Ayah selalu berpesan padaku untuk
membuka mata sebelum cahaya matahari tiba, “ Paling
lambat, ketika bintang timur menyentuh garis ufuk, engkau harus bangun dari
mimpi, masuk ke alam nyata, memulai ikhtiar untuk mewujudkan semua himmah! ”
Suara gemuruh seantero
langit membuatku bangkit dari ketertegunan. Entah mengapa aku tiba-tiba berada
di atas geladak kapal yang begitu luas. Lalu terdengar suara gemuruh panjang
laksana sangkakala, yang disusul tiupan angin yang mendesir dari hamparan
samudra. Angin kencang itu menggoyahkan kapal.
Aku oleng. Sebelum
terjatuh, badanku terhempas pada orang yang berada disampingku. Aku berusaha
berpegangan padanya, namun kami berdesakan, di kapal ini ada ribuan orang. Aku
baru menyadarinya.
“Akkhh !!!” Suara itu
begitu panjang. Itu bukan gemuruh guruh yang biasa ku dengar di musim badai.
Itu suara sangkakala di atas cakrawala. Nun jauh di atas langit sana, ku lihat
satu titik kecil, sebentuk kerucut yang memusing semakin cepat dan semakin
dekat, membuat pusaran angin. Pusaran itu mengundang gelombang- gelombang angin
mendekati bahtera dimana aku berada.
“Akhh . Ya Allah.” Aku
pasrah. Guncangan ini begitu kuat. Dan bahtera pun tak sanggup bertahan dari
pusaran angin dari langit. Sisi kanan kapal melonjak, naik melebihi anjungan. Kapal
raksasa ini tenggelam perlahan-lahan.
Aku terpeleset. Ribuan
orang tumpah ke sisi kiri kapal, sebagian manusia- manusia lainnya jatuh ke
laut. Begitu juga dengan diriku, jatuh ke laut bersama ribuan bahkan jutaan manusia-
manusia dalam bahtera ini jatuh ke dalam lautan. Lautan sebentuk lautan cahaya.
“Akkhhhh!!!”
“Akhhh ! blup…” Aku
tenggelam. Aku menggapai-gapai. Aku dihempas gelombang yang naik dan turun
sebelum tenggelam.
“Ahhh…” Aku melihat
satu cahaya. Aku membuka mata. Ternyata aku bermimpi.
Aku bermimpi, seperti
mimpi yang begitu nyata. Badanku basah bukan oleh siraman air laut, tapi hanya
keringat. Badanku basah oleh keringat. Aku melirik pada jam dinding. Subuh
segera datang. Aku mesti bergegas untuk bersiap diri ke sekolah.
Hanya sebuah mimpi,
suatu dimensi yang terbentuk dalam imajinasi manusia. Mimpi terbentuk ketika
otak memancarkan gelombang alpha dengan frekuensi 8-12 Hz. Oleh karena itu
mimpi menghasilkan sebuah pancaran energi yang dapat berbentuk positif atau
negatif. Energi tersebut dipercaya dapat membuat sebuah mimpi menjadi nyata,
atau sebaliknya, kadang pula ada yang menyatakan mimpi sebagai jawaban dari
sebuah doa, firasat bisa jadi. Begitu yang dituliskan dalam sebuah artikel yang
pernah aku baca.
Hanya sebuah mimpi yang
dapat diingat dan dilupakan, Aku bermimpi tenggelam dalam lautan cahaya,
terombang- ambing sampai azan berkumandang.
“Allahuakbar …” Azan
memecah subuh yang hening.
Subuh adalah waktu yang
ajaib. Dalam subuh itu Tuhan membuka kesempatan untuk mengubah takdir manusia
melalui sebuah doa yang dipanjatkan dalam subuh itu.
Sesungguhnya Tuhan
memberikan dua macam takdir dalam hidup manusia, takdir yang sudah menjadi
ketetapan tuhan dan takdir yang berada di bawah pijakan kaki manusia. Takdir
yang tidak dapat dirubah dan takdir yang diberikan kesempatan untuk
mengubahnya. Dan memanjatkan doa pada saat subuh adalah salah satu jalan
mengubah takdir. Doa yang dipanjatkan setelah selesai sembahyang subuh.
“ Ya Allah , tunjukkanlah aku jalan terbaik”
Siapa temanmu, siapa lawanmu,
hal itu dapat diketahui pada suatu massa yang terkenal di sekolah. Momentum
yang paling tepat untuk mengetahui karakter orang yang berada didekatmu, apakah
musuh ataukah teman adalah ulangan harian.
Momen yang membuat dua
teman baik yang selalu bersama bisa sibuk dengan urusan masing- masing, atau
sebaliknya keduanya sibuk menyusun stategi bersama. Momen yang mengakibatkan
dua orang yang hanya sesekali bertegur sapa, tiba-tiba duduk belajar bersama,
bertanya, atau menyusun siasat, laksana tentara mengatur strategi perang.
