"Gimana?" tanya Elin pada Iswa, ia tahu sang sahabat telah melangsungkan pernikahan, hanya saja tak diundang dan Elin juga tak diberi tahu siapa suami Iswa.
Iswa menggeleng kemudian menunduk sedih. "Lo bisa memprediksi lah, Lin. Gimana sikap suami gue. Jelas bintang satu." Iswa kembali mengusap air matanya. Padahal dia sudah tidak mengharap Kaisar akan bersikap baik padanya, tapi saat di lapangan nyesek juga dengan sikap sang suami. Iswa sudah berusaha baik dan bertutur kata lembut, tapi balasannya masih saja jutek dan tak enak didengar.
"Sabar, Wa. Kalau memang dia jodoh kamu, bakal berubah. Berarti kamu masih ting-ting dong," tebak Elin kepo. Sesuai dugaan, Iswa langsung menabok lengan Elin.
"Jelas lah, dia mana nafsu sama gue. Lagian gue juga gak berharap ada begituan. Kita gak saling cintah, Lin."
"Iya gue paham!"
"Setidaknya gue gak hidup sendiri lagi, gue bisa melihat mama dan papa mertua, atau pun Mbak ART. Gak seperti di rumah gue, sendiri." Elin mengangguk, pasti ada hikmah di balik suatu peristiwa itu sendiri.
Kegiatan Iswa pun tak berubah, setelah kuliah dia menyempatkan ke rumah, ambil motor dan segera menjadi tutor privat untuk anak Cindo. Dia tidak akan berhenti dari pekerjaannya ini, karena dia tak berharap ada nafkah dari Kaisar. Setiap hari dia selalu menjadi tutor di dua tempat, pulang sekitar jam 8 malam. Langsung mandi, sholat isya kemudian makan nasi goreng bungkusan, gerak-geriknya diamati Kaisar meski pemuda itu pura-pura fokus pada laptop. Tak ada sapaan apalagi pembicaraan, mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Bahkan saat Kaisar mematikan lampu utama kamar, Iswa mengalah, dia membawa tugas dan laptopnya keluar kamar, berniat mengerjakan di ruang tengah saja. Sudah jam 9 malam, pasti tak ada orang yang bersantai di ruang tengah itu.
Iswa juga membawa bekas bungkus makanannya, tak mau membuat Kaisar marah, dilihat dari rapinya kamar, sang suami termasuk pria yang menjaga kebersihan dan kerapian kamar. Benar dugaan Iswa sudah tidak ada orang, ia pun segera menyelesaikan tugas kuliahnya.
"Tadi pulang jam berapa?" tanya Sakti tiba-tiba, bahkan kakak iparnya itu duduk di sofa berhadapan dengan Iswa yang memang memilih lesehan, dipisahkan oleh meja.
"Jam 8 Kak Sakti."
"Tutor privat di mana saja?" tanya Sakti lagi. Iswa pun menghentikan tugasnya, tak enak kalau menanggapi sembari sibuk mengetik.
"Di perumahan X waktu sore, dan setelah maghrib di perumahan Z!" jawab Iswa, Sakti hanya mengangguk saja.
"Area Cindo kan ya? Lumayan dong gajinya."
"Alhamdulillah, lumayan!"
"Tadi sudah makan?"
"Sudah, tadi sempat beli nasi goreng." Sakti kembali mengangguk.
"Gak usah terlalu sungkan di rumah ini, kamu juga anggota keluarga di sini, kalau mau dimasakkan Mbak bilang aja, gak pa-pa!"
"Iya, Kak!"
"Soal sikap Kaisar jangan terlalu diambil hati, anak bungsu terlalu manja, sehingga omongannya kurang difilter," ucap Sakti menasehati layaknya seorang kakak.
"Iya Kak, saya biasa aja kok dengan sikap Kak Kaisar."
Sakti tiba-tiba tertawa. "Bahkan sama suami saja kamu panggil Kak, pernikahan macam apa ini," Iswa tersenyum canggung.
Kaisar belum tidur, ia tak enak hati sudah mematikan lampu, pasti Iswa tadi masih mengerjakan tugas, makanya pindah keluar kamar. Kaisar pun mencari Iswa, dan hatinya tersentil mendengar suara sang kakak sedang tertawa dan mengobrol santai dengan Iswa. "Cih, kapan selesainya kalau mengerjakan tugas sambil ngobrol!" cicit Kaisar kemudian balik ke kamar kembali tidur.
Beberapa kali dia berusaha memejamkan mata namun tak bisa tidur juga, ia pun scroll ponsel sudah hampir jam 11 malam, namun Iswa belum juga kembali. "Pasti keasyikan ngobrol dengan Kak Sakti makanya tambah lama mengerjakan tugasnya!" gumam Kaisar sembari menutup wajahnya dengan bantal.
