Bab 2

Pagi-pagi sekali, Ibu di dapur. Ibu bingung gak ada yang bisa dia masak. Aku melihat Ibu menangis di dapur. Aku langsung menghampiri Ibu.

"Ibu, kenapa Bu?" tanyaku penasaran.

"Gak apa-apa Neng, Ibu gak apa-apa." Ucap Ibu berbohong sambil menghapus air matanya.

"Ibu jangan bohong sama Fisa!" Aku langsung menatap mata Ibu.

"Ibu bingung Neng, mau masak apa, buat sarapan pagi. Beras, minyak, semua gak ada, hutang kita juga sudah menumpuk di warung." Ucap Ibuku.

"Astaghfirullah, biar Fisa nanti cari pinjaman uang ya Bu." Sahutku sambil meneteskan air mata.

"Kamu mau pinjam ke siapa Nak? jangan Nak!" pinta Ibuku.

Saat itu, hujan deras. Aku berlari-lari ke rumah Euis. Aku berlari, sampai terjatuh dan luka. Aku tidak peduli, luka di kakiku, gak seberapa di banding harus melihat keluargaku kelaparan.

"Assalamu'alaikum." Salamku sambil mengetuk pintu rumah Euis.

"Wa'alaikumsalam, Astaghfirullah... Hafisa, kamu teh kenapa? hujan-hujan begini? nanti sakit!" ucap Euis.

"Hiks-hiks-hiks... Euis, aku mau minta tolong sama kamu, kamu punya uang lima puluh ribu gak? keluargaku kelaparan, kalau aku dapat rezeki, aku ganti! atau kamu bisa ambil gaji dari aku mengajar." Ucapku sambil menangis dan basah kuyup.

"Gak ada!" sahut Ibunya Euis.

"Ibu..." panggil Euis.

"Enak saja kamu pinjam-pinjam! emang, kamu kira kita Bank! Euis, jangan mau dimanfaatkan dia! lebih baik kamu jauhi dia! Bapaknya, sudah banyak hutang di mana-mana, jangan sampai kamu seperti dia!" ucap Ibunya Euis.

"Hiks-hiks-hiks.... Ibu, tolong saya! saya butuh buat makan, nanti saya ganti Bu." Ucapku memohon demi keluargaku makan.

"Biar Abah kamu suruh cari! enak saja dia, nyuruh Anaknya ngemis-ngemis!" bentak dan hina Ibunya Euis.

"Astaghfirullah, Ibu keterlaluan! Euis gak menyangka, Ibu jahat seperti ini! istighfar Bu, istighfar!" nasihat Euis.

"Euis! masuk kamu! masuk!" tarik Ibunya Euis.

"Bu, kasihan Hafisa Bu! Euis harus bantu!" teriak Euis.

Hiks-hiks-hiks... sungguh berat, derita yang aku rasakan ya Allah. Aku harus cari uang kemana lagi? Kasihan keluargaku, hiks-hiks-hiks...

Aku berjalan perlahan. Gak lama, sandal jepit yang aku gunakan putus. Sampai akhirnya, aku tidak pakai sendal. Rasa sakit batu kerikil dan derasnya air hujan, membuat aku hilang dari rasa sakit dan dingin. Air mataku, terus menetes bercampur dengan air hujan.

Aku langsung ke tempat Bu Komar. Aku meminta pertolongan pada Bu Komar. Alhamdulillah, Bu Komar membayar gajiku mengajar ngaji, meskipun gak besar, tapi cukup untuk makan seminggu keluargaku.

Sesampainya di rumah, dengan baju basah kuyup. Kang Baron hujan-hujan bersama Anak buahnya datang ke rumah untuk menagih hutang Abah. Aku melihat Ibu, Abah, dan Adikku menangis. Ibu memohon pada Kang Baron agar tidak menjodohkan Anaknya dengan Hasan Anaknya Kang Baron.

"Cukup! ada apa ini?" tanyaku sambil basah kuyup.

"Hmmm.... ini Anakmu? kenapa kamu sejak dulu gak pernah bilang sama saya Jat! pantas, Anakku tergila-gila dengan Anakmu! Anakmu begitu cantik." Ucap Kang Baron sambil merokok dan membuang asapnya ke wajahku.

"Maksud Bapak apa? datang ke rumah saya, Bapak marah-marah sama Ibu dan Abah saya? maksudnya apa?" tanyaku sinis.

"Dengar Neng geulis, Abah kamu punya hutang sama saya dua puluh juta! sampai sekarang, Abah kamu ini, belum bayar sama saya. Wajar dong, saya tagih? tapi, sayangnya Abah kamu gak bisa bayar! apa kamu sanggup bayar? ha-ha-ha...." ucap Kang Baron.

"Saya minta waktu! hutang Abah, bakal saya bayar, tapi gak sekarang!" ucapku kesal.

"Ha-ha-ha... kamu gak usah sok pahlawan geulis! mau sampai kapan? mau bunganya sampai numpuk? hah? saya mau minta hari ini! kecuali, ada syaratnya, yang harus kamu penuhi!" ucap Kang Baron.

"Apa syaratnya?" tanyaku.

