Begitu pelukan Debora lepas, Selma memasang senyum manis. "Kamu pura-pura, aku juga bisa pura-pura."
"Sakit karena kamu ngekhianatin aku, mukul kepala aku dan bantu Julio buang aku ke laut nggak bakalan pernah hilang, Debora."
"Iya, Deb, aku udah sadar," kata Selma dengan manis.
Debora lalu menekan tombol nurse call di samping tempat tidur dan menekan pilihan untuk memanggil dokter.
"Aku senang, Selma, kamu udah kayak belahan jiwa aku. Rasanya sakit kamu dalam keadaan nggak baik-baik aja."
Selma semakin melebarkan senyumnya. "Pretttt! Bullshit!"
"Oh iya, harusnya dokter dan suster udah otw ke sini," kata Debora, dia merapikan selimut Selma.
"Oh iya, aku juga mau hubungin mama aku, dia khawatir terus sama kamu dan nggak berhenti mikirin kamu, katanya kalau kamu udah sadar dia mau buatin bubur pake truffle jamur kesukaan kamu," lanjut Debora.
Di sisi lain, panel hologram di hadapan Selma menghilang dan Eri melayang hinggap ke nakas samping ranjang Selma. Duduk di tepi sambil mengayunkan kaki. "Hmmm, akting senyum manis kamu bagus, Selma." Eri manggut-manggut seperti guru yang bangga terhadap muridnya.
Selma melirik Eri malas. "Diem nggak! entar aku keceplosan ngomelin kamu," kata Selma dalam hati yang bisa didengar oleh Eri. Si mungil itu hanya terkekeh pelan.
Selma kemudian tersenyum lagi pada Debora. "Oh ya? Tante Livia baik banget sih. Kok dia malah lebih perhatiin aku daripada kamu yang anak kandungnya?"
"Tau tuh, mama aku, aku kadang iri loh dia kelihatan lebih sayang sama kamu."
Selma menyipitkan mata lalu melirik Eri lagi. Dia kemudian memberi perintah, menggunakan hadiah awalnya yang lain.
"Eri! Aktifkan fitur baca pikiran," titah Selma dalam benaknya. Suara mekanis muncul lagi di kepalanya.
[Ding]
[Baca Pikiran mulai diaktifkan]
Loading…
10%...
100%...
Lumayan cepat prosesnya dan Selma mengalami nyeri ringan di kepala. Dia memejamkan mata erat.
"Auchhh!" ringisnya mengangkat tangannya yang diinfus, menyentuh kening.
"Sel, kenapa?" tanya Debora mendekat, menyentuh pundak Selma. Dengan mimik khawatir.
[DING]
[Membaca pikiran diaktifkan]
[Durasi dua jam sehari]
Selma membuka mata perlahan. "Euhmm… nggak papa kok, Deb. Cuma nyeri ringan."
"Ohh… syukurlah, aku kira kamu kenapa-kenapa lagi." Debora mengelus pundak Selma.
"Hmm… kenapa nggak balik koma aja sih kamu!" racau Debora dalam hati.
Selma menoleh dengan tatapan tak menyangka. Wah! Dia benar-benar bisa mendengarkan pikiran orang lain.
Dan yang lebih dia tidak sangka adalah kata-kata Debora. Sepertinya memang si Debora ini tidak pernah menganggap Selma sahabat dari awal. Real dia cuma memanfaatkan Selma.
Padahal, Selma tulus padanya selama ini. Ya, Selma Ratu Pradipta, gadis yang suka semaunya, sombong dan pembangkang. Banyak yang tidak suka padanya di sekolah. Dia cuma punya Julio. Lalu, ada suatu waktu, Selma sengaja diprank dikuncikan dalam gudang, untung ada Debora yang menyelamatkannya. Dari situlah persahabatan yang ternyata sepihak mereka dimulai.
Selma tebak pasti Debora memang sengaja mendekati Selma supaya mamanya, si Tante Livia itu bisa PDKT dengan papa Selma.
Ya, dulu Selma juga sangat senang mama Debora perhatian padanya. Sejak kecil dia tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang ibu. Mama Selma meninggal saat dia masih dua tahun.
Perhatian Livia membuat Selma terbuai, karena memang dia tampak lebih menyayangi Selma ketimbang Debora. Tapi, tidak untuk sekarang. Selma sudah tahu akal busuk mereka berdua. Dia sadar kalau kebaikan dan kasih sayang itu hanya pura-pura dan cuma rencana untuk menaklukkan papa Selma.
Sungguh, Selma tidak akan membuat papanya menikah dengan nenek sihir itu. Tidak akan.
Debora sedang berkutat dengan hape sementara Selma menatapnya dengan tajam menusuk, seperti ingin menerkam mangsa.
