"Ar... kamu dimana?"
"Di rumah pa, kenapa?".
"Kamu sempetin ke kantor papa ya, berkas sama flashdisk Papa ketinggalan di ruang kerja, Papa ada meeting setelah makan siang, bisa gak?"
Arkana melirik arloji di tangan kirinya, padahal lelaki itu baru saja bersiap untuk mengunjungi restorannya di daerah Bekasi.
"Ok Pa, setelah sarapan Arkan berangkat,"
"Papa tunggu, jangan telat,"
Memutus hubungan telepon, lalu menyuapkan nasi gorengnya kembali ke dalam mulut.
"Ini berkasnya Papa dan ini flashdisk nya," ujar sang Mama yang sudah meletakkan berkas itu di sebelah kiri Arkan.
"Warna pink?" Arkana menaikkan satu alisnya saat melihat flashdisk berwarna pink itu.
"Gak tau Mama, Papa bilang yang warna pink di laci mejanya, waktu Mama tanya katanya itu flashdisk Naya yang gak ke pake," Mama Cha Cha hanya mengangkat kedua bahunya.
"Ya udah deh, ntar Arkan telat soalnya mau ke Bekasi dulu liat resto di sana, mo ketemu klien juga sore nanti di pasar Minggu biar sekalian sebelum kesana mampir ke kantor Papa," Arkana mencium punggung tangan wanita tua yang cantik itu, "Jalan ya Ma," kembali mencium pipi sang Mama.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lelaki yang mengenakan celana jeans belel, kaos putih slim fit dengan potongan V neck berbalut jaket jeans berwarna coklat muda itu turun dari mobilnya berjalan memasuki lobby perusahaan BUMN tempat ayahnya bekerja.
"Siang Mbak," senyumnya lalu melepaskan kacamata hitam yang bertengger di dahinya.
Resepsionis itu pun tersenyum salah tingkah, "siang Mas, ada yang bisa di bantu?"
"Mau ketemu Pak Fajar, Mbak," ujarnya lagi.
"Mas nya--"
"Anaknya... saya anak Pak Fajar," Arkana memang jarang menampakkan diri di kantor tempat ayahnya bekerja, sedangkan posisi Fajar sendiri adalah Direktur Utama di perusahaan BUMN itu.
"Oh, maaf Mas... sebentar ya," wanita manis itu lalu menghubungi sekretaris Dirut yang berada di lantai 15, "silahkan Mas," ujarnya mengayunkan tangannya sembari sedikit menunduk.
"Mbak, baru ya?" senyum Arkana di jawab dengan anggukan resepsionis itu.
Keluar dari lift, Arkana dengan santainya berjalan menuju ruangan sang ayah, sebersit dia melihat sosok yang tidak asing saat melewati pantry, namun berusaha dia tepis dan berkata dalam hati ah mana mungkin.
"Pa," sapanya saat memasuki ruangan kerja Papa Fajar, disana sudah ada sekretaris Fajar, Ibu Ema dan beberapa petinggi perusahaan.
Arkana melemparkan senyum dan berjabat tangan pada semua disana.
"Ar, Papa tinggal dulu ya, kita mau ke ruang meeting sebelum Pak Menteri datang, kamu tunggu aja di sini kalo masih mau di sini, nanti ada junior Secretary nya Ibu Ema, kalo kamu butuh sesuatu,"
"Iya Pa, Arkan sebentar doang juga, ada meeting sama WO,"
"Papa tinggal ya," berlalu nya semua orang di ruangan itu meninggalkan Arkana di sana.
Sembari menunggu waktu jam tiga, Arkana fikir apa salahnya menghabiskan waktu sebentar disini, karena pertemuan dia dengan pihak WO yang akan bekerjasama dengan salah satu restorannya akan di laksanakan pukul empat nanti tempat yang di tuju pun tak jauh dari kantor Papa Fajar.
Pintu yang tak tertutup rapat itu, memperlihatkan seorang gadis yang berada di belakang meja kerjanya sibuk menghadap ke sebuah komputer, rambut ikal keriting yang di kuncir tinggi, kacamata bertengger di pangkal hidung, dengan mulut sedikit menganga dengan seriusnya melihat file yang ada di komputernya, membuat Arkana menyunggingkan sedikit senyumnya.
"Lucu juga,"
Handphone gadis itu berbunyi, tiba-tiba dia melihat masuk ke ruangan Papa Fajar dengan sedikit bicara dan mengangguk angguk. Refleks Arkana mengalihkan pandangannya ke lain tempat, lalu berpura-pura asyik memainkan ponselnya saat tahu gadis itu masuk mendekatinya.
