"Eland, maafkan Kakak pergi dengan cara seperti ini. Jangan marah ya, Kakak sudah tidak tahu lagi harus kemana mencari ayah dari bayi ini. Dia menghilang, dia pergi meninggalkan Kakak begitu tahu kalau Kakak sedang hamil anaknya. Kakak tidak sanggup menahan beban ini seorang diri Eland, Kakak malu. Sekali lagi maafkan Kakak ya. Kakak menyayangimu ....
...Lolia...
Mata Eland perlahan-lahan terbuka. Keringat dingin nampak mengucur membasahi wajahnya yang sedikit pucat. Ya, dia baru saja mengalami mimpi yang sangat buruk. Mimpi dimana dia kembali membaca surat yang ditinggalkan kakaknya sebelum bunuh diri.
"Kak Lolia, kenapa kau tega meninggalkan aku? Kau begitu egois membiarkan aku seorang diri di dunia ini. Kau tidak seharusnya berkorban nyawa hanya demi lelaki bajingan yang sudah menyia-nyiakanmu dan juga calon keponakanku. Masih ada aku Kak, masih ada aku yang akan merawat kalian berdua. Aku sama sekali tidak keberatan bertanggung jawab pada anakmu nanti. Kenapa kau bisa sebodoh ini Kak Lolia," ratap Eland lirih dengan mata berkaca-kaca.
Saat Eland tengah memikirkan kebodohan yang di lakukan oleh sang kakak, tiba-tiba saja wajah Clara melintas di matanya. Dia yang sedang bersedih langsung terbakar api kebencian begitu teringat jika gadis itu adalah adik dari pria yang telah membuat kakaknya pergi dari dunia ini. Sambil menggeram marah, Eland segera turun dari ranjangnya. Dia berniat memelampiaskan amarahnya pada gadis itu.
"Selamat pagi, Tuan Eland."
Langkah Eland terhenti tepat di depan pintu kamar ketika dia mendengar sapaan dari Bibi Yumna, pelayan yang sudah mengabdi di keluarganya sejak dia masih bayi. Dengan tatapan datar, Eland bertanya pada pelayan yang kini sedang menundukkan kepala.
"Ada apa?"
"Em itu, Tuan. Anu," jawab Bibi Yumna ragu.
"Apa?" sentak Eland tak sabar.
Bibi Yumna memberanikan diri untuk menatap wajah pria yang sudah diasuhnya sejak kecil. Ada segurat kesedihan di matanya melihat perubahan besar yang terjadi pada pria ini. Pria yang dulunya begitu hangat kini berubah bagaikan monster yang sangat mengerikan setelah kematian Nona Lolia, anak sulung di keluarga ini. Bibi Yumna menyaksikan sendiri bagaimana sang majikan berubah dari pria berhati lembut menjadi pria yang berhati bengis layaknya iblis. Hubungan mereka yang dulu begitu akrab layaknya ibu dan anak kini berjarak seperti orang asing. Kendati demikian, Bibi Yumna tetaplah sangat menyayangi Tuan Eland. Dia yakin suatu saat pria ini pasti akan kembali seperti dulu. Hangat dan menyenangkan.
"Membuang waktu saja!" kesal Eland kemudian melangkah pergi dari sana.
"T-tunggu dulu, Tuan Eland!" cegah Bibi Yumna dengan cepat. "Itu, Nona Clara demam. Mungkin dia sakit karena luka yang ada di tubuhnya mulai terinfeksi."
Langkah Eland langsung terhenti. Dia sedikit kaget ketika mendengar hal tersebut. Selama delapan bulan dia menyekap Clara, belum pernah sekali pun gadis itu jatuh sakit. Ini adalah yang pertama kali, dan entah kenapa ada sedikit kekhawatiran di dalam benak Eland.
"Tuan Eland, apa tidak sebaiknya Nona Clara di bawa ke rumah sakit saja? Kasihan dia, Tuan. Tubuhnya benar-benar sangat panas," bujuk Bibi Yumna dengan lembut.
"Tidak perlu!" sahut Eland meragu. "Sekarang bantu dia pindahkan ke kamar lain saja. Aku akan menghubungi temanku untuk memeriksanya di sini."
Bibi Yumna mengangguk lega. Dia sangat yakin kalau pria ini tetaplah seorang pria yang baik hati seperti dulu. Namun masih terbelenggu oleh kemarahan dan juga bisikan iblis yang sangat jahat. Sebelum majikannya berubah pikiran, Bibi Yumna bergegas pergi untuk menolong gadis malang itu. Dia sudah sangat tidak tega melihat keadaannya sejak tadi pagi.
"Bibi," ....
"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Bibi Yumna setelah berbalik badan.
Eland meragu. Dia kemudian bicara tanpa berani menatap wajah pelayannya.
"Beri gadis itu makanan yang bergizi setelah dia bangun dan pastikan suhu kamarnya hangat. Aku tidak mau temanku terkejut saat melihat keadaannya nanti."
