“Mom, Kakak pamit.”
Rania memeluk Bella dan melabuhkan kecupan singkat di pipi sang Mommy, sebelum masuk ke dalam mobil. Masih sempat melambaikan tangan dari balik jendela mobil. Tersenyum, memamerkan deretan gigi putihnya sampai mobil yang dikendarai Pak Rudi menjauh pergi dan hilang di balik tembok tinggi.
Bella bergeming. Ucapan putri tertuanya seakan menampar. Membuatnya mengoreksi kembali perjalanan rumah tangganya selama beberapa tahun belakangan.
Apakah selama ini ia terlalu percaya pada suaminya? Apakah selama ini ia begitu tidak peduli dan menutup mata? Apakah sebagai seorang istri, ia terlalu mengampangkan dan percaya seratus persen pada suaminya? Apakah memang sebenarnya tidak ada apa-apa dengan Bara? Semua pertanyaan itu berputar, mengisi pikirannya.
Fokusnya kembali saat dua tangan mungil memeluk lututnya, diiringi dekapan Issabell yang mengerat di pinggangnya.
“Mom, kenapa melamun?” tanya Issabell, menempelkan wajahnya pada tubuh Bella.
“Kalian sudah selesai mainnya? Kita mandi sekarang?” tanya Bella, menatap wajah-wajah polos itu satu persatu, bergantian dan menghadiahkan putra-putrinya senyuman hangat.
“Mom, main di syana ....” tunjuk si kecil Real, menatap ke arah jalanan komplek yang masih sepi. Hanya ada beberapa kendaraan pribadi yang lalu lalang sesekali.
“Nanti saja Real ... ini sudah siang,” tolak Bella pelan. Mendapati matahari pagi yang menyorot, Bella memilih membawa anak-anaknya masuk.
“Mom ....” Rengekan kecil sembari menghentakan kaki itu tidak menerima penolakan. Bahkan putra kecilnya menyeret tangan Bella, membawa sang Mommy menuju gerbang rumah yang masih terbuka
“Ya ... ya, Dek. Sebentar saja, ya.” Bella mengalah.
“Ca, pergi mandi sama Mbak, ya. Mommy bawa adek keliling sebentar,” pinta Bella saat langkahnya sampai di depan gerbang.
Mengitari jalan komplek yang masih lenggang, Bella menggenggam tangan putranya sembari menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Sampai di kavling kosong dengan rerumputan tumbuh liar, putra kecilnya tiba-tiba berlari mengejar capung yang terbang melayang di atas ilalang.
“Real, jangan terlalu jauh, Sayang,” teriak Bella, pelan. Mengingatkan Real yang berlarian ke sana kemari.
Berdiri menunggu di tepi jalan, indra pendengaran Bella menangkap obrolan para pembantu komplek yang sedang berkumpul sambil menunggu tukang sayur lewat. Sontak membuat perhatian Bella teralihkan. Apalagi topik yang dibahas begitu mengena dengan topik yang mengisi otaknya saat ini.
“Guys, ada gosip terbaru?” ucap salah satunya membuka suara.
“Hmmm.”
“Ada apa?”
“Buruan!” Ada banyak lagi kata-kata yang menunjukan ketidaksabaran akan informasi yang akan dibagi sang pembawa berita. Beberapa gadis muda yang hampir seumuran itu tampak begitu antusias menunggu kalimat selanjutnya.
“Juraganku menikah lagi!”
“Astaga?”
“Serius?”
“Bukannya terlihat baik-baik saja!” Berebutan para asisten rumah itu berkomentar, menggosipkan salah satu majikan tempat mereka menggantungkan nasib, mengais rezeki.
“Nyonya majikanmu masih muda, cantik begitu ... ditinggal nikah, jeng!”
“Emmm ... pantas saja, juragan sering pulang malam. Terkadang tidak pulang, alasan keluar kota. Sudah hampir setahun belakangan.”
“Tahunya punya istri lagi di luaran sana,” jelasnya dengan raut wajah begitu menyebalkan.
“Astaga, kalau laki-laki begitu, ya. Banyak uang sedikit, sudah cari suasana baru,” celetuk salah satunya.
Kisah para asisten itu begitu merasuki Bella, sampai konsentrasinya terpecah. Bahkan sempat mengabaikan putra semata wayangnya yang sibuk mengejar capung.
Tersentak saat mendengar celotehan Real. Bella, kembali memusatkan perhatian pada putranya.
“Real, kita pulang sekarang, Nak. Ini sudah siang,” panggil Bella, mendekati putranya. Sepanjang perjalanan, Bella memupuk curiganya. Kata-kata Rania dan rumpian para asisten membuat Bella semakin was-was dan hati-hati. Perasaannya kian tidak tenang.
