Chapter — 5.

Malam itu Alena menunggu Arga pulang. Hujan deras baru saja reda, menyisakan udara lembap yang menempel di dinding rumah.

Di meja makan, sepiring ayam lada hitam sudah dingin sejak dua jam lalu. Pukul sudah lewat sebelas malam ketika suara mobil terdengar di garasi.

Arga masuk dengan wajah lelah, dasinya miring dan rambutnya sedikit berantakan.

“Maaf, lembur...” katanya singkat.

Alena menatap suaminya tanpa bicara.

Lalu dengan tenang, ia mendorong piring di depannya sedikit ke arah Arga.

“Makan dulu, aku masak sejak sore.”

Arga melihat jam. “Udah malam, Len. Aku nggak lapar.”

“Lembur di restoran?” Nada suara Alena tenang, tapi tatapan matanya menusuk.

Arga mendongak cepat. “Maksud kamu apa?”

Alena tersenyum tipis. “Aku cuma nanya, soalnya aku nemu nota restoran di saku jas kamu. Dua orang, atas nama Nadine.”

Hening.

Udara di antara mereka mendadak padat.

Arga menarik napas panjang. “Len, jangan mikir yang enggak-enggak. Itu urusan kantor...”

“Urusan kantor sampai malam? Di restoran bintang lima?” Alena masih bicara lembut, tapi ada getir yang menetes di setiap katanya.

“Len, aku capek. Bisa nggak sih jangan bahas beginian malam-malam?”

“Bisa... kalau kamu jujur.”

Arga melempar dasinya ke sofa dengan kasar, lalu berjalan ke arah kamar. “Kamu tuh selalu nyari masalah, Len! Aku kerja juga buat kamu!”

Kata “buat kamu” itu menusuk.

Karena kalau benar untuknya, kenapa rasanya justru seperti dibayar dengan kesepian?

Alena berdiri, menatap punggung suaminya.

“Kamu tahu, Mas. Selama ini aku nggak pernah minta banyak, aku cuma mau didengar. Diperhatikan sedikit aja... tapi, bahkan itu saja kamu nggak bisa kasih.”

Arga berhenti sejenak, lalu menoleh dengan wajah datar. “Mungkin kamu yang terlalu sensitif.”

Dan di titik itu, sesuatu di dalam diri Alena patah. Ia tidak berteriak, dan tidak menangis. Ia hanya berbisik pelan, “Mungkin juga... karena kamu yang sudah berhenti mencintaiku.”

Tanpa menunggu balasan suaminya, Alena berjalan ke kamar lain lalu menutup pintu. Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun pernikahan, mereka tidur di ruangan yang berbeda.

Keesokan paginya, rumah itu terasa lebih dingin dari biasanya. Arga sudah berangkat tanpa berpamitan, meninggalkan aroma parfum baru di udara.

Alena berdiri di ambang pintu, menatap sekeliling. Ruang tamu yang rapi, vas bunga di meja dan cangkir kopi bekas semalam. Semuanya tampak sama, tapi rasanya sudah tak lagi rumah.

Tak lama ia duduk di tepi ranjang, menatap koper kecil yang baru saja ia isi. Beberapa potong pakaian, dokumen-dokumen penting, laptop, dan satu album foto pernikahan yang sudah mulai menguning di pinggirnya.

Foto di halaman pertama memperlihatkan mereka tersenyum bahagia saat menikah.

Alena menyentuh wajahnya di foto itu, lalu tersenyum tipis. “Lucu, ya. Ternyata... aku pernah sebahagia itu.”

Ia tak tahu akan pergi ke mana, tapi ia tahu satu hal jika ia tak bisa terus tinggal di rumah yang membuatnya kehilangan dirinya sendiri.

Pukul sembilan pagi, ia meninggalkan rumah dengan langkah pelan.

Tak ada air mata, tak ada drama. Hanya keheningan yang menandakan akhir dari sesuatu yang sudah lama retak.