"Kamu baru ketemu target balas dendam pertama, tapi emosi kamu sudah melonjak begitu, Selma. Bagaimana dengan empat yang lainnya nanti, hehe," celoteh Eri yang kembali melayang mondar-mandir di belakang kepala Debora.
"DIAM GAK!" bentak Selma. Debora sampai kaget.
Gadis itu sadar dia keceplosan. Oopsss.
"K-kenapa, Sel?" tanya Debora takut-takut.
"Oh! Ini… Deb, aku pusing banget jadi di kepala aku kayak berisik banget."
"Mungkin itu efek abis koma, tunggu dokternya dateng, biar kamu diperiksa lagi, yah."
"Euhmm… Iya, Deb…"
Tak lama kemudian, seorang dokter pria dan seorang suster melangkah masuk melewati pintu. Lantas sang dokter memeriksa Selma sementara suster memeriksa monitor dan infus Selma.
Di ranjang, Selma merasa kepalanya pening lagi, suara-suara pikiran Debora, dokter dan suster berputar di kepalanya.
"Eri, nonaktifkan fitur baca pikiran," perintah Selma dalam hati dan langsung diproses oleh sistem. Eri hinggap di bantal. "Efek sampingnya terasa, yah, Selma?"
Dengan mata memicing, Selma melirik malas pada Eri. Ingin sekali dia menyentil sosok mungil yang tengil itu. Pikirnya sistem yang dia dapatkan bisa dikendalikan dan jadi pelayannya. Ternyata, si Eri Eri kecil ini malah suka sarkas.
[DING]
[Durasi penggunaan baca pikiran tersisa 1 jam 48 menit untuk hari ini]
Dokter yang memeriksa Selma mengerutkan kening. Dia menurunkan stetoskop lalu memindai data di tabletnya. Pasien seperti Selma harusnya butuh waktu berminggu-minggu untuk pulih. Tapi, dari pemeriksaannya barusan, sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan berlebih.
Eri melayang di sekitar pundak dokter dan tersenyum. "Tubuh kamu sudah mulai pulih, Selma. Dokter kamu pasti heran."
"Woahhhh!" seru Selma dalam hati. Dia menatap Eri dengan binar cerah di mata. "Jadi setelah dapetin sistem tubuh aku kayak Wolverine gitu? Bisa sembuh sendiri?"
Selma mengedip-ngedip ceria. Dokter, suster dan juga Debora heran dengan tingkah gadis itu.
"Iya, tapi bukan berarti tubuh kamu kebal yah, jadi jangan kesenengan gitu."
"Iyaaa… iyaa… malaikat hologram miniku."
Eri hanya bisa menggeleng-geleng dengan tingkah hostnya itu.
Setelah dokter dan suster pamit ke luar ruangan, Debora yang mengenakan seragam sekolah duduk di tepi ranjang, merendahkan badan seperti baring di dekat Selma lalu memeluknya.
"Aku bersyukur banget kamu udah bisa pulang besok lusa, rasanya sepi banget tanpa kamu di sekolah, Sel."
"Iya, iya, aku juga nggak sabar mau balik ke sekolah."
"Hummmm…"
Lalu, tiba-tiba panel hologram muncul lagi di hadapan Selma.
[DING]
[Misi pertama mulai diaktifkan]
…
Selma mengangkat alisnya, menatap Eri yang entah kenapa bisa makan burger berbentuk hologram di atas nakas. Ada-ada aja si tengil ini.
Eri mengunyah. "Kwenawpa? Aku ju-ga butuh makan, Selma."
Sungguh! Selma tidak peduli. Dia hanya butuh penjelasan suara mekanis yang menggema di kepalanya barusan.
Eri menelan. "Oh itu… coba aja baca sendiri, Selma. Kamu kan cerdas, mata kamu tidak rusak sampai tidak bisa baca itu misi pertama kamu."
Selma menghela napas malas yang sangat tipis, lalu memperhatikan huruf-huruf yang terbentuk di panel transparan itu.
[MISI PERTAMA]
[Tiga Kebohongan Sahabat]
[Temukan tiga kebohongan yang diucapkan oleh orang yang kamu sebut sahabat]
[Dia menyembunyikan rahasia penyebab kehancuran kamu di masa depan]
[Batas waktu 72 jam waktu nyata]
[Tingkat misi Mudah-Sedang]
[Sanksi kehilangan 10% salah satu cahaya jiwa]
[Sanksi hukuman khusus dari Eri]
[Hadiah fragmen memori masa depan durasi tiga menit]
[Hadiah akses fitur Deteksi Kebohongan selama 5 menit perhari]
Setelah membaca misi pertamanya itu, Selma melirik Debora yang masih setia memeluknya. "Oke Debora, let's play."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Nadiraa Star
lanjuttt/Grin/
2025-10-17
0
Uncle A
wkwkwkw🤣🤣
2025-10-17
0