Satu- persatu mata
pelajaran mulai menunjukkan eksistensinya. Ulangan harian merupakan suatu
metode feedback untuk mengetahui
seberapa jauh kualitas peserta didik, seberapa jauh kualitas pembelajaran.
Ulangan harian dapat digunakan untuk menilai diri dengan jujur. Kejujuran
adalah landasan proses pembelajaran.
Membaca bukan sekedar
membaca, namun menghapal. Menghapal bukan sekedar menghapal, namun memahami.
Aku memahami kandungan dari setiap paragraph dalam buku teks pelajaran
akuntansi yang sebentar lagi akan dilaksanakan ulangan hariannya. Untuk itu
kelas dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama sedang melaksanakan ulangan harian
di dalam kelas selama 45 menit ke depan. Selanjutnya aku yang berada pada sesi
kedua, berada di luar kelas membaca dan memahami apa yang ada di dalam buku
pelajaran akuntansi, akan menyusul setelahnya.
Ada satu kata bercetak
tebal pada sudut kanan atas buku yang aku baca. Pada bagian akhir paragraph
pertama, sebagai pembuka pada pengantar buku teks, sebagai motivasi bagi
peserta didik untuk terus melanjutkan bacaannya, STAN, Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara. Tidak pernah aku bayangkan bahwa kata itu akan mempengaruhi kehidupanku
beberapa tahun nanti.
STAN, yang aku baca
dari buku teks itu, adalah sebuah sekolah tinggi untuk orang- orang yang
berbakat dalam pelajaran akuntansi. Kampusnya berada di Bintaro, sebuah daerah
di Pulau Jawa.
“Liel, sebentar lagi
sesi kedua, lihat mereka sudah keluar.” Kata Herman temanku dalam sesi kedua.
Memang benar, tampak beberapa dari anak- anak sesi pertama telah keluar.
“Yok, bangkit.” Kataku,
lalu beberapa anak mengatur posisi. Posisi mementukan prestasi juga. Ronald
menghampiriku dan Herman juga.
“Kita dekat ya Liel.”
“Sip …” Aku pahami,
Guru Akuntansi itu killer. Dia
perempuan muda yang suka memukul. Dia
kerap kali memukul tangan yang tidak menulis ringkasan memakai kayu keras
dengan begitu kuat. Dia memukul beberapa kali sampai memejamkan mata karena
benci. Aku melihatnya sendiri.
Aku duduk di sudut
depan sebelah kanan. Ronald lebih di kanan lagi, dia di tepi dinding. Sedangkan
Herman berada disebelah kananku. Begitu mereka mengambil posisi. Kemudian
lembar soal ulangan harian diberikan. Guru Akuntansi itu melangkah keras,
matanya menyipit menyiratkan rasa kebencian. Awas bagi mereka yang curang,
begitu ancaman guru honorer itu.
Pada pertengahan waktu,
Herman sudah gelisah dibelakang. Dia sudah gelisah, mulai mendorong-dorong
kursiku dengan kakinya dari belakang. Aku diam, lalu memperbaiki cara dudukku,
agar dia dapat melihat lembar jawabanku. Ronald yang berada di sebelah juga
mencuru-curi kesempatan untuk bertanya kepadaku, meskipun soal kami berbeda
versi. Mereka tidak belajar.
Pada akhir waktu aku
telah memenuhi semua lembar jawaban. Aku telah selesai di awal. Aku diam
menunggu waktu berakhir.
“Hei ! disana !” Teriak
guru itu kepada kami. Keadaan lalu tenang dan aku duduk dengan tenang.
Pada suatu detik yang
hening. Detik yang membekukan ruang. Bagaikan terowongan yang menghubungkan
ruangan dengan waktu yang jauh di masa depan. Kejadian di dalam ruang yang
menggores Amygdale.
***
Oktober 2016.
Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, yang
apabila segumpal daging itu baik maka seluruh tubuh itu akan baik, dan apabila
segumpal daging itu rusak maka seluruh tubuh itu pun akan rusak. Begitu kalimat
yang disabdakan oleh nabiku. Dan segumpal daging itu adalah qalbu. Qalbu yang
diyakini oleh para ahli fisiologi sebagai Amigdala, yaitu perkumpulan
sekumpulan syaraf yang berbentuk seperti kacang almond. Hal ini disebabkan oleh
ciri- ciri fungsi yang sama antara Qalbu dengan Amigdala.
Amigdala merupakan
bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap
reaksi emosi. Di dalam amigdala tersimpan sebuah kenangan baik dan buruk
tentang kejayaan dan kegagalan, harapan dan ketakutan, peristiwa yang indah dan
kejadian traumatik. Sebuah kejadian buruk merupakan sebuah tekanan yang menggores
syaraf halus pada amigdala. Luka pada bagian dalam tubuh dapat sembuh bila
tampak dari luar. Namun perasaan sedih dan sakit akan tetap ada tersimpan dalam
memori otak manusia. Tersimpan jauh di dalam kerumitan lorong- lorong terdalam
amigdala.