"Abah sama Ibu kamu tahu, tanya saja kedua orang tua kamu!" ucap Kang Baron.

"Abah, Ibu, apa syarat dari Kang Baron? jawab Abah! Ibu!" pintaku.

"Hiks-hiks-hiks... Ibu gak setuju syarat dari Kang Baron Neng!" ucap Ibunya.

"Syaratnya apa Bu? Abah? jawab!" pintaku sambil meneteskan air mata.

"Cepatan! saya gak ada waktu buat ladenin kalian! cepat kalian ngomong sama Anak kalian!" minta Kang Baron.

"Kamu harus menikah dengan Hasan Nak, kalau kamu menikah dengan Hasan, semua hutang Abah lunas! hiks-hiks-hiks..." ucap Abah sambil menangis.

"Apa Bah, menikah dengan Hasan? gak mungkin! Hafisa gak mau! Dengar Kang, sampai kapan pun, saya gak akan pernah mau menikah dengan Anak Kang Baron!" ucapku ketus.

Kang Baron langsung menamparku, sampai bibirku berdarah. Kang Baron menjambak hijabku dengan keras sampai berantakan.

"Hafisa! hiks-hiks-hiks..." teriak Ibuku memanggilku sampai menangis dan memohon pada Kang Baron, agar tidak berbuat kasar pada Hafisa.

"Jangan sakitin Anakku! hiks-hiks-hiks... nanti, biar kami musyawarahkan dulu!" minta Abah sambil menangis.

"Teteh.... hiks-hiks-hiks..." Adikku Awalilah syok dan menangis.

"Anak kalian ini, kurang ajar sama saya! dengar! saya udah baik sama kamu, mau menolong Bapakmu! kamu harus berterima kasih, sama Hasan, karena sudah mau menyukai kamu! kalau gak gara-gara Hasan, saya gak sudi punya mantu kurang ajar seperti kamu!" bentak Kang Baron menjambak hijabku.

"Kang Baron, jangan sakitin Anak saya, hiks-hiks-hiks... saya mohon!" pinta Ibu sambil berlutut di kaki Kang Baron.

"Ibu! bangun Ibu! Ibu gak pantas berlutut sama orang kaya dia! dia bukan tuhan Bu!" mintaku sambil membangunkan Ibu.

Kang Baron belum puas ingin menghajarku. Sampai Abah menghalangi dan mengenai Abah. Tapi, Kang Baron tidak ada ibah dan rasa kasihan dengan keluargaku.

"Saya kasih waktu tiga hari! kalau kalian belum ngambil keputusan juga, saya bakal ambil rumah ini! catat semua baik-baik!" ucap Baron bersama Anak buahnya keluar dari rumah.

Banyak tetangga yang berbincang dan menggosipi keluargaku. Tapi aku dan keluarga hanya diam tidak membalas ocehan para tetangga.

"Kasihan yah, keluarga Pak Jajat. Tapi Kang Baron masih baik lho, Anaknya mau dijodohkan, buat lunasin hutang Pak Jajat. Harusnya, Hafisa tahu diri kasihan sama orang tua, lagian Hasan ganteng." Ucap tetangga.

"Udah Hafisa, nurut aja kamu! kasihan tuh, Abah kamu!" tambah lagi ucapan tetangga.

"Masuk! jangan dengarin kata mereka!" ajak Abah masuk ke dalam.

"Ibu obati lukamu ya Neng." Sahut Ibuku.

"Kenapa Ibu sama Abah gak pernah cerita sama Fisa? kenapa Ibu gak mau jujur kalau Ibu sakit. Sebenarnya, Ibu sakit apa?" tanyaku.

"Maaf Neng, hiks-hiks..." ucap Ibu malah menangis.

"Jawab Bu! kamu juga, kenapa gak berangkat sekolah?" tanyaku.

"Sebenarnya, Ibu sakit Asma Neng, maafin Ibu gak pernah cerita sama kamu. Karena Ibu gak mau menyusahkan kamu Neng, Ibu yang larang Abah bilang Kamu, hiks-hiks-hiks...." ucap Ibuku.

"Astaghfirullah... Ibu." Sahutku kaget.

Bersambung...

Terima kasih atas dukungan kalian semua, readersku dan teman- teman udah setia ikutin cerita Cinta Hafisa,semoga ceritanya bisa menghibur dan gak ngebosenin ya, di tunggu episode selanjutnya 🥰🥰🥰

Sambil menunggu cerita Cinta Hafisa boleh yuk mampir ke cerita aku yang lainnya gak kalah seru dan romantis banget cekidot 🥰🥰

- TA'ARUF CINTA

- CINTA GADIS BISU

- CINTA COWOK DINGIN

- CINTA DAN DETIK TERAKHIR

- DIARY ASMARA

Terpopuler

Comments

Noejan

Noejan

Mantap!

2020-11-25

0

💕icha mUngiL IcPutsta💕 😘

💕icha mUngiL IcPutsta💕 😘

🤧🤧sErU ka cEriTaNya

2020-10-30

0

Ummi Alkha

Ummi Alkha

ditunggu kelanjutannya ka.tetap semangat💪💪💪....dan jaga kesehatan🤗😍

2020-10-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!