Kinara hanya terdiam di tempatnya, hanya matanya saja yang berkeliaran. Kepalanya juga tak jarang menoleh ke kanan dan ke kiri.
Embusan angin yang menyapanya membuat ujung bajunya bergoyang.
“Nona, apa yang kamu lakukan di sini?”
Kinara langsung menoleh ke arah suara. Ia secara otomatis tersenyum saat melihat kakek tua menyapanya.
“Halo kakek, sepertinya aku salah tempat.” Kinara mengucapkannya dengan sedikit canggung.
“Apakah kamu sedang mencari seseorang?”
“Ya, seseorang telah memberiku alamat ini tapi aku tak menyangka bahwa alamat yang dituju adalah tempat pemakaman.”
Kakek itu mengernyitkan keningnya sambil melihat secarik kertas, “Ya. Ini tidak salah. Alamatnya memang ada di sini.”
“Apa?” Kinara jelas saja merasa terkejut.
“Siapa yang kamu cari?”
“Kim Junhui.”
“Kim Junhui? Apakah kamu Kinara?”
“Bagaimana kakek tahu?”
Saat ini Kinara berada di depan sebuah gundukan. Matanya jelas melihat nama yang tertera di batu nisan. Tak hanya nama fotonya juga berada di sana.
Kinara tak banyak berucap. Bibirnya kelu. Hanya kabut di dalam matanya yang tampak menyedihkan.
Niat untuk datang ke Korea untuk melihat ayahnya namun ia tak menyangka bahwa ia akan melihat batu nisannya.
“Sebelum ayahmu meninggal. Dia sudah memesan tempat ini. Sepertinya dia sudah mengetahui bahwa umurnya tak panjang lagi.”
Kinara masih terdiam dengan mata menunduk melihat nama ayahnya.
“Keinginannya waktu itu adalah ingin melihatmu. Dia merasa bersalah atasmu. Meskipun aku tak banyak mengetahui kenapa? Dan apa yang dia perbuat dulu? Tapi dia tulus mengatakannya.”
Kakinya otomatis seperti jeli. Mendung yang sedari tadi di matanya pada akhirnya turun menjadi hujan yang sangat menyakitkan.
“Dia memberikan ini padaku untuk menyerahkannya padamu.”
Kakek itu menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna cokelat. Dengan gemetaran, ia menerimanya.
Perlahan tangan Kinara membuka kotak itu dan melihat benda di dalamnya. Kilasan-kilasan masa lalunya berputar secara otomatis di benaknya.
Seperti film yang berputar, masa lalunya bersama ayah dan ibunya ditampilkan dengan sangat apik.
Seperti keluarga yang harmonis, layaknya film yang akan tamat dengan cerita membahagiakan tapi siapa sangka. Keberadaan seseorang membuat ayahnya berpaling dari ibunya.
Saat itu ayahnya diketahui berselingkuh dengan teman baik ibunya, Yun Shishi. Tentu saja Kinara marah karena ayahnya menghianati ibunya.
Ibunya memberikan surat gugatan perceraian pada saat itu dan kembali ke Indonesia. Namun Kinara tak ingin kembali ke Indonesia, ia ingin hidup dengan ayahnya dengan berharap bahwa ayahnya akan kembali ke pangkuan ibunya.
Tapi sepertinya tak semudah yang ia bayangkan trik yang dimainkan oleh Yun Shishi dan putrinya menyudutkannya hingga membuat ayahnya murka padanya.
Kinara yang waktu itu marah langsung melepas kalung pemberian ayahnya dan membuangnya. Ia lalu pergi menuju ke tempat ibunya tinggal.
Siapa sangka beberapa tahun lamanya. Kalung yang ia buang kembali ke tangannya. Bukankah berarti ayahnya masih mencintainya?
Melihat emosi yang ditekan Kinara membuat kakek itu ikut merasakan kepedihan yang dia rasakan. Kakek itu pergi meninggalkan Kinara untuk memberikan ruang agar emosinya dapat di salurkan.
Matanya memerah. Ia menggigit bibirnya mencoba untuk menahan air matanya. Namun pada akhirnya Kinara luruh bersama air matanya. Tangannya mengepal erat.
“Ayah, bagaimana bisa kamu meninggalkan aku dan ibu? Kamu belum sempat menghapus luka yang dulu kamu torehkan. Kamu tidak diizinkan untuk pergi!”
Kinara meraung di sana. Emosi yang ia tekan selama ini langsung ditumpahkan.
“Bagaimana aku memberitahukan pada ibu? Ibu sangat ingin melihatmu.”
Di tempat lain seseorang juga tengah menangis meraung karena melihat riwayat kesehatannya sendiri. Manajernya kembali dan menyerahkan hasil dari pemeriksaan kemarin yang dia lakukan.