"Maaf Pak, mungkin Bapak membutuhkan sesuatu?" tanyanya menatap mata sayu lelaki berkulit putih itu.
"Gimana?" Arkan kembali menatap mata bulat berbulu mata lentik itu.
"Bapak butuh sesuatu? atau saya buatkan sesuatu?" ujarnya lagi.
"Boleh... teh... manis,"
"Baik... teh manis," ujarnya mengangguk, lalu berbalik menuju pintu,
"Eh, bukan...,"
"Gimana?"
"Bukan teh manis, tapi kopi Latte, ada?"
"Kopi Latte? ada..." sembari berpikir sejenak.
"Masa ada?"
"Ada Pak," jawabnya mantap.
"Lo baru ya?" kali ini Arkana memberanikan bertanya,
"Satu minggu... baru satu minggu Pak,"
"Pantes,"
"Eh, maaf?"
"Pantes baru, setau gue mesin kopi di pantry itu gak ada kopi latte nya,"
"Ada Pak,"
"Oh baru berarti mesinnya,"
"Nanti pake kopi Latte punya saya Pak, saya ada stok yang sachet an... saya permisi,"
Rasanya Arkana ingin sekali tertawa, "latte sachet an, niat banget," gumamnya.
Selang beberapa menit, gadis itu datang kembali membawa satu cangkir dan satu toples berisi biskuit.
"Jangan bilang biskuit ini juga punya lo," Arkana menaikkan salah satu alisnya.
"Gak papa Pak, di makan aja, maaf saya tinggal dulu,"
"Ok... makasih ya," pintu ruangan itu tertutup rapat.
Sebersit senyum tersungging di sudut bibir Arkana.
"Cantik... matanya bagus," gumamnya lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tepat pukul tiga, Arkana keluar dari ruangan itu, alih alih ingin berterimakasih tapi sosok yang di pikir sedang duduk di belakang meja kerjanya itu entah pergi kemana.
"Namanya siapa gue gak tau... payah," dia menyugar rambutnya.
Lalu berjalan menuju lift, pintu lift pun terbuka sosok yang dia cari tadi sedang berdiri di sana menunduk membawa satu plastik entah berisi apa.
"Maaf, permisi Pak," sedikit menundukkan kepalanya.
"Darimana?" tanya Arkana menahan pintu lift.
"Oh, saya beli ini Pak," jawabnya menunjukkan satu plastik gorengan.
"Sebanyak itu lo makan sendiri?"
Anwa hanya tersenyum, karena memang begitulah adanya enam bulan menganggur uang tabungannya pun sudah habis, menunggu gajian bulan depan masih lama maka dari itu dia harus menghemat. Tidak ada Dika maka tak ada yang bisa membantunya dari segi ekonomi. Sebelum kematian Dika, Anwa bekerja di sebuah bank swasta sebagai staf kontrak di sana, gaji yang ia dapat pun hanya cukup untuk ongkos, makan dan keperluan sehari-hari saja, sedangkan bila ia menginginkan sesuatu, Dika lah yang memenuhinya.
"Itu makan siang?" Arkan akhirnya melepaskan tangannya dari pintu lift.
"Makan malam Pak," ujarnya tersenyum, "saya permisi,"
"Sebentar," panggil Arkan, "nama lo siapa?" tanya nya membalas tatapan mata bulat itu.
"Anwa, Pak,"
"Oh... ok, sampai ketemu lagi,"
Anwa hanya tersenyum lalu berjalan menuju kembali ke meja nya. Arkan hanya bisa memandang sebelum pintu lift tertutup rapat.
Sesampainya di dalam mobil, meraih ponselnya lalu membuka aplikasi online yang menyediakan fitur pemesanan makanan. Jangan tanya apa yang di pikirkan oleh Arkana, saat ini dia hanya merasa kasihan melihat gadis berambut keriting dengan flatshoes berwarna hitam itu.
"Alamat sesuai aplikasi ya, atas nama Anwa, junior secretary, makasih," ujarnya menutup pembicaraan di telpon itu.
***gimana...gimanaaa... udah ada feel belooom??? mudah-mudahan yaaah.
jangan bosen... jangan lupa juga like nya komen nya... vote ole ugaaaa 😂***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Vivo Smart
udah dapet tor
2024-06-29
0
sherly
kesan pertama begitu menggoda ya ar...
2023-08-31
0
Erni Fitriana
masih anget dlm pikiran aky ttg langit-jingga karena baru nuntasin juga jadi masih kuat banget feel fallin in love mereka
2023-03-01
0