***
Sepanjang hari, Bella terlihat termenung. Menemani Issabell dan Real dengan setengah hati. Separuh jiwanya mengepakan sayap, terbang bersama Bara. Tersemat curiga yang sama, saat mengingat kembali bagaimana Bara yang setahun belakangan sering beralasan keluar kota setiap pulang malam.
“Mudah-mudahan Mas Bara tidak termasuk golongan suami-suami seperti itu,” bisik Bella pelan. Menemani Real tidur siang, Bella yang biasanya ikut memejamkan mata tidak bisa tidur kali ini. Bolak balik menepuk punggung putranya, berharap Real cepat terlelap.
Hampir setengah jam, akhirnya ibu muda itu bernapas lega. Perlahan keluar dari kamar putranya, melangkah menuju teras samping. Ragu-ragu, akhirnya Bella menghubungi suaminya melalui sambungan video call. Hal yang jarang dilakukannya selama ini.
Menunggu panggilan itu tersambung, jantung Bella berdegup kencang. Layaknya gadis remaja yang sedang jatuh cinta, menghubungi sang pujaan hati. Tak lama, muncul wajah Bara memenuhi layar ponselnya.
“Bell, ada apa menghubungiku?” Bara tersenyum, menyapa. Wajahnya sumringah, terlihat bahagia dari biasanya. Bagaimana tidak, sepanjang sejarah pernikahannya, baru kali ini Bella melakukan panggilan video call.
“Mas ... sedang apa?” tanya Bella, ragu. Rasanya memalukan saat tertangkap basah mencurigai suaminya sendiri.
“Aku sedang makan siang, Bell. Anak-anak sedang apa? Ada apa menghubungiku, Bell?” tanya Bara. Terselip heran di dalam nada bicara Bara. Bukan hal biasa, Bella menghubunginya tanpa ada hal penting.
“Anak-anak tidur, Mas. Kakak masih les piano,” sahut Bella, tersenyum datar.
“Kamu sudah makan siang? Ada apa menghubungimu, Bell?” tanya Bara.
“Aku ... aku ....” Bella terdiam. Tanpa sengaja sudut matanya menangkap penampakan seorang wanita yang duduk di sisi Bara. Sekelebatan, tetapi jelas terlihat. Muda dengan rambut panjang tergerai. Duduk di sisi suaminya sedang menikmati sesuatu di atas piringnya.
Deg—
“Mas ....”
“Ya, Sweetheart.”
“Mas sedang di mana? Bukannya Mas di luar kota?” tanya Bella, mencari tahu.
“Ya, Bell. Ini masih di Puncak. Makan siang bersama Donita dan Dion,” sahut Bara santai.
“Donita ... siapa, Mas?” tanya Bella ragu-ragu.
“Sekretaris baru, Bell.”
“Hah? Sekretaris yang lama ke mana, Mas?” tanya Bella, semakin penasaran. Tidak biasanya ia bertanya banyak hal tentang pekerjaan suaminya. Selama ini, Bella memilih tidak mau terlalu ikut campur.
“Yang lama sudah dipindahkan ke divisi lain, Bell. Kerjanya hamil terus setiap tahun. Sudah seperti lebaran saja. Sebentar-sebentar cuti hamil, sebentar-sebentar cuti melahirkan.” Bara mengeluh.
“Hah! Benarkah? Sekarang siapa, Mas?” tanya Bella, mencari tahu.
“Aku meminta Dion mencarikan yang baru tamat kuliah. Yang masih belum punya pacar. Jadi aku tidak dipusingkan lagi.” Bara menjawab dengan santai. Tanpa tahu istrinya menyimpan kecurigaan.
“Namanya Donita,” ucap Bara, mengarahkan kamera ponselnya tepat pada wajah cantik Donita.
Deg—
Bella terpana melihat seberapa cantiknya sekretaris Bara yang baru. Terlihat masih muda, wajahnya manis dengan rambut hitam panjang tergerai. Cantik sempurna! Dan yang membuat Bella ketar-ketir saat mendapati gadis itu jauh lebih muda dari sekretaris Bara yang lama.
“Mas ... malam ini pulang jam berapa?” tanya Bella, mengalihkan pembicaraan.
“Kalau tidak macet jam delapan mungkin sudah tiba di rumah.” Bara menjawab santai.
“Oh, ya sudah. Aku menunggu Mas di rumah.” Bella mematikan sambungan teleponnya.
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Aisyah Septiyasa
Bakal jd cobaan bella lg nih
2022-12-03
0
Siti Sarfiah
kayaknya bara cari gara" lagi mau d tinggal istrinya lagi baru sadar
2022-10-22
0
Nur Lizza
lanjut
2022-10-22
0