Iswa sendiri masuk kamar hampir tengah malam, sungguh ia sudah sangat mengantuk, laptop dimasukkan ke ransel dan langsung merebahkan diri. Bahkan terlalu nyenyak hingga selimutnya melorot ke lantai, tubuh Iswa meringkuk, dan Kaisar membenarkan selimut itu.
"Kasihan!" jawab Kaisar kemudian menoleh ke ponsel Iswa, sepertinya ada pesan masuk. Tertera di pop layar Kak Pandu mengirim pesan, dan sempat terbaca oleh Kaisar.
Besok di lobi aja. Begitu pesan Pandu yang terbaca di pop up layar.
"Mau ngapain mereka?" Kaisar mulai kepo tapi ia mengabaikan saja, toh mereka sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing.
Kaisar mengira Iswa akan berangkat pagi, dia pun berniat berangkat pagi, meski tak ada jadwal bimbingan maupun kelas mata kuliah tambahan, hanya ingin tahu aktivitas sang istri.
"Kamu gak berangkat kuliah?" tanya Kaisar sembari menyisir rambut, ia pikir nou sudah di bawah siap sarapan, apalagi sudah setengah 7, tapi ternyata Iswa masih pakai piyama dan terlihat belum mandi.
"Enggak ada kuliah pagi, baru ada urusan jam 9, kenapa?" tanya Iswa mulai mengimbangi kejutekan Kaisar.
"Sama Pandu?" tebak Kaisar dengan menatap Iswa.
"Kok tahu?"
"Emang kalian dekat, sampai ada janji temu?" tanya Kaisar dengan menaikkan alis, mulai kepo.
"Kayaknya aku gak perlu jelasin deh aku ada janji temu sama siapa. Bukannya kesepakatan kita untuk tidak saling tahu ya?" Iswa waspada, ia tak mau terlibat lebih jauh soal pernikahan ini, jangan sampai terpesona dengan sang suami dan merajut kedekatan yang berujung kekecewaan. Iswa menghindari hal itu.
"Gue gak kepo."
"Dan siapa juga yang menuduh Kak Kai kepo, gak ada." Kaisar berdecak sebal, mengambil ranselnya dan keluar kamar. Sepertinya dia kalah omong dengan gadis itu.
Iswa tertawa ngakak, berhasil membuat Kaisar sebal. Misinya adalah membuat Kaisar sebal agar tak ada kedekatan di antara mereka.
Pukul 9 pagi, Iswa bertemu Pandu di gedung HMJ, sejak kemarin memang mereka sudah diskusi soal lomba karya tulis. Pandu mengajak Iswa karena gadis itu mumpuni kerja dalam tim. Saat semester 2 dulu, Iswa pernah menjadi juara menulis esai mahasiswa, sehingga Pandu mulai melirik bakat menulis gadis itu.
"Siap gak ikut?" tanya Pandu pada adik tingkatnya itu.
"Kak kalau karya tulis ribet ah, sistematikanya rigit banget."
"Ya elah, hadiahnya gede kali, nanti kita bagi tugas. Gimana?"
Iswa sebenarnya ingin menolak, karena rasanya ia sudah sangat capek kalau sampai rumah, kapan mengerjakannya, weekend ini saja dia mulai sejak pagi sampai maghrib bakal ada les.
"Kak Pandu sudah ada ide?"
"Udah!"
"Apa?"
"Janji dulu kalau mau terlibat, rahasia kalau gak mau ikut!" ujar Pandu, ia tak mau idenya diobral tanpa kepastian.
"Sebenarnya untuk minggu ini aku sibuk banget, Kak. Adik les minta tambahan weekend, jadi aku gak sanggup mengerjakan dalam minggu ini."
"Oke. Kalau gitu aku cari anak lain deh!" Iswa mengangguk, tak masalah. Next project deh baru ikut.
"Wa. Kamu kenal sama Kak Kaisar?" tanya Pandu tiba-tiba. Sesama anak organisasi, Pandu jelas kenal Kaisar, si mantan ketua BEM Fakultas Teknik.
"Kenal, mantan ketua BEM kan, pas aku ospek kayaknya dia masih bertugas kan?" Pandu mengangguk. "Kenapa?"
"Jangan noleh ya," eh bocah Iswa malah menoleh, kepalanya auto diputar oleh Pandu, keduanya tertawa ngakak, tak menyangka bisa sekonyol itu mereka.
"Apaan sih," ucap Iswa sembari menepis tangan Pandu dari kepalanya.
"Ya jangan noleh lah. Sejak tadi aku perhatikan dia melirik ke sini terus. Gak mungkin kan kepo sama aku."
"Gak mungkin. Keponya palingan sama aku, cewek cantik!" ucap Iswa sepercaya diri itu sembari mengibaskan rambut, Pandu tertawa dan tak lama Iswa pun pamit undur diri karena mau masuk kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
partini
hemmmm kaisar ngapain something ini
2025-10-14
0