Saat mobil taksinya berbelok di ujung jalan, ponselnya bergetar.

Pesan dari Arga : [Kamu ke mana? Kenapa pergi tanpa bilang?]

Kenapa dia tau aku pergi? Apa dia ngecek Cctv?

Alena membalas pesan Arga: [Aku cuma mau cari udara segar, rumah itu terlalu sesak oleh hal yang tak lagi ada.]

Lalu ia mematikan ponselnya.

Untuk sementara, dunianya boleh diam. Ia hanya ingin menenangkan jiwanya yang lelah.

Alena menyewa kamar kecil di apartemen sederhana dekat tempat ia biasa nongkrong dulu sebelum menikah. Tempat itu tidak mewah, tapi punya jendela besar yang menghadap kota.

Setiap malam, lampu-lampu gedung menjadi penenang. Mengingatkannya bahwa dunia masih luas, dan hidupnya belum berakhir hanya karena cinta yang gagal.

Hari-hari pertama terasa sepi, tapi bukan sepi yang menakutkan. Justru di kesendirian itu, ia mulai menemukan dirinya lagi. Ia bekerja lebih fokus dari sebelumnya, ia belajar memasak hanya untuk dirinya sendiri dan rasanya entah kenapa lebih nikmat.

Namun, rasa sakit itu belum hilang sepenuhnya. Terkadang di tengah malam, ia masih teringat wajah Arga.

Bagaimana pria itu dulu tertawa, memeluknya, berjanji akan selalu melindungi. Janji yang kini... hanya tinggal kata di udara.

Suatu malam ia membuka akun media sosial tanpa sengaja, dan menemukan foto Arga bersama rekan-rekannya di acara perusahaan.

Di sebelah Arga, Nadine berdiri terlalu dekat dengan senyum manis yang tak butuh banyak tafsir.

Alena menatap foto itu lama, lalu menutup layar. Bukan untuk menyangkal, tapi untuk menegaskan pada dirinya sendiri. Ia tidak akan membiarkan foto itu menjadi alasan untuk dirinya hancur.

“Dikhianati bukan akhir dunia,” bisiknya pada diri sendiri. “Kadang, justru itu cara Tuhan membebaskan kita dari tempat yang salah.”

Pagi itu, Alena menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya masih sama, tapi ada sesuatu yang berbeda di matanya... keteguhan.

Bukan ketegasan yang dingin, tapi ketenangan yang lahir dari penerimaan. Ia duduk di meja kecil apartemennya, sudah lama ia punya rencana. Sekarang dia akan menapaki hidup baru, tanpa Arga.

Malamnya, ia membuka laptop dan mencari tiket. Jari-jarinya berhenti di satu kalimat di layar.

Jakarta – Dubai, One Way.

Ia menatapnya lama, lalu mengklik tombol book now. Tak ada keraguan, hanya ketenangan yang belum pernah ia rasakan selama bertahun-tahun.

Bukan karena ia tak lagi mencintai Arga, tapi karena akhirnya ia memilih mencintai dirinya sendiri lebih dulu.

Alena tersenyum bukan karena seseorang, melainkan karena... dirinya sendiri.

Terpopuler

Comments

Andez Aryani

Andez Aryani

ni kisah'y hampir sama kayak feby marcelia yah thor,sikap suami'y kayak gitu,akhir'y nyerah jg dia untuk menjaga kewarasan

2025-10-16

1

Desyi Alawiyah

Desyi Alawiyah

Udah Alena, tinggalin aja Arga... Untuk apa sih pertahanin suami kaya gitu, biarin dia bahagia dengan pilihannya sendiri yang menurut dia bener...

Ingat Alena, kamu juga berhak bahagia...👍

2025-10-16

0

👣Sandaria🦋

👣Sandaria🦋

kadang aku juga ingin merajuk, Kak. ingin cari perhatian gitu kabur dari rumah..tapi takutnya, jangankan dicari dan dibujuk, suamiku malah senang aku gak pulang-pulang😭😂

2025-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!