dengan sedikit menyebrang jalan Airin bisa mendapati tukang penjual nasi goreng yang biasa mangkal di seberang di pinggir jalan.
"Pak, bungkus nasi goreng satu," ujar Airin.
"Iya Mbak Airin," sahut penjual nasi goreng yang seumuran dengan ayahnya.
"Baru pulang Mbak?"
"Iya Pak."
"Lembur terus kerjanya!"
"Alhamdulillah."
Hingga beberapa saat pesanan nasi goreng Airin sudah siap. "Ini Mbak!"
"Terima kasih," ucap Airin seraya memberikan beberapa lembar uang.
Airin kembali melangkahkan kakinya menuju rumah, dengan kantong kresek yang berisi sebungkus nasi goreng di tangan kananya.
Airin membuka bungkusan nasi goreng saat berada di dalam kamarnya, menikmati makan malam di temani televisi 14" dan segelas air putih.
Hanya hiburan dari televisi kecil itu yang menemani hari-hari Airin saat berada di dalam kamar. Dan kipas kecil yang dapat mengurangi hawa panas di kamar itu.
Setelah selesai dengan acara makan malamnya, Airin mengecek ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Hanya ada beberapa pesan dari media sosialnya, teman laki-laki yang ia kenal lewat jejaring media sosial.
Airin tidak berniat untuk membalas pesan itu, karena rasa ngantuk sudah menderah nya. "Duh ... datang kan penyakitnya," keluh Airin. Memang apalagi, kalau perut kenyang setelah itu mata yang mengantuk.
Membaringkan tubuhnya, mencari posisi yang pas untuk membuatnya tidur nyenyak. Tak perlu membutuhkan waktu lama, Airin sudah terbang ke alam mimpi.
Rasa lelah dan kenyang, mudah untuk membuatnya tertidur pulas. Mengistirahatkan tubuhnya untuk bekerja esok hari.
*
*
Langit malam telah berganti pagi, alarm di ponsel Airin sudah berbunyi nyaring. Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi, bahkan matahari saja masih malu-malu untuk keluar dari persembunyiannya.
"Ya ampun perasaan baru merem," ucap Airin dengan suara serak khas orang bangun tidur dan tangan yang meraba-raba mencari keberadaan ponselnya.
Dengan malas Airin bangun dari tidurnya, setelah mematikan alarm pada ponselnya. Airin mencari sandal jepit yang biasa ada di kamarnya. "Ini sandal kemana lagi, masih pagi udah jalan-jalan," gerutunya.
Mata Airin berbinar saat melihat sandal yang ia cari terselip di samping lemari. "Sukanya petak umpet melulu lo," cibir Airin pada sendal jepitnya.
Kebiasaan Airin saat mandi pagi, adalah tak lupa memakai sandal jepit. Karena menurutnya bisa mengurangi rasa dingin dari air.
Saat menuju kamar mandi Airin bisa melihat ibunya yang juga sudah bangun dan sedang memasak.
Hingga 20 menit kemudian, Airin sudah selesai dengan ritual mandinya dan memakai seragam kerja.
Semua orang masih tertidur, menikmati mimpi mereka. Sedangkan Airin harus bersiap untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
"Airin sarapan dulu," teriak sang ibu.
"Iya," sahut Airin.
Airin yang sudah rapi berjalan ke arah meja makan, di sana sudah tertata rapi masakan ibu.
Hari ini ibunya tak seperti biasanya yang menyebut nominal jumlah uang yang ia pakai untuk belanja.
Oleh karena itu Airin bisa sarapan dengan tenang.
"Bu, Airin berangkat kerja dulu," pamitnya. Setelah menghabiskan sarapannya.
"Iya, ini bekalnya," ibu Airin menyodorkan kotak bekal yang sudah terisi nasi dan lauk pauk.
Airin segera menggapai tangan ibunya untuk ia cium, dan memasukkan kotak bekal ke dalam tasnya.
Saat berjalan keluar rumah ternyata ayahnya sudah bangun, dan memanasi sepeda motor.
"Ayo berangkat," ajak ayah.
"Iya."
Tidak butuh waktu lama, Airin sudah tiba di pabrik tempat ia bekerja. "Ayah, Airin masuk dulu," pamitnya setelah turun dari sepeda motor dan mencium punggung tangan ayah.
"Iya, hati-hati," pesan ayah.
Airin berjalan memasuki ke arah gedung assembling tempatnya bekerja, di sana juga sudah ada beberapa orang yang sampai terlebih dahulu.
Airin mendudukkan dirinya di tumpukkan kertas, dengan punggung bersandar pada tembok. "Ya ampun ... masih terasa lelah sisa kerja kemarin."
...----------------...
Jangan lupa vote, like dan komen. Terima kasih, semoga sehat selalu. Amin 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Elizabeth Zulfa
waaaahhh.... Airin sama jek aq ya krja dipabrik sepatu ... aq dibagian jahit 😁😁
2022-08-06
1
AuraAurora
Hahaha, bukan kak. Dulu gagal tes waktu mau masuk ecco, karena kurang tinggi 😁
2021-12-05
1
Gebbyrilla Agustin
arini kerja di ECO ta thor 😆
2021-12-05
1