Hasilnya, penyakit yang tak pernah ada di bayangannya kini hinggap di tubuhnya.
“Winter, jangan menangis. Ibu ada di sini. Peralatan rumah sakit sekarang sudah canggih kamu pasti akan sembuh.”
“Ibu, lalu bagaimana dengan karirku? Bagaimana dengan pernikahanku dengannya? Aku sudah menghabiskan waktuku agar dia melihatku tapi bagaimana jika ia mengetahui tentang penyakitku? Dia akan meninggalkanku.”
“Winter kita akan mencari solusinya,” ucap Minji, manajernya.
“Ya, pertama-tama kita akan menyembuhkan penyakitmu dulu. Kita akan ke Amerika untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik.”
Winter terdiam sejenak. Pikirannya menerawang. Kemungkinan-kemungkinan terburuk muncul di benaknya.
Jika dia berada di Amerika, bagaimana dengan karirnya yang ia bangun dengan susah payah? Jika ia pergi ke Amerika, bagaimana dengan pernikahannya? Pernikahannya terhitung beberapa hari lagi.
Jika ia membatalkan pernikahannya, dia akan semakin membencinya. Ia sudah berjalan sejauh ini, bagaimana bisa ia melepaskannya begitu saja.
“Ibu, aku tidak mau!”
“Bagaimana bisa kamu menjadi keras kepala seperti ini?”
“Aku tidak mau meninggalkannya ibu! Aku ingin menikahinya!”
“Lalu dengan kondisimu yang seperti ini, apa kamu bisa berjalan? Kesehatanmu saat ini lebih penting.”
“Aku punya ide,” ucap Minji tiba-tiba.
“Apa?”
“Bagaimana jika kamu mencari pengganti dirimu? Saat aku menuju ke sini tadi. Aku melihat gadis yang sangat mirip denganmu, hanya saja gadis itu lebih pendek darimu tapi figur wajah kalian hampir sama.”
“Apa yang kamu bicarakan? Apakah kamu gila? Tidak ada yang akan menggantikan Winter.”
“Ibu ini adalah ide yang bagus. Sementara aku berada di Amerika untuk berobat. Penggantiku di sini akan melakukan kegiatan karirku dan juga memperbaiki hubunganku dengannya.”
“Winter...”
“Aku mohon ibu.”
Yun Shishi melihat putrinya yang memelas dan hanya bisa merasa pasrah dengan keputusan yang diambil putrinya. Ia hanya akan mendukungnya apa pun keputusannya.
“Minji, aku setuju dengan idemu.”
“Tapi masalahnya gadis itu sudah pergi. Aku tidak tahu dia berasal dari mana?” ucap Minji sambil menunduk canggung.
“Tidak apa-apa, aku tahu orangnya. Ibu suruh orang untuk ke tempat pemakaman. Aku yakin dia masih di sana.”
.........
Langit mulai menjadi gelap. Kerlip lampu indah kini menyala digelapnya malam. Kinara menghembuskan napasnya beberapa kali.
Kini dirinya duduk di ruang tunggu bandara. Perasannya bingung, ia masih linglung. Haruskah ia pulang sekarang juga atau kah besok.
Jika pulang sekarang, dia belum menyiapkan jawaban untuk ibunya. Jika ia pulang besok, ia tidak mempunyai uang lebih untuk menyewa sebuah penginapan.
Di atas kebingungannya, ia iseng menyentuh layar ponselnya. Secara acak ia mulai menyentuh-nyentuh aplikasi di sana dan tanpa sengaja Kinara membuka kontak.
Karina secara acak juga menggeser-gesernya dan entah kenapa tangannya terhenti pada satu nama, yaitu Lee Hyuk.
Kinara ragu untuk mengetikkan pesan padanya. Sudah lama sekali semenjak ia meninggalkan Korea. Kinara sudah tak bertukar kabar dengan Hyuk.
“Apakah nomornya masih aktif?” gumamnya.
Entah keberanian seperti apa yang hinggap pada diri Kinara. Namun gadis itu memberikan pesan singkat dan segera ia kirimkan padanya.
Setelah beberapa menit menunggu. Tidak ada balasan dari seberang membuat Kinara melihat keramaian bandara.
Ponsel Kinara langsung berdering membuatnya langsung terkejut karena pria yang sudah lama tak bertegur sapa sekarang meneleponnya.
“Halo.”
“Kamu masih di bandara kan? Tunggu di sana. Jangan pergi!”
“Aku...”
Sambungan terputus secara sepihak membuat Kinara tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Kinara menatap layar yang sudah gelap itu. Kebingungannya tiba-tiba semakin menggunung.
Silent Readers dilarang mampir....habis baca tekan like...
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
terharu aku baca di part ini
2024-06-18
0
Seniwatiw Seniwatiw
ok
2022-04-25
0
Nur Aini Tarigan
lanjut
2021-03-04
0