Sungguh luar biasa
Tuhan menciptakan sebuah Amigdala, andaikan otak manusia diciptakan seperti
sebuah computer, tentu aku dapat mendelete setiap bagian buruk yang ingin aku lupakan. Tentu tidak akan ada sebuah
tempat yang aku tidak mau berada disana. Walaupun tidak ada dendam pada
siapapun tetapi sebuah tempat, SMA di Atas Bukit, tempat yang membuat satu
simpul Amigdala di otakku kembali terluka kalau saja aku berada disana, kalau
saja ada yang mengingatkanku pada tempat itu.
Sungguh kasihan korban
dari tindak kekerasan yang melukai Amigdala. Walaupun korban telah memaafkan
sang pelaku kejahatan bertahun- tahun lamanya, namun luka pada Amigdala tak
bisa hilang, bahkan sampai mati, kejadian traumatik pada manusia akan terus
melukainya.
***
Pekanbaru,
Oktober 2016
Aku
tidak membenci mereka. Tapi gurat- gurat wajah mereka mengingatkanku pada masa
lalu. Mereka bertiga duduk berjajar di bangku koridor yang akan aku lewati. Tak
ada jalan lain. Aku harus melewatinya. Aku melangkah dengan jalan menunduk,
mengalihkan perhatian agar tampak santun. Aku pura- pura tidak mengenal mereka,
dan semoga juga mereka telah melupakan aku.
Ketika
kakiku hendak sampai di mendekati pintu, salah satu dari mereka memanggilku,
dia memanggil namaku.
“Liel
…”
“Liel…”
Bunyi itu menggema di sepanjang koridor. Gelombang suara itu menggemakan ruang-
ruang dalam memoriku. Aku berpaling, balik kanan dan tersenyum kaku. Kemudian
sesopan mungkin aku bersalaman pada mereka.
“Masih
ingat dengan SMA di Atas Bukit ?” Kata salah satu dari mereka. ‘Sreg’ Amigdala
dalam otakku berdenyut, merangsang percepatan seksresi andrenalin untuk
meningkatkan pengeluaran hormon insulin, jantungku berdetak cepat.
“
Masih Pak, Buk” Ucapku, tersenyum kecut, beberapa saat keadaan menghening.
“Bapak
masih ingat semuanya…” Kata Bapak itu.
“Secara
detail” Lanjut Ibu guru yang lain.
“Sudah
sebelas tahun berlalu, Bu” Ucapku langsung.
“Bahkan
siluet- silet bayanganmu, saat duduk di bangku ruang kelas setelah peristiwa
itu. Ibu masih bisa mengingatnya secara detail.” Jelas Ibu Guru itu, kemudian
dia melanjutkan, “ketika Ibu masuk ke ruang kelasmu, setelah terjadi peristiwa
yang merenggut kecerianmu, rasanya baru kemarin”
“Mmmm”
Aku terdiam. Pikiranku menerawang.
***
Tahun 2005
Ronald mencolek bagian
pinggangku. Ia tahu soal ulangan harian kami berbeda versi. Mungkin ada satu
hapalan yang tidak ia ingat. Ia bermaksud bertanya kepadaku. Aku yang berada di
sampingnya menoleh.
Perempuan itu, ia
melangkah laju mendekatiku. Ia mengambil dua buah buku tebal, buku teks pelajaran
akuntansi, kedua buku itu tumpuk dipadukannya. Paduan buku yang sudah menjadi pemukul itu diangkatnya tinggi. Kemudian
melayang sekuat tenaganya pada kepalaku, pada kepalaku. Tepat mengenai telinga pada bagian kiri
kepala, wajahku terpental. Suasana hening dan berdenging, aku terdiam dan
aku tidak melawan, juga tidak menangis. Aku diam.
Perempuan itu, ibu guru
bermata tajam penuh kebencian. Ia memukul kepalaku kembali, untuk keduakalinya,
saat telingaku masih berdengung. Bagian kepalaku panas, pasti kemerahan bila
dilihat dari kaca. Sumpah demi Tuhan yang aku sembah perempuan itu juga
merobek- robek kertas jawaban ulangan harian yang telah aku selesaikan.
Kelas hening. Semua mata
tertuju padaku.
Apa
salahku ?
Bukankah
Romald yang memanggilku.
Mengapa
aku yang dipukul ?
Ternyata Ronald adalah
bagian dari keluarga perempuan itu. Aku baru mengetahuinya di kemudian hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Dian SAsmadi
aku benci kekerasan. 😫
2020-09-12
1
Sua Haley
baguss, tapi kurang rapi Thor
2020-05-28
2
Sutan Azis
keren ceritanya, penuh makna, dengan gaya bahasa yang terlihat jelas sudah sangat berpengalaman. Tapi mungkin mau kasih masukan sedikit. Maaf, hanya masukan. Elipsis jika di tengah kalimat berisikan tiga titik, tapi kalau di akhir kalimat menjadi empat titik, karena setiap kalimat yang di akhiri harus ditandai dengan titik.
2020-03-28
1