"Baik, Tuan Eland," sahut Bibi Yumna penuh haru. "Kalau begitu saya permisi."
"Ya," jawab Eland singkat.
Sepeninggal Bibi Yumna, Eland diam mematung di tempatnya berdiri. Dia heran dengan respon hatinya yang tiba-tiba peduli dengan kondisi Clara. Bukankah seharusnya dia merasa senang jika gadis itu menderita? Tapi kenapa sekarang malah jadi seperti ini? Aneh.
"Ahhh, persetan dengan semua itu!" gumam Eland kemudian kembali masuk ke dalam kamar.
Dengan malas Eland terpaksa menghubungi Harvey, temannya yang berprofesi sebagai dokter. Dia mengumpat kasar saat Harvey tak kunjung mengangkat panggilannya.
"Brengsek, kemana perginya begundal itu?"
Sambil menggerutu Eland terus menghubungi nomor Harvey hingga panggilannya itu mendapat respon.
"Halo El, ada apa menghubungiku sepagi ini?"
Eland berdecak jengkel saat mendengar suara serak dari seberang telepon. Temannya ini masih tidur ternyata. "Cepat datang ke mansionku sekarang juga. Gadis itu sakit!"
"Apaaa? Clara sakit? Dia sakit apa, El? Kau tidak melakukan sesuatu yang buruk padanya kan?"
"Berisik!" sentak Eland emosi. "Mau aku melakukan apa kepadanya itu tidak ada hubungannya denganmu, Vey. Sekarang kau cepat bangun dan datang kemari atau kudepak kau dari rumah sakit tempatmu bekerja sekarang. Cepat!"
"Tentu saja itu ada hubungannya denganku, El. Clara itu manusia, dia tidak salah apa-apa. Kau sadar tidak kalau kau itu sudah melanggar hak asasi manusia karena telah menyekap Clara selama berbulan-bulan lamanya. Kasihan Clara, El. Kau tidak seharusnya memperlakukan dia sampai seperti ini. Dia butuh kebebasannya sendiri."
Eland meradang saat mendengar ceramah dari Harvey. Sambil menggeretakkan gigi dia kembali mengancam temannya itu. Eland sangat tidak suka urusan pribadinya di ganggu, terlebih lagi itu menyangkut sesuatu yang berhubungan dengan kematian kakaknya. Dia tidak akan membiarkan siapapun mengacau, termasuk sahabatnya sendiri.
"Jangan coba-coba menceramahi aku, Vey. Sekarang kau cepat datang kemari lalu periksa gadis itu atau aku akan langsung memutasimu ke tempat yang jauh. Sekarang Harvey!"
Tanpa mendengarkan Harvey yang sedang berbicara, Eland langsung memutuskan panggilan. Dia mengumpat marah sambil meremas rambutnya sendiri.
"Brengsek kau, Rian. Gara-gara perbuatanmu sekarang hidupku jadi seperti neraka. Lihat saja, kalau kau masih tidak mau menyerahkan dirimu padaku, akan kubuat adik kesayanganmu itu hidup segan mati tak mau. Aku bersumpah untuk itu semua, Rian. Aarrgghhhhh!!!"
Sambil terus mengumpat kasar Eland melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Dia membutuhkan sesuatu untuk mendinginkan kepalanya yang terasa begitu panas karena emosi.
Cukup lama Eland berada di bawah guyuran air shower sebelum akhirnya dia meraih handuk kemudian melilitkan di pinggangnya. Dengan tatapan mata yang begitu dingin, Eland memandangi pantulan wajahnya di cermin. Menyedihkan, itu yang dia lihat.
"Aku tidak percaya Tuhan menggariskan nasib yang begini menyakitkan untukku. Ayah, Ibu, Kak Lolia, kalian semua pergi meninggalkan aku sendirian di sini. Lalu apa artinya aku hidup jika tak ada orang terkasih di dekatku? Untuk apa aku memiliki ini semua jika aku hanya hidup sendirian? Kau sangat tidak adil, Tuhan. Kau memberiku banyak kemewahan akan tetapi membuat hatiku kosong. Kenapa kau tidak ambil nyawaku saja agar aku bisa berkumpul dengan keluargaku di surga? Ini tidak adil, Tuhan. Tidak adil!" gumam Eland lirih.
*****
...💜 VOTE, LIKE, COMMENT, DAN RATE BINTANG LIMA YA GENGSS......
...💜 IG: rifani_nini...
...💜 FB: Rifani...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Ani Smc
kasian banget si clara. kok ada ya manusia sekejam eland 😭
2022-06-22
0
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔STEVIE𝒜⃟ᴺᴮ
kasian clara, dia yang kena hukumannya atas kesalahan kk nya
2022-06-16
0
Leo
terkadang bukn tuhn yg mengatur jalan hidup lu land tapi author nya yg kejam wkwk haha
2